Siang itu udara terasa lebih panas dari biasanya. Maklum, hujan sudah lama tidak turun. Deretan tanaman yang menghias di sepanjang gang tempat Saodah tinggal tidak bisa mengurangi panasnya terik matahari yang terasa hingga ke dalam rumah. Apalagi, rumah di gang Rawa Buaya-tempat tinggal Saodah kecil-kecil dan dempet-dempet.Jalannya sempit, nggak cukup untuk dilewati oleh mobil. Jangankan mobil, motor aja kalau sudah berpapasan jadi susah lewatnya.
Yah… gitu deh kalau tinggal di Jakarta. Apalagi di tengah kota, makin kegencet aja oleh perkembangan kota. Walau tidak banyak yang berubah dari kampung tempat tinggalnya, tapi letak kampung yang strategis sejujurnya sangat menguntungkan.
Mau kemana-mana serba dekat. Dekat dengan jalur busway, dekat dengan mall, dekat dengan jalan raya.
Di rumahnya yang mungil, Saodah terlihat sedang menggosok. Setumpuk pakaian sudah tertata rapi di sebelahnya.Baju kerja Somad- suaminya, seragam sekolah Bagas dan Satrio, serta beberapa potong bajunya dan Arum. Baju-baju yang lain sih cukup dilipat. Lumayan, menghemat waktu, tenaga, dan listrik.
Sebuah kipas angin butut tampak berputar di dekatnya. Suaranya cukup berisik. Saking berisiknya, kipas angin ini bisa menyembunyikan duet maut dengkuran Saodah dan Somad. Percaya deh… lebih baik mendengar suara kipas angin butut daripada dengkuran Saodah dan Somad yang falsnya luar biasa.
Untuk suara dengkuran, tidak ada yang bisa mengalahkan Saodah dan Somad.Hal ini sudah pernah dibuktikan ketika kipas angin butut itu mogok dan suara berisik yang ditimbulkan kipas angin berganti dengan suara dengkuran Saodah dan Somad. Akibatnya satu rumah tidak ada yang bisa tidur. Tetangga kiri, kanan, muka, dan belakang mereka pun mengalami hal yang sama.
Akhirnya mereka pun patungan untuk membayar biaya perbaikan kipas angin. Lelah dengan segala aktivitas yang dilakukannya sejak subuh, mata Saodah mulai merem melek terkena hembusan angin kipas angin bututnya. Perlahan tubuhnya mulai berbaring. Alas setrika pun jadi bantalnya.
***
“Kamu….Saodah kan?”
Saodah menatap seraut wajah tampan di depannya. Otaknya berpikir keras, mengingat-ingat dimana dia pernah bertemu dengan orang ini. Sepertinya tidak asing.
“Kamu sudah lupa sama saya? Saya Lee Min Ho”
Saodah masih menatap tak percaya pada orang di depannya.
“Ah… ini pasti mimpi. Tidak mungkin seorang Lee Min Ho mengenalnya,” batin Saodah.
“Kamu pasti kaget kan kenapa saya bisa ada di sini. Teman kamu si Mira yang mengirim email ke manajemen saya. Katanya kamu pengen banget ketemu saya. Kebetulan Minggu ini saya ada shooting di Jakarta untuk film terbaru saya. Sekalian deh saya ketemu dengan fans saya di Jakarta.”
Wah… si Mira baik banget. Besok Saodah pasti akan menraktirnya makan bakso.Saodah masih menatap Lee Min Ho tak percaya. Lee Min Ho balas menatap Saodah sambil tersenyum manis.
“Nanti malam kamu siap-siap ya. Kita dinner di Akira Back. Supir saya akan menjemput kamu.”
Hingga Lee Min Ho pamit, Saodah masih mematung memandang kepergian Lee Min Ho yang diiringi sorak-sorai anak-anak serta Ibunya yang juga ngefans dengannya.
“Wah… kamu beruntung sekali Saodah,” kata Bu Jupri tetangganya iri. Buat penggemar drakor seperti Saodah dan juga kebanyakan ibu-ibu di gang ini kehadiran Lee Min Ho seperti sungai di padang sahara. Begitu menyejukkan.Dibantu tetangganya, Saodah bersiap untuk pertemuan malam ini dengan Lee Min Ho. Saodah mendapat pinjaman baju dari Mira yang juga memiliki ukuran badan seperti dirinya. Mbak Jupe yang bekerja di salon juga dengan sukarela membantunya berhias. Ini salah satau kebanggaan buat kampung kita karena kedatangan artis Korea. Apalagi warga kita ada yang bisa dinner dengan Lee Min Ho. Jangan malu-maluin penampilannya. Gitu kata Mbak Jupe. Saodah sih asyik-asyik aja.
Ditemani Ibu-Ibu tetangga, Saodah menunggu kedatangan supir Lee Min Ho. Saat waktunya tiba, kepergian Saodah pun diiringi tangis haru para Ibu yang merasa iri dengan keberuntungan Saodah.
Jalanan yang macet tak membuat Saodah risau. Hatinya dipenuhi dengan bunga-bunga yang bermekaran. Hingga tak terasa akhirnya ia pun tiba di restoran di mana Lee Min Ho telah menunggunya.
Lee Min Ho berdiri menyambut kedatangan Saodah. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya yang seksi. “Kamu cantik sekali Saodah.”
Saodah tersipu malu.
Ketika Saodah sudah duduk manis, pelayan datang satu per satu membawakan hidangan.
Liur Saodah seketika menetes melihat hidangan yang tersaji di depannya. Saodah bahkan tak bisa lagi memikirkan yang mana yang lebih menggiurkan hidangan yang tersaji di meja atau kehadiran Lee Min Hoo.
Saodah menggaruk hidungnya yang tiba-tiba terasa geli. Diusapnya hidungnya, namun tak lama rasa geli itu muncul lagi.Diusapnya lagi hidungnya yang kini bahkan menghadirkan sensasi menggelitik yang membuatnya sangat ingin…
“Huatchiii…..huatchii”
Saodah bersin berkali-kali. Air matanya sampai keluar. Hidungnya merah berair.
Setelah kesadarannya pulih, ia kaget karena di hadapannya sudah ada Somad, Satrio dan Bagas. Wajah mereka tampak kacau karena kena simburan liur Saodah ketika bersin. Sementara di pojok ruangan tampak Arum yang terkikik-kikik menahan tawa melihat wajah ayah dan kedua adiknya.Kesadaran Saodah belum sepenuhnya terkumpul. Namun saat pandangannya menangkap lintingan tisu yang ada di tangan Somad, barulah dia paham dengan situasi yang terjadi.
“Ooh…jadi kalian ya yang bikin Emak bersin-bersin.”
Dengan kesal Saodah merampas lintingan tisu di tangan Somad. Lalu ujung lintingan tisu digoyang-goyangkan di dalam hidungnya hingga saraf trigeminal dengan cepat mengirimkan pesan ke otaknya untuk kembali bersin. Bagas dan Satrio menjadi sasaran bersinnya.
“Berani ya kalian gangguin Emak. Huatchiii….,” semburnya sambil mengejar kedua putranya yang berusaha menghindar. Bunyi gedebag-gedebug segera terdengar dari dalam rumah.
“Ampun, Mak.”
“Mau jadi anak durhaka kalian haa?. Huatchiii.”
“Ampun, Mak.”
“Huatchii….”
“Ampun, Mak. Tadi itu idenya Bapak melihat Emak keasyikan ngorok.”
Saodah berhenti mengejar anak-anaknya.Kali ini pandangannya tertuju pada Somad yang seketika menjadi tegang melihat tatapan mata Saodah.
Somad cengar-cengir melihat Saodah yang mulai menghampirinya sambil menggosokkan lintingan tisu ke hidungnya seolah bersiap mengeluarkan badai dari hidungnya.
“Sudah…sudah, Mak. Kasihan Bapak baru pulang kerja.” Arum segera menengahi. Daripada dia harus menghabiskan waktu untuk mengepel seisi rumah yang terkena semburan liur Emak, lebih baik mendamaikan sesegera mungkin.Somad segera memasang wajah memelas, membuat Saodah merasa iba.
“Awas ya kalau usil lagi,” ancamnya. “Siapkan piringnya, Rum. Lauknya biar Emak yang nyiapin.”
Dengan gesit Arum segera menyusun peralatan makan di meja bundar yang ada di tengah ruangan. Setelah menata lauk pauk, Saodah segera memanggil Somad dan kedua putranya untuk berkumpul di meja makan.“Sudah lama pulangnya, Pak?” tanya Saodah sambil mengisi piring Somad dengan nasi dan lauk yang ada.
“Sudah. Sampai kelaparan nungguin Emak nggak bangun-bangun.”
Saodah nyengir. Mimpinya memang indah sekali, sayang kalau langung bangun. Kapan lagi bisa ketemu Lee Min Ho dan diajak dinner makan daging wagyu. Mana suasananya romantis lagi. Aduuhh… kapan ya bisa ketemu Lee Min Ho lagi?
“Mimpi apa sih, Mak. Mukanya sampai aneh gitu,” tanya Satrio penasaran. “Tuh…alas setrikanya sampai basah kena iler Emak.”
“Mau tau aja atau mau tau banget…,” kata Saodah dengan tampang songongnya yang dibalas cibiran suami dan anak-anaknya.Tiba-tiba Saodah teringat sesuatu.
“Bapak tumben sudah pulang jam segini? Biasanya kan magrib baru pulang,” tanya Saodah sambil memandang Somad yang sedang menyuap.
Somad tidak menjawab hanya memandang Saodah dengan tatapan yang sulit diartikan.
Karena cacing di perutnya sudah teriak minta diberi makan, akhirnya pertanyaan itu pun menguap tanpa ada jawaban.Haloo... Haloo... part 1 yang tayang hari ini disponsori oleh Mba titiek_septiningsih hehe... Kira-kira ada apa dengan Somad ya? Hmm, mau tahu aja apa mau tahu banget? Pokoknya tungguin lanjutannya besok yaakk.. 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Gokil
HumorYang namanya keluarga itu harus saling mendukung kan? Ngga mungkin banget kalau sebuah keluarga itu adem ayem terus. Pasti ada pasang surutnya. Namun, yang paling penting dari itu semua adalah bagaimana mereka saling dukung, saling bantu, dan bekerj...