Buah Kesabaran

25 3 0
                                    

Perlahan tapi pasti, pelanggan ‘Saodah Gokil’ kembali. Omzet yang sempat menurun kini melonjak kembali.

Panggilan demi panggilan datang silih berganti, membuat semangat yang sempat kendor kembali melejit. Kekompakan keluarga ini dalam membesarkan ‘Saodah Gokil’ pun semakin solid. Tentu saja kesalahan di masa lalu menjadi guru terbaik. 

Sementara usaha Gokil tetangga sebelah seperti mayat hidup. Mati segan, hidup tak mau. Tidak seramai dulu lagi. Reputasi ‘Gina Gokil’ di gang Rawa Buaya sudah jatuh. Tak seorang pun di gang Rawa Buaya yang mau menggunakan jasa ‘Gina Gokil’. Apa yang disemai itulah yang dituai. Kalau menggunakan cara-cara curang ya usahanya pasti ngga akan bertahan lama. Walau sedikit prihatin (catat : sedikit), Saodah bersyukur juga karena sedikit banyaknya hal tersebut membuat usahanya semakin membuktikan eksistensinya.

Dering ponsel dan pesan demi pesan yang masuk membuat jadwal ‘Saodah Gokil’ tidak pernah sepi. Itu belum termasuk pesan-pesan yang masuk melalui medsos dan website yang sudah dibuatkan oleh Panji. Pelanggan lama yang kembali ditambah pelanggan baru membuat Saodah mulai kewalahan.
Saat semua anggota keluarga berkumpul, Saodah mengutarakan niatnya untuk menambah karyawan baru.

“Jadi gimana? Memungkinkan ngga kalau saat ini kita menambah karyawan dan armada baru? Soalnya kalau cuma dua armada yang keliling ngga akan cukup waktunya untuk memenuhi semua panggilan. Di rumah juga, Bapak dan Mbak Ratih kayaknya mulai kewalahan menangani banyaknya gosokan yang diantarkan ke rumah.”

“Iya, pinggang Bapak sampai sakit saking banyaknya gosokan,” kata Somad sambil memegang pinggangnya yang masih terasa pegal karena gosokan kemarin.

“Gimana ngga kewalahan? Selain gosok, Bapak kan juga harus ngambil sendiri cucian ke rumah orang yang bersangkutan demi servis yang memuaskan. Kalau Ratih yang harus ngambil kasihan. Apalagi  biasanya gosokan yang diambil itu bisa sampai dua keranjang. Jadinya Bapak harus bolak-balik,” curhat Somad.

“Padahal ngga pa pa lho, Pak ngambilnya bareng Mba Ratih. Mba Ratik tenaganya kan....,” kata Bagas sambil mengangkat dua jempolnya dan melanjutkan dengan mengangkat lengannya meniru gerakan yang biasa dilakukan binaraga saat memamerkan ototnya.

“Bapak aja kayaknya kalah deh tenaganya sama Mba Ratih,” sambung Bagas lagi sambil terkekeh. Semua anggota keluarga pun jadi ikut tertawa, kecuali Somad tentunya.

“Sudah..sudah...kembali ke pembicaraan awal. Jadi gimana nih? Coba lihat catatan pembukuannya, Rum. Memungkinkan ngga?” tanya Saodah lagi.
“Bentar, Mak. Arum ambil dulu catatannya.”
Arum pun beranjak ke kamarnya untuk mengambil catatan pembukuan Gokil. 
Sambil membuka-buka catatannya Arum senyum-senyum. Ia tampak puas melihat deretan angka-angka yang tertera di sana.

“Mba...kok malah senyum-senyum. Dilaporin hasil catatannya,” Satrio tampak tak sabar.

“Sabar..sabar... Jadi....ada dua kabar nih. Mau yang baiknya dulu atau sebaliknya?” tanya Arum.

“Ini terkait pertanyaan Emak ya....”

“Terserah Mba Arum aja.”

“Kalau melihat catatan Mbak ya, berdasarkan uang yang disetor dan pengeluaran-pengeluaran yang ada,  maka saldonya sebenarnya cukup aja buat nambah armada baru, tapi nyicil ya. Trus..nambah karyawan juga masih bisa. Tapi...,” Arum sengaja menggantung kata-katanya.

“Tapi apa Mba?” tanya Bagas penasaran.

“Tapi...itu berarti gaji kita ngga bisa dibayarkan 100%, karena nambah armada dan karyawan kan berarti juga nambah peralatannya. Trus...motor kalian bisa dibeli tapi dipakai dulu untuk armada baru untuk penghematan,” kata Arum sambil nyengir.

Keluarga GokilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang