Protes

30 3 0
                                    

Part 12 akhirnya sudah up ya... Orang misterius itu kembali muncul, hmm... Rupanya ada yang tak suka melihat keluarga Somad berhasil. Siapa ya kira-kira? Ikutin terus part selanjutnya..

Sehabis ngobrol semalam, wajah Saodah kembali ceria. Semua anggota keluarga bisa merasakan itu dari hidangan sarapan nasi uduk ala Emak.

“Hmm... Mantul Mak, nah ini baru Emak Bagas.” 

“Iya, deh yang lain ngontrak,” seru Arum, di susul gelak tawa dari semua, saat melihat Bagas tambah nasi, hingga dua kali.

Seusai sarapan, Saodah meminta semuanya untuk tetap duduk di meja makan karena ada yang ingin ia sampaikan terutama pada Satrio dan Bagas.

“Setelah Emak dan Bapak berunding semalam, kita sepakat untuk meminta dua anak bujang yang ganteng-ganteng ini, untuk ikut membantu armada gokil. Tidak setiap hari, hanya waktu senggang, hari minggu dan hari besar saja.”

Satrio dan Bagas keduanya saling pandang. “Udah, kita coba aja dulu... cuma gosok-gosok doang,” bisik Satrio lirih pada sang adik. Bagas, mau tak mau, ikut setuju. Odah tersenyum senang.
***
Latihan hari pertama, sama seperti yang diujikan pada calon karyawan gokil waktu itu, yaitu melipat celana jeans. Keduanya lumayan bisa melakukan tugasnya dengan baik, tinggal pembiasaan.

“Ah, ribet banget sih Mbak. Biasanya juga kalau Emak repot, terus Bagas yang setrika baju dan celana sendiri nggak gitu-gitu amat,” protes Bagas sebal.

Sebelum Arum sempat menjawab, Satrio angkat bicara. “Ya, jangan samakan lah, setrika untuk pelanggan kalau ancur  nggak ada yang bakalan mau pakai jasa lo, abis sudah... gokil tamat riwayat, mau?” tanya Satrio yang di balas gelengan cepat dari Bagas.

Setelah tahap lipat-melipat selesai. Arum mengajari tehnik setrika yang baik dan benar. “Jadi, bukan asal gosok-gosok, udah habis itu selesai. Banyak yang harus diperhatikan terutama jenis kain pada baju yang akan kita setrika untuk menghindari terjadinya kain atau baju kusut ataupun yang paling terjelek gosong,” jelas Arum, sambil menunjukkan jenis-jenis kain baju.

Bagas berulang kali menguap. “Hadeh, mending aku ngerjain tugas sekolah seabrek deh, daripada seterika. Bosan,” batin Bagas jengkel.

Bagas berulang kali melirik ke arah Satrio, Mas nya itu juga kedapatan menguap setelah mendengarkan penjelasan Arum. “Mas, kita mogok aja yuk, malas aku di depan seterika gerah,” hasut Bagas.

Satrio tampak diam sejenak, menimbang usul adiknya yang tampak begitu mengoda dan sedetik kemudian ia mengangguk setuju. Arum yang melihat kedua adiknya bisik-bisik tetangga, meminta keduanya untuk fokus.

Tapi di luar dugaan, Bagas berdiri dari duduknya dan mulai mengemukakan pendapatnya.

“Bagas dan Mas Satrio mundur Mbak, nggak sanggup kalau harus berlama-lama di depan setrikaan. Lagian, setrika itu kan kerjaan perempuan ntar kita dikira kaum bencong kesasar lagi,” seru Bagas, berusaha membela diri. Sementara Satrio lebih berperan sebagai Beo, ikut saja apa yang diucapkan adiknya.

Arum kaget namun, mencoba mencerna apa yang di ucapan Bagas. Setelah beberapa saat, Arum meminta kepada kedua adiknya itu untuk duduk dan membicarakan semuanya baik-baik.

“Sebenarnya masalahnya apa? Kenapa kok nggak bilang dari kemarin kalau memang nggak mau?” tanya Arum pelan. Lagi Bagas dan Satrio pandang-pandangan. Arum yang melihat tingkah keduanya, heran “Kalian ini macam anak gadis yang mau dikawinin, lihat-lihatan mulu'.”

“Idih, emangnya udah nggak ada perumpamaan yang lebih keren lagi ya Mbak?” rutuk Bagas, sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Seketika meledaklah tawa

Arum dan Satrio hingga memancing Somad untuk ikut bergabung di tengah kesibukannya, menyempatkan diri melihat tanaman anggreknya di halaman belakang.

Tiba-tiba Saodah datang dengan wajah di tekuk sambil ngomel “Apes-apes, tinggal satu pelanggan lagi, eh, ban pake bocor akhirnya terlambat datang, untung saja Ibunya yang punya rumah baik banget malah Odah diberi minum sampai segala jajanan dikeluarin semua, Alhamdulillah kenyang. Tapi... sekarang mendadak jadi lapar lagi, sampe' pingin makan orang.”

“Lah, emangnya kenapa Mak?” tanya Satrio penasaran. Saodah, tak berucap sepatah kata pun, ia hanya menyerahkan sebuah amplop cokelat yang langsung di sambar oleh Somad. Laki-laki itu mencium gelagat yang tidak beres dari Saodah, instingnya kali ini bekerja tepat.

Somad, buru-buru mengeluarkan isi dari dalam amplop. Ia, seketika terperanjat begitu mengetahui isinya, berupa dua lembar foto ukuran postcard berisi gambar dirinya dengan Tante Rida, seorang janda cantik beranak satu yang tinggal di gang sebelah. Anehnya si pengambil gambar pintar sekali mengambil sudut.
Sudut gambar yang menunjukkan seolah-olah dua orang di dalam gambar tengah asyik-masyhuk berduaan. Padahal gambar itu di akui oleh Somad saat ia tengah mengantar baju-baju yang telah selesai di seterika.

Anak-anak pun, mengutuk perbuatan orang iseng, yang sengaja hendak memancing di air keruh. “Ini pasti perbuatan orang yang sama kayak yang waktu itu memfoto Emak dengan teman SD nya,” tebak Satrio.

“Emak nemu di mana amplop cokelat ini tadi?” tanya Somad penasaran.

“Di taruh dipagar depan,” jawab Odah, walau Odah tahu suaminya tak mungkin main mata dengan perempuan lain, jujur hatinya terbakar juga saat melihat sekilas foto tadi.

Somad menuju ke ruangan depan menemui Ratih, siapa tahu dia ia melihat ada orang yang mengendap-endap atau pun mencurigakan. Sayangnya, tak ada informasi secuil pun yang di dapat, karena Ratih terlalu serius dengan pekerjaannya dan terlalu asyik berjoget ria.

“Ya, sudah lah Pak. Biar saja anggap orang iseng nggak ada kerjaan,” ujar Odah, yang tiba-tiba muncul dan berdiri di sisi Somad. Laki-laki yang sebagian rambutnya telah memutih itu mengangguk setuju, namun ia mengingatkan kepada semua anggota keluarganya untuk lebih waspada. Orang misterius ini sepertinya memang nggak main-main.

“O iya mumpung Emak sudah pulang, ini nih Mak ada yang galau, nggak mau setrika katanya sih capek dan setrika itu pekerjaan perempuan, laki-laki nggak cocok,” adu Arum pada Saodah. Wajah Saodah yang mendengar laporan Arum terlihat tenang dan tak menunjukkan ke marahan.

“Hmm, siapa yang kemarin sudah janji sama Emak, lagian Bapakmu itu kalian anggap apa? Laki-laki jadi-jadian?”

Bagas membela diri, ia masih tetap pada pendiriannya dan mengatakan kalau Bapak lain, sebagai kepala keluarga memang seharusnya bertanggung jawab, jadi kerja apa saja nggak masalah. “Kita kan masih bocah, mending nyari pekerjaan yang menggunakan otot gitu.”

Saodah, mengerti yang dimaksud putra bungsunya itu, tapi berhubung hari semakin gelap dan dia juga sudah sangat letih, Saodah memilih membicarakannya esok hari saat pikiran lebih segar dan bisa melihat masalah dengan kepala dingin.

“Oke, Anak-anak siapa yang mau makan malam istimewa,” seru Saodah, mengalihkan perhatian. Tentu saja semua setuju.
“Eh, iya lupa ada yang ketinggalan. Kak Ratih... Ikutan nggak?” seru Bagas.

Sementara Ratih hanya tersenyum, karena waktu semakin larut dan pekerjaannya hari ini juga sudah selesai, ia memilih untuk pamit pulang.







Keluarga GokilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang