Voment ya^^
Hari ini sudah tepat hari ketiga Baekhyun menginap di rumah sakit. Sebetulnya Baekhyun merasa bahwa tubuhnya sudah mumpuni untuk kembali bekerja sejak kemarin. Tapi karena Je A yang terlihat keberatan membuatnya urung untuk berbicara dengan dokter jaga. Dan disinilah Baekhyun berada sekarang. Duduk manis menatapi Je A yang masih lelap di bangsalnya sembari mengingat ulang keadaan kacau Je A semalam.
Diusapnya pelan luka di sudut bibir kiri wanita itu. Matanya masih terlihat sembab karena tangis hebatnya. Dalam alam bawah sadar pun Je A masih membawa sisa isak tangisnya yang membuat Baekhyun hanya memejamkan mata berapa jam sebelum matahari menunjukan cahayanya.
Infus di tangannya baru saja dilepas. Baekhyun sangat risih dengan benda itu karena merasa jika dia masih sanggup mencerna makanan tanpa bantuan obat. Pergerakannya terbatas karena tangan kirinya harus dibebat untuk mungkin beberapa minggu ke depan.
Jam di ponsel sudah menunjukan pukul setengah sembilan saat Baekhyun melihatnya. Lantas saat dia mendongak, dia bisa melihat Je A mengerjap terjaga.
"Kenapa tidak membangunkanku?"
"Lebih baik melihatmu tidur mendengkur daripada melihatmu menangis terisak."
Je A mengikat rambutnya asal sembari mendumal membalas ucapan Baekhyun. Dua-duanya menarik kesimpulan bahwa sebenarnya Baekhyun mengatainya berisik.
"Kau tidak tidur di sofa kan?" Je A menyentuh tangan Baekhyun untuk memastikan bahwa bengkak disana sudah mengempes, "Jangan bilang aku melukai tanganmu?"
Baekhyun menatap jengah, "Apa kau tidak berniat membasuh wajahmu dulu sebelum mengoceh lebih banyak dari ini?"
Tanpa menjawab, Je A menghentakkan kakinya menuju kamar mandi. Baekhyun sendiri mendengus menahan senyuman melihat sorot tajam Je A saat melewatinya. Tak lama, Je A kembali dengan wajah yang lebih terlihat segar.
Baekhyun yang sudah duduk di sofa menghadapkan diri pada Je A yang mengeringkan wajahnya dengan handuk. Dirangkumnya sisi wajah wanita itu dan mengusap sudut bibirnya dengan lembut. Meski samar, Je A bisa melihat bahwa sorot Baekhyun menajam untuk beberapa saat sebelum menatap matanya.
"Tidak apa-apa. Hanya robek sedikit." Je A melipat bibirnya, lalu dia menyadari sesuatu, "Oh, infusmu?? Dimana infusmu?"
"Aku tidak membutuhkan itu." Jawab Baekhyun mendesah kecil, "Ayo ke taman. Aku perlu udara segarㅡkemana?"
"Katamu ke taman? Aku akan mengambil kursi roda." Jawab Je A yang membuat Baekhyun berdecak geram.
"Aku punya kaki dan mereka baik-baik saja. Berhenti menatapku begitu." Tukas Baekhyun dengan suara beratnya. "Sungguh, dari kemarin kau seolah menganggapku sangat lemah. Aku tidak suka."
"Ya, kau lupa kepalamu baru saja ditimpa banyak balok?!" Balas Je A sengit, "Kan barangkali kau masih sakit kepala. Jahitanmu bahkan masih basah. Aku hanya khawatir kakimu gemetar seperti kemarin. Sia-sia sekali. Ough, baiklahㅡkau sudah kembali pada dirimu. Sudah jelasㅡkau pasti sudah sembuh, ck."
Saat Je A mendahuluinya pergi, Baekhyun masih terduduk frustasi. Sejenak, matanya terpejam dan mengambil napas dalam.
"Kenapa sekarang jadi aku yang selalu kalah?!" Gumam Baekhyun mengepalkan tangan. Lantas dia meraih dua mantel dengan kasar dan menyusul Je A untuk menuju taman di lantai tujuh yang hanya berbeda dua lantai dari ruang inapnya berada.
Udara benar-benar sangat dingin. Matahari tidak secerah biasanya karena tertutup kabut. Di taman pun hanya terlihat dua pasien bersama kerabat mereka yang menandakan bahwa di dalam akan terasa lebih nyaman daripada membekukan diri di luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADDICTIVE - Byun Baekhyun
FanfictionCOMPLETE // Mature Content. Byun Baekhyun tidak terlahir sebagai pria yang baik. Dia diktator yang tidak mengijinkan siapapun untuk menolak apa yang ia inginkan. Semudah meniup debu, dia bisa menghancurkan penentang seperti itu. Terutama saat ia men...