Selalu terbangun di jam empat pagi menjadi rutinitas Je A hampir dua minggu terakhir. Mual yang tiba-tiba hadir membuatnya tidak bisa melanjutkan tidurnya sampai matahari benar-benar terbit. Yang dia khawatirkan adalah munculnya kecurigaan Baekhyun dengan keadaannya sekarang. Meskipun dirinya mengatasi mualnya di kamar mandi dekat dapur, Je A tetap selalu di dera kewaspadaan level maksimal seandainya Baekhyun terbangun tiba-tiba dan mendapati kondisi kacaunya seperti yang terjadi sekarang.
Je A mengusap air mata yang merembesi kelopaknya. Tidak ada apapun yang keluar dari mulutnya meski mual itu terus terasa seperti mengaduk ulu hatinya hingga ke pangkal kerongkongan. Kepalanya pening hebat, bahkan untuk berdiri pun Je A butuh dinding untuk menjadi penopangnya.
"Sampai kapan akan begini?" Gumamnya serak.
Tubuh Je A terasa kehabisan tenaga. Tapi dia tidak bisa menunjukan itu di hadapan Baekhyun atau siapapun. Tatapan nelangsanya jatuh pada perutnya. Kilas balik memori masa lalu kembali mencoba menguras tenanganya. Di depan cermin itu, Je A bisa melihat bayang wajahnya yang terlampau pucat dan lemas.
Kejam adalah kata yang pantas tersemat di tengah namanya. Dia pernah berucap sangat hina sebagai seorang wanita. Hati nuraninya sedang mati saat berucap akan menjadi pembunuh anaknya sendiri jika apa yang Baekhyun lakukan membuahkan nyawa lain dalam dirinya.
Mengingatnya membuat Je A bersandar pada dinding dan terduduk tanpa tenaga. Jantungnya berdenyut sakit. Bahkan mengutuknya tidak cukup. Seharusnya dia tidak pantas menjadi seorang ibu untuk anak-anak yang tidak bersalah.
"Maaf. Maafkan aku." Ucapnya meringis penuh sesal.
Je A tidak tahu kenapa hatinya menjadi serapuh ini. Mungkin ini yang disebut ikatan batin antara ibu dan anak. Sejak tahu bahwa ada nyawa lain dalam dirinya, Je A sangat berhati-hati dalam melakukan apapun seolah takut dirinya terluka dan berdampak pada kehamilannya. Jangankan betulan menggugurkan, mengingat dia pernah mengatakan hal kejih itu saja Je A merasa sangat biadab.
Dia tahu mungkin Tuhan tidak akan mengampuninya atas ucapan-ucapan hinanya dulu. Tapi dia bersumpah akan menjaga calon bayinya meski mungkin, Baekhyun tidak menginginkannya ada.
Setelah berhasil menenangkan diri, Je A membasuh wajahnya dan keluar kamar mandi. Dia menuju dapur untuk mengkonsumsi makanan asam seperti yang selalu menjadi alternatifnya beberapa waktu belakangan. Selain itu, sembari menunggu fajar, dia juga menghabiskan waktunya untuk menyiapkan keperluan Baekhyun sebelum ke perusahaan.
Je A berniat mengambil ponselnya ke kamar. Tapi langkah lemahnya berubah cepat saat mendengar gumam yang disuarakan oleh Baekhyun dalam tidurnya. Pria itu masih memejamkan mata bahkan meskipun Je A mengguncang bahunya berulang kali. Keringat dingin berembun di keningnya, membuat Je A semakin keras memanggil namanya.
Gumam serak Baekhyun terdengar menyebut nama Kyumi. Meski bukan pertama kali Je A mendengar itu, tapi ini sudah lama sejak Baekhyun memimpikan Kyumi sampai seperti ini. Mendadak, Je A merasa bersalah karena menebak bahwa ini terjadi karena sikapnya tempo lalu. Dia terlalu menekan Baekhyun meski tidak bermaksud sampai begitu.
"Baekhyun~ssi." Je A menepuk pipi Baekhyun beberapa kali, "Byun Baekhyun, bangun."
Panggilan terakhir itu menyentak Baekhyun untuk tertarik dari mimpi buruknya. Ekspresi kalut dan takutnya menyelimuti wajah. Ada kekacauan yang nampak pada pandangannya dan itu membuat Je A khawatir bukan main. Diraihnya gelas air di atas meja dan menyodorkannya pada Baekhyun.
"Kenapa?" Tanya Je A lembut, diusapnya keringat yang membasahi kening Baekhyun sembari menanti jawaban, "Kau mimpi buruk lagi??"
Usapan kasar Baekhyun di wajahnya seperti sebuah jawaban untuk Je A. Diusapnya pelan punggung Baekhyun sembari menatapi sisi wajah pria yang tengah menegak air hingga tandas itu. Usainya, Je A masih diam, menunggu Baekhyun menyesuaikan diri untuk lebih tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADDICTIVE - Byun Baekhyun
FanfictionCOMPLETE // Mature Content. Byun Baekhyun tidak terlahir sebagai pria yang baik. Dia diktator yang tidak mengijinkan siapapun untuk menolak apa yang ia inginkan. Semudah meniup debu, dia bisa menghancurkan penentang seperti itu. Terutama saat ia men...