Arga's | 3.9

272K 13.3K 2.3K
                                    

Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading!

Arga melangkah memasuki apartmentnya. Masih berantakan sama persis seperti dua minggu lalu sejak pertengkarannya dengan Kiara saat itu. Selama ini Arga selalu menginap di tempat Bastian, tidak ada alasan lain selain berusaha melupakan pertengkarannya dengan Kiara.

Hari ini gadis itu akhirnya terbangun dari tidur panjangnya. Tiga belas hari. Cukup lama— bahkan sangat lama menurut Arga.

Tapi ketika ia tau Kiara sudah bangun dari komanya, Arga justru tidak berniat langsung mendatangi rumah sakit. Ia terlalu takut berhadapan dengan Kiara. Katakan Arga pengecut, memang seperti itu faktanya. Arga takut melihat tatapan penuh kebencian Kiara.

Arga melangkah mendekati sudut sofa, meraih test pack yang saat itu ia lempar dari tangan Kiara. Tanpa sadar Arga meremasnya kuat. Bukan karena masih membenci janin itu, tapi membenci dirinya sendiri yang selalu bertindak bodoh di saat-saat penting.

Kenapa Arga harus menolaknya malam itu?

"Arga?"

Tubuh Arga tersentak kemudian memasukkan testpack tadi ke dalam saku celananya sebelum menoleh ke arah sumber suara. Pamelo sudah berdiri menatapnya sambil tersenyum tipis. Putra sulungnya nampak begitu kacau dengan kantung matanya yang menghitam jelas.

"Kamu kurang istirahat ya?" lirih Pamelo menyentuh rahang tegas putranya lembut. Mata wanita paruh baya itu perlahan mulai berkaca-kaca melihat bagaimana keadaan Arga saat ini. Putranya itu selalu mengedepankan penampilan, lalu saat ini? Arga bahkan tidak mencukur bulu-bulu halus di sekitar rahang tegasnya.

Arga tersenyum tipis. "Kurang main." ucapnya tidak nyambung, asal Pamelo tidak menanyakan alasannya, Arga siap menjadi bodoh untuk yang kesekian kali.

"Kamu gak mau jenguk pacar kamu? Kiara udah sadar tadi pagi, sayang." ucap Pamelo memperhatikan raut wajah putranya yang masih terlihat kosong.

Arga menggeleng pelan. "Nanti aja. Arga mau urus surat-surat pindah dulu." ucap Arga melangkah ke arah kamarnya.

"Ga, kamu gak tertarik sama bisnis?" tanya Pamelo menghentikan langkah kaki Arga yang sudah menjauh. Cowok itu masih diam tidak merespon pertanyaan Maminya, memangnya apa yang bisa Arga katakan sekarang?

"Maafin Papi sama Mami udah maksa kamu ke Amerika untuk belajar bisnis. Mami gak tau—"

"Gak papa. Mami sama Papi gak salah, itu udah jadi kewajibannya Arga lanjutin bisnis Papi." potong Arga cepat sebelum Pamelo melanjutkan ucapannya.

Wanita paruh baya itu mengangguk pelan. "Kamu mandi aja, kita ke rumah sakit. Soal kepindahan kamu, nanti Mami bicara lagi ke Papi kamu." ucap Pamelo mau tidak mau membuat Arga mengangguk setuju.

Meski cowok itu belum siap menjenguk Kiara saat ini. Gadis itu tidak membutuhkan dirinya. Justru sebaliknya, Arga yang membutuhkan Kiara saat ini. Tapi ia cukup tau diri sekarang. Semuanya sudah tidak sama lagi setelah ia dengan bodohnya menyuruh Kiara menggugurkan kandungannya.

Arga's [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang