"Hime! Jangan lari-larian!" seru seorang perempuan yang mengenakan baju terusan selutut berwarna salem saat batita berusaha lari untuk mengejar bocah lelaki, oh coret kata bocah karena ia sudah remaja dan menolak keras disebut bocah, setelah ia terjatuh beberapa kali.
"Dia itu jalan, bukannya lari. Lagian tenang aja sih, Aksa bisa kok jagain Hime. Gue bahkan lebih percaya dia yang main sama anak lo ketimbang Farras." perempuan dengan rambut yang ia potong sebahu baru-baru ini berucap, ia mengusap perut ratanya sekali setelah menyindir Farras yang melotot.
"Kenapa sih sama gue? Anak lo mirip sama gue baru tahu rasa!" ucapan itu lantas membuat Damayanti, perempuan yang tengah hamil tadi, mengetuk meja tiga kali seraya berkata amit-amit.
"Rhe! Bengong aja, belum dapet kabar dari Anu?" Farras mengubah topik pembicaraan lantaran melihat Rhea yang sibuk sendiri dengan dunianya. Ia terlihat lebih banyak melamun akhir-akhir ini.
"Ha? Oh, iya, gak ada."
"Makanya ja-- Aw! Sakit, Damayanti! Untung lo hamil! Kalau gak lo udah gue ajak gelut sekarang! Lo hamil baru dua minggu tapi mukul gue sering banget!"
"Gimana dong? Anak gue ngidam mukulin lo, Ras." ujar Damayanti dengan tampang datarnya.
"Kampret ya lo, ngidamnya gak ada yang normalan dikit apa?"
"Emangnya kalau gue kepengen badut ancol tengah malem lo mau bawain ke rumah gue?" tantang Damayanti.
"Ogah lah! Gue gak ikut andil diproses buatnya tapi gue yang diribetin!" Farras berkelit saat melihat tangan Damayanti yang sudah terangkat, hendak memukulnya lagi.
"Hari ini gak ada kerjaan, Nadi?" Rhea akhirnya bersuara setelah bosan mendengar keributan Damayanti, yang akhir-akhir ini menjadi lebih bawel, dan Farras.
Nadira menggelengkan kepalanya, "Gak, gue sangaja ngosongin jadwal. Kan udah janjian ngumpul sama kalian. Hime juga nagih ketemu Aksa dan Kata terus."
"Lancar?"
Nadira tersenyum lebar mengingat kalender di ponselnya yang terisi jadwal dengan klien meskipun belum banyak. Setidaknya ia bisa menghasilkan uang dan membiayai hidupnya juga Hime. "Puji Tuhan, Rhe, word-of-mouth marketing ngaruh banget di lini kerjaan gue. Gak percuma dulu kuliah." ia berkelakar.
Rhea yang sedari tadi terlihat muram, tersenyum melihatnya. Nadira memerhatikan perempuan itu yang memiliki kantung mata hitam berukuran besar, wajahnya juga terlihat letih." Good then. Kemarin gue habis ngobrol sama klien, terus gue cerita soal pekerjaan lo dan dia minta kontak. Katanya mau pakai jasa lo, gue udah kasih sih. Nanti mungkin dia hubungin."
"Thank you, Rhe. Lo yakin gak mau tiduran aja? Lo istirahat cukup?" tanyanya khawatir.
"Nah, I'm good. Kalau sendiri malah otak gue jalan ke mana-mana."
"Gak ke mana-mana, Rhe. Jelas arahnya dan kayak jalan tol, lancar jaya." celetuk Farras yang sudah kembali duduk di meja makan, tangannya menyomot keripik kentang yang berada di mangkuk bening.
"Hime gak nanyain bapaknya?" Rhea kembali mengalihkan pembicaraan.
Nadira mengesah. "Nanyain, gue masih bingung jawabnya."
"Bilang aja, 'Nak, bapakmu sudah mati, tewas, dead, end.'." dan ia mendapat pukulan lagi dari Damayanti.
"Sumpah ya, Dam, begitu lo lahiran gue tabokin tangan lo sampe memar!" teriak Farras, ia mengusap tangannya yang memerah.
"Ngomong lo, itu bapaknya Hime, suka gak suka ya hormatin." Damayanti berujar dengan sengit.
"Sudah, sudah. Kepala gue pusing, kalian ribut mulu." Nadira menengahi mereka, "Gak capai apa ribut mulu? Lagian, Ras, lo kan hobinya gangguin Rhea, setop gangguin Dam-dam."
"Bukan gue yang mulai, Nadi! Gak lihat apa tangan gue merah ni! Merah!"
Wkwkwkw
Kembali lagi dengan kuartet ini, bisa nebak gak ini cerita siapa?
26/11/20
Jupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.
Thank you :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...