Merebut

20 2 0
                                    

“Wah, ternyata saya tetanggaan sama seleb to? Ini tadi kalau ndak di kasih tahu sama Esti, saya ya ndak ngerti lo, jeng,” ucap Gina dengan logat Jawa nya yang kental pada Saodah yang baru saja pulang dari ngosok.

“Hah, seleb? Siapa yang seleb?” tanya Odah heran.

“Lah, mosok ndak tahu? Ini lo jeng...” Gina buru-buru mengeluarkan ponselnya, tak lama kemudian ia menunjukkan video yang memuat gambar-gambar anak-anak lelakinya. Pada saat Odah memerhatikan unggahan video itu muncullah Satrio yang baru pulang dari latihan basket.

“Aw, ini dia si ganteng,” teriak Gina keganjenan seraya berlari-lari kecil menghampiri Satrio. Odah yang menyaksikan itu hanya bisa melongo, saat si tante genit itu jeprat-jepret mengambil foto dengan anak bujangnya. Yang membuat perut Odah semakin mules ialah perkataannya sebelum pamit pulang. “Kalau begini caranya kita bisa besanan, anakku cantik anak jeng, gantengnya kayak bintang pelem. Cucok!”

Ingin rasanya Odah memasukkan sandal jepit ke mulut tetangga baru rese' itu tapi berhubung magrib menyapa, Odah memilih membiarkannya melengang pergi. “Heeh... Kali ini boleh kau lolos, tapi besok-besok kalau bibirnya yang tipis itu terus ngoceh kek Beo, sambal satu kuali yang bakal melayang,” batin Odah sebelum masuk ke dalam rumah.

Seusai salat magrib berjamaah, Satrio menghampiri Bagas.

“Waduh Gas, ya gue sih Terima kasih sama teman lo si Haris itu, paling nggak jadi mengangkat nama gokil tapi yang gue eneg tuh, saat orang-orang pada heboh minta foto apalagi Ibu-ibu. Ampun dah...”

Mendengar curhatan Masnya Bagas meminta maaf, karena jujur ia tak tahu-menahu soal rencana Haris itu. Akhirnya kedua kakak-beradik itu saling menceritakan pengalaman mereka sejak menjadi ‘Mendadak Seleb'

“Ada tuh ya, waktu itu Bagas rasanya udah mau pingsan di rubung sama ibu-ibu. Bau nya nano-nano. Parfum menyengat sampai parfum alami alias bau ketek campur jadi satu.” Tawa Bagas dan Satrio menarik Arum untuk bergabung.

“Aduh, kayaknya bakalan ada yang butuh manager nih. Nggak usah jauh-jauh nyarinya, Mbak siap lo,” goda Arum yang langsung di balas cubitan dari adik-adiknya..

Pagi-pagi, saat semua sudah mulai dengan aktivitas masing-masing dan di rumah tinggal Somad dan Ratih, datanglah Gina dengan membawa satu tas kresek hitam berisi baju-baju yang hendak di setrika. Kedatangannya di sambut ramah oleh Ratih.

“Iya Bu, baik, terima kasih sudah mempercayakan setrikaannya pada keluarga gokil.” Gina hanya mengangguk sekilas, setelah itu matanya mencari-cari sesuatu. Ratih yang mengetahui itu menanyakan kalau mungkin ada keperluan lain.

“Ibu Saodahnya ada?” Tanya Gina, mencari alasan. Setelah dijelaskan Saodah tengah keliling ngosok, Gina langsung beralih mencari Somad.

“Ada yang bisa saya bantu Bu?” sapa Somad, sopan.
Gina salah tingkah. Sejak pertemuan pertama saat kunjungan perkenalkan sebagai tetangga baru ia langsung tertarik dengan sosok Somad, pria beristri yang penuh kharismatik.

“Oh, eh Pak Somad maaf mau tanya apa punya kenalan tukang yang bisa memperbaiki kran yang bocor.” Di luar dugaan Gina, Somad menawarkan diri untuk memperbaikinya.
Gina girang bukan kepalang, kesempatan langka ini tak akan ia sia-siakan. Dengan membara, Gina mempersilakan Somad untuk memperbaiki kran di rumahnya. Ia pun buru-buru pulang, ingin mempersiapkan segala sesuatunya. Membuatkan kopi, menyiapkan camilan. Esti putrinya heran melihat Ibunya yang datang-datang langsung membuat kehebohan.

“Kenapa sih Buk? Kok kayak senang banget?”

“Halah, itu lo... Bapak mu mau datang,” seru Gina sambil senyum-senyum.
Esti menepuk jidatnya bolak-balik, ia pun bergegas menghampiri sang Ibu dan Menggoyang-goyangkan lengan Gina. “Buk, istighfar Bapak udah nggak ada, Bapak udah meninggal,” seru Esti dengan suara parau.

Gina terdiam sesaat, bersamaan dengan suara salam Somad dari luar.

“Nah, itu,” seru Gina senang. Tinggalah Esti yang Terbengong-bengong sembari mengikuti langkah Gina. “Sakit kali nih Ibukku,” desisnya iba.
Begitu tahu bahwa tamu yang datang adalah Somad, Esti membekap mulutnya sendiri, ia begitu syok mengetahui kenyataan bahwa Ibunya menyukai Pak Somad, tetangga sendiri yang sudah berkeluarga.

“Oh, tidak, Ibuk apa yang ada di dalam pikiramu?” tanya Esti, dalam hati. Dari kejauhan Esti mengamati gerak-gerik Gina, ia tak mau Ibunya bertindak bodoh.

“Huft, untunglah, nggak lama,” gumam  Esti.

“Heh, dasar, ngapain tadi kamu ngintip-ngintip, nguping... Kayak nggak ada kerjaan lain aja,” semprot Gina, saat melihat putrinya itu dari tadi sibuk riwa-riwi bak mata-mata.

Esti yang tak mau kalah ganti menyerang ibunya “Kurang kerjaan mana coba, aku apa Ibuk yang malah sibuk gangguin laki orang.
Di serang begitu oleh putrinya sendiri, Gina bak orang kebakaran jenggot, ia pun buru-buru memutar otak supaya genjatan senjata ini tak berlanjut.

“Udah dari pada kamu terus ngerecokin hidup Ibuk, mending kamu pikirin masa depan kamu sendiri. Anaknya juga boleh lah kamu gebet, cakep tuh dan lumayan tajir kayaknya mereka, usahanya maju pesat,” bisik Gina. Awalnya Esti menolak karena orang kaya kok tinggal di dalam gang sempit kayak gini.

Gina pun mengambil contoh pengusaha Bob Sadino yang selalu berdandan biasa, tapi ternyata kekayaannya, bikin mata hijau.

“Daun kali, hijau,” sambar Esti. Dan, nggak sampai sepersekian detik Esti, langsung berbalik mendukung Ibunya. “Tapi, kalau ternyata dugaan aku benar, bahwa mereka itu sejatinya bukanlah orang kaya, maka kita contek saja usaha mereka,” usul Esti yang langsung mendapat restu dari Gina.
*
Sore waktu Saodah baru pulang, ia mendapat kode dari Ratih. Muka Saodah, langsung merah padam, mendengar penuturan karyawannya itu, soal kedatangan Gina sampai Somad yang juga bertandang ke rumah Gina.

“Pak gimana kerjaan hari ini lancar?”  tanya Saodah sembari duduk-duduk di serambi belakang.”

“Alhamdulillah, lancar. Emak gimana?”

“Iya, lancar sampai main ke rumah tetangga juga loss... ya..” sengit Saodah sambil menatap tepat di manik mata Somad. Mendapat serangan mendadak seperti Itu Somad bingung karena ia sendiri merasa tak melakukan apa pun.

Saodah benar-benar kesal, perempuan itu membuat kesabarannya habis. Kecurigaan Saodah kalau Gina itu punya maksud yang kurang baik bisa di lihat dari bahasa tubuhnya dan sikap keganjenannya pada Satrio waktu itu.
Somad diam, ia memberikan kesempatan pada Odah untuk menumpahkan seluruh kekesalannya. Setelah mereda baru Somad angkat bicara.

“Jadi, begini cerita yang sebenarnya dan tak ada yang Abang tutupi. Pagi, saat ada seorang tetangga baru, belum begitu mengenal tetangga yang lain, terus kita yang terdekat apa salahnya? lagian di dalam rumah nya Bu Gina, juga ada putrinya.” Somad berusaha menjelaskan.

Dalam hati Saodah membenarkan semuanya. Apa yang di ucapkan oleh Somad, masih sangat bisa di terima. Kini yang harus diperketat adalah akses perempuan itu. Jangan sampai ia ngelunjak, merusak rumah tangga yang sudah susah-susah ia bina.






















Keluarga GokilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang