Part 8 | Memori Mimpi

11.9K 1.9K 60
                                    

Thana terdiam selama beberapa saat dengan pandangan mata yang tak lepas dari buku bersampul biru itu. Ia masih penasaran dengan makna dibalik keberadaan buku yang bahkan tidak memiliki satu katapun didalamnya.

Helaan napas lelah keluar dari bibir tipisnya, menyadarkan ia dari ketidak mampuannya dalam menganalisis lebih jauh mengenai buku itu.

Meninggalkan kamar, ia memutuskan untuk ke dapur, mencari sesuatu yang dapat membuat perutnya terisi.

Sampai di sana, ia membuka lemari es. Berjejer banyak sayur di bagian bawah, minuman dingin di pintu, dan makanan ringan di bagian tengah.

Cukup banyak untuk ia merasa kenyang. Tapi, semua yang tersedia hanya makanan ringan. Itu tidak baik untuk kesehatannya. Sebagian dari makanan ringan mengandung zat yang mampu merusak tubuh.

Ia tak ingin menderita karena penyakit di tubuhnya, setidaknya disini ia ingin sehat.

Thana mengambil 2 bungkus makanan ringan, satu buah apel dan segelas susu coklat. Membawanya ke meja pantri dan memakannya dalam diam.

Suasana cukup hening. Para pekerja tidak ada yang berani masuk ke dalam Mansion saat malam hari. Kebanyakan pria besar berdiri di depan pintu dan berkeliling Mansion untuk menjaga keamanan.

Sedangkan pelayan wanita, Chaffinch melarang mereka memasuki Mansion di malam hari. Ia risih jika terlalu banyak wanita mengisi rumah itu.

Namun saat pagi menjelang, Mansion di penuhi dengan pelayan wanita yang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Menjalankan kewajiban tanpa menyedot perhatian lebih dari atasannya. Mereka yang bekerja disini cukup mahir dalam hal itu.

Meski lapar, Thana tidak bisa membawa begitu saja pelayan wanita dari kamar mereka. Thana ingat jika disini, Cecil tidak di sukai, bahkan oleh pelayannya.

Jika ingin memasak, hal itu akan menimbulkan masalah. Baik Cecil maupun Thana tidak pernah menyentuh peralatan dapur. Nilai akademik materi tata boga mereka nol besar.

Dapur dengan kedua orang itu adalah musuh besar. Membiarkan kedua orang itu menyentuh dapur hanya akan membawa masalah yang besar.

Oleh karena itu, ia tak ingin menyentuh dapur meski tahu perutnya sangat lapar. Ia lebih baik kelaparan dari pada harus terkena omelan dari Chaffinch.

Asik dengan makanan di didepannya membuat Thana tak sadar jika kini bukan hanya ia yang berada di dapur, melainkan ada seorang pria tinggi sedang menatapnya tajam dari kegelapan di ujung sana.

Memantaunya dengan tatapan tajam, ia sudah berada di sana sejak gadis itu mulai mengabsen setiap hal yang ada di lemari es.

Chaffinch, ia tahu adiknya pulang tanpa menaiki kendaraan, ia juga tahu keadaan gadis itu yang kelaparan.

Tapi, sekali lagi, tak ada yang tahu apa yang ada di pikirannya saat ini. Melihat gadis itu tanpa melakukan apapun. Menatapnya tajam tanpa berpikir untuk bergerak, memantaunya seakan ia CCTV yang dirancang untuk memantau kegiatan seseorang. Sekali lagi, tak ada yang tahu apa yang sedang ia cari dan pikirkan saat ini.

Bahkan sampai gadis itu meninggalkan dapur setelah membuang sisa makanannya, Chaffinch masih setia menatapnya dengan tajam.

Terdiam beberapa saat, ia kemudian beranjak. Menempati posisi yang di tinggalkan gadis itu, dan menatap meja dengan pandangan yang sulit di baca.

Lama merenung dalam kesunyian, ia di kejutkan dengan kedatangan adiknya.

"Maaf. "

Kalimat singkat hampir tak terdengar menyapa telinga tajamnya. Ia menoleh ke arah dimana adiknya berdiri, memandangnya dalam diam dan mengacuhkannya kembali.

Mute VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang