Suasana berbeda tampak di Gang Rawa Buaya pagi itu. Suasana yang biasanya tenang tampak gaduh. Usut di usut ternyata kegaduhan itu berawal dari kedatangan dua orang penghuni baru di gang ini. Ibu Gina dan Esti anak gadisnya.Seluruh penghuni gang Rawa Buaya sebenarnya sudah tahu akan ada penghuni baru, karena hampir semingguan ini beberapa orang tampak wara-wiri mengangkat sejumlah barang ke sebelah rumah Saodah. Selain itu, Pak RT juga sudah menyampaikan kalau nanti rumah di sebelah Saodah akan ditempati oleh janda beranak satu. Namun, tak seorang pun yang pernah melihat penampakan penghuni baru itu, karena sejak awal yang mengatur kepindahan itu adalah orang yang mengaku kerabatnya.
Karena itu ketika pagi ini muncul seorang wanita dengan dandanan cukup wah dan mengenakan gaun merah yang melekat erat ditubuhnya, perhatian semua orang sontak beralih kepadanya. Wanita itu menghampiri warung pertama yang dijumpainya.
“Permisi bapak-bapak…. Rumah Pak RT di mana ya? Saya Gina dan ini anak saya, Esti yang nantinya akan tinggal di gang ini,” kata Gina dengan suara manja yang membuat semua yang sedang nongkrong di warung Mang Petruk langsung menghentikan aktivitasnya. Pardi-Ketua RT yang kebetulan ada di warung itu langsung unjuk diri.
“Ehhmm…Saya Ketua RT di sini Bu Gina,” katanya sambil menghampiri Gina. “Perkenalkan nama saya Pardi,” kata Pardi sambil mengulurkan tangannya. Suaranya yang biasa cempreng dibuat agak berat.
“Suara lo kenapa, Di?” tanya Mang Petruk usil yang langsung mendapat pelototan Pardi. Mang Petruk dan orang-orang yang ada di warung itu tertawa terbahak.
“Awas lo… kalau sampai ketahuan Bu RT bisa langsung…,” sambung Udin sambil membuat gerakan menyembeleh leher . Membuat suasana di warung Mang Petruk tambah gaduh,
DI gang Rawa Buaya ini sudah jadi rahasia umum kalau Pak RT termasuk golongan suami-suami takut istri. Bu RT yang memiliki tubuh tambun tidak segan-segan menyeret suaminya bila ketahuan bermain mata dengan yang lain.“Mari ke rumah saya Bu Gina, biar enak ngobrolnya,” ajak Pardi pada Gina. “Disini banyak gangguan. Harap maklum, soalnya di gang ini jarang kedatangan bidadari,” gombal Pardi.
“Ah..Pak RT bisa aja…,” kata Gina genit sambil memukul bahu Pardi. Pardi pura-pura meringis.
Kejadian itu tentu saja tidak luput dari perhatian ibu-ibu yang sedang mengerumuni Mang Ujang.
“Itu ya..tetangga barunya?” tanya Bude Darmi sambil mengambil seikat sayur bayam. Matanya melirik sekilas ke warung Mang Petruk.
“Kayaknya sih bude... katanya sih pindahan dari Surabaya. Janda,” timpal Mira yang terlihat sedang mengambil tahu dan tempe.
“Tahu tempe terus, Neng,” komentar Mang Ujang melihat belanjaan Mira.
“Ini makanan sehat lho, Mang. Mengandung prebiotik yang dapat membantu meningkatkan kesehatan pencernaan dan berpotensi mengurangi peradangan. Asal Mamang tahu aja ya..protein pada kedelai bisa sama efektifnya dengan protein daging dalam hal pengendalian nafsu makan. Makanya bagus buat diet,” jelas Mira panjang lebar.
“Alaaah Neng…. Bilang aja keuangannya lagi menipis. Pake kesana-kemari ngomongin manfaat tempe lah, diet lah, prebiotik lah….” tembak Mang Ujang .
“He..he..Mamang tahu aja,” kata Mira nyengir.
“Hush..Mamang ngga boleh gitu. Ntar kehilangan pelanggan. Mau?” tanya Bude Darmi.
“Tapi…kasihan Odah deh kalau harus tetanggaan gitu.”
“Emang kenapa?”
“Lho..si Somad kan ganteng. Kalau sampe digodain sama si tetangga baru itu gimana? Mana si Odah pagi-pagi sudah keliling, pulangnya Magrib lagi.”
“Hati-hati lho… sekali lihat aja saya sudah bisa menilai kalau tetangga baru ini tipe penggoda. Lihat aja tuh bajunya,” cibir Bu Wilson.
“Tapi ngga boleh berprasangka gitu ah. Jangan menilai dari penampilan,” Bu Jumi mencoba menengahi pembicaraan yang semakin panas.
“Ssstt…sssttt….itu orangnya sudah dekat.”
Ibu-ibu yang mengurumuni Mang Ujang langsung terdiam.“Permisi ibu-ibu… Perkenalkan saya Gina. Ini anak saya, Esti. Nanti saya akan tinggal disitu,” tunjuk Gina pada rumah di sebelah Saodah.
“Salam kenal ya. Semoga betah tinggal di Gang Rawa Buaya,” kata Bu Jumi yang berusaha terlihat ramah. Sementara ibu-ibu yang lain terlihat cuek dengan kehadiran Gina dan tetap asyik memilih dagangan Mang Ujang.
“Kenalin, Neng. Nama Mamang Ujang. Penjual sayur favorit ibu-ibu. Tidak sombong meskipun tiap hari dikerumuni Ibu-ibu. Tetap setia walau banyak yang mendamba,” kata Mang Ujang lebay.
“Huu…lebay, Mang,” cibir Mira.
“Jadi pengen nimpuk pake sandal,” sambung Bu Wilson.
Mang Ujang hanya tertawa.Gina hanya tertawa centil. “Saya tinggal ke rumah Pak RT dulu ya. Permisi.”
Setelah Gina agak jauh dari kerumunan, ibu-ibu itu kembali melanjutkan gibahannya.Kesan pertama memang paling menentukan. Ada banyak hal yang membuat para ibu di gang ini langsung antipati dengan tetangga baru mereka. Pertama, karena gaya bicara Gina yang sengaja dibuat mendayu-dayu. Kedua, body Gina masih terlihat bagus walaupun sudah mempunyai anak gadis. Sangat jauh dengan body kebanyakan ibu-ibu di gang ini. Paling cuma Jupe dan anak-anak gadis yang bodynya masih terawat. Sisanya, sudah melar di sana-sini. Untuk yang kedua ini jelas hanya karena faktor iri.
Hal ketiga yang membuat para ibu di gang ini terlihat antipati dengan Gina adalah karena gaya berpakaian Gina. Membuat mata para suami melotot. Dan terakhir, tentu saja karena status Gina yang merupakan seorang janda. Bukan rahasia, kalau status janda identik dengan pelakor. Tentu saja ini tidak sepenuhnya benar. Namun, menghilangkan stigma ini di tengah masyarakat tentu saja tidak mudah.
Tiba di rumah Pak RT, Gina dikenalkan dengan Bu RT. Pak RT dan Bu RT menjelaskan apa saja tata tertib yang harus dipatuhi serta iuran apa saja yang harus dibayarkan per bulannya, seperti iuran sampah, iuran jaga malam, rukun kematian, dll.
Setelah selesai, Gina pun pamit.“Biar saya antar Bu Gina,” tawar Pardi yang langsung mendapat tatapan maut dari bu RT.
“Abang…pernah lihat ayam dicabut bulunya ngga?”
Pardi menggeleng takut.“Kalau Abang berani keluar selangkah, bukan hanya melihat tapi Abang bakal ngerasain dicabut bulu-bulunya kayak ayam,” ancam Bu RT yang langsung membuat Pardi mengkerut.
Gina dan Esti berjalan menuju rumahnya yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah Pak RT. Lewat di depan rumah Somad, Gina penasaran dengan spanduk Gokil yang dipajang di depan rumah tersebut.“Kita singgah dulu, ya, Kenalan sama tetangga,” ajak Gina
Sementara itu, Somad yang masih sibuk menggosok menghentikan aktivitasnya saat mendengar seseorang mengucap salam. Bergegas ia keluar rumah. Di teras rumahnya berdiri dua orang wanita yang wajahnya masih asing.“Ya??? Ada yang bisa dibantu?” tanya Somad.
Saat melihat Somad, mata Gina langsung berbinar. Gantengnya….., katanya dalam hati.“Perkenalkan saya Gina, dan ini anak saya Esti. Kami tetangga baru di sebelah,” kata Gina sambil mengulurkan tangannya. Dipasangnya senyum terbaiknya.
“Saya Somad,” kata Somad membalas uluran tangan Gina.
Anehnya, ketika Somad ingin menarik tangannya, tangan itu seperti sengaja ditahan oleh Gina.
Esti yang melihat Ibunya sengaja menahan tangan Somad, langsung menyenggol Ibunya sambil mendelik, seolah berkata“Ibu nih jangan norak!”.
Akhirnya dengan terpaksa, Gina pun melepaskan genggaman tangannya. Berbagai rencana berkelebat di benaknya untuk dapat mendekati Somad, tetangga yang menarik hatinya di saat pertama kali berjumpa..

KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Gokil
HumorYang namanya keluarga itu harus saling mendukung kan? Ngga mungkin banget kalau sebuah keluarga itu adem ayem terus. Pasti ada pasang surutnya. Namun, yang paling penting dari itu semua adalah bagaimana mereka saling dukung, saling bantu, dan bekerj...