Hari senin, hari yang mungkin saja menyebalkan bagi hampir seluruh pelajar di negeri ini. Apalagi, untuk gadis itu, Thana.
Setelah satu hari 2 malam dilingkupi pikiran yang menambah bebannya. Ia harus datang ke sekolah dengan wajahnya yang sangat berantakan.
Lingkar hitam di matanya tak dapat tertutupi oleh bedak yang ia gunakan, juga wajah putihnya yang terbiasa bersinar, kini terlihat kusam tak terawat.
Setelah ucapan yang membuat sel saraf yang berada di dalam tubuh Thana membeku, ia dilingkupi ketakutan di setiap langkahnya dalam rumah besar itu.
Tak ada yang bisa memecahkan kata-kata dari kakaknya. Ia tak mampu memikirkan dengan pasti apa maksud dari tindakan kakaknya. Semuanya asing bagi Thana. Sifat yang di tunjukkan juga bagaimana perilaku kakaknya membuat ia takut.
Rumah besar itu tak lagi terasa suram, melainkan menakutkan. Disetiap langkahnya, Thana tak merasa aman. Ia merasakan banyak pasang mata yang selalu mengikuti langkahnya. Dan itu membuat Thana tak berani keluar kamar di hari minggu kemarin.
Malamnya terasa dingin saat ia mencoba memejamkan mata. Jantungnya terus berdebar kencang saat pikirannya melayang jauh. Sampai akhirnya, ia baru bisa tertidur jam 3 pagi. Kemudian bangun kembali jam 5.
"Hah~ semua terasa menakutkan saat aku berada di rumah. "
Thana bergumam pelan di tengah langkahnya menuju kelas. Beberapa siswa-siswi yang di lewatinya mencuri pandang ke arahnya saat melihat wajahnya yang sangat jauh dari kebiasaannya. Sebelum kemudian berbisik dengan kumpulannya.
Thana tak perduli, matanya sudah sangat berat, meminta untuk menutup untuk terlelap. Kepalanya juga pusing, ia membutuhkan tidur saat ini.
Saat sampai kelas, ia menaruh tasnya di meja kemudian menghampiri Cabel, yang terlihat menulis sesuatu di bukunya.
"Bel, pelajaran apa nanti? "
Cabel yang mendengar suara rendah Thana mendongak dengan mata berbinar.
"Sejarah! " jawabnya cepat. Cabel begitu senang melihat Thana datang menghampirinya. Beberapa hari yang lalu, Thana tak terlihat memiliki niat untuk berteman atau bahkan mengenalnya. Tapi, kini Thana datang lebih dulu untuk mengajaknya bicara. Cabel bangga dengan dirinya sendiri, karena menjadi satu-satunya orang yang mampu berbicara dan dekat dengan Thana.
Tanpa membalas, Thana pergi meninggalkan kelas. Juga meninggalkan Cabel yang melongo di buatnya. Tapi tak ayal, senyum lebar menghiasi wajah manisnya.
Dengan terkantuk-kantuk, Thana mencoba memfokuskan pandangan agar tak menabrak orang. Namun, hal itu terasa sia-sia saat beberapa saat kemudian dia sudah terduduk di lantai setelah bahunya terdorong keras.
Meringis, ia berdiri dengan mengusap bagian belakang tubuhnya yang terbentur lantai.
"Maaf, " suara berat memasuki indera pendengarannya.
Thana mengangguk singkat tanpa ingin memperpanjang masalah. Baginya, bisa jadi itu bukan hanya lelaki itu yang salah. Ia bisa juga salah karena berjalan dengan mata yang tak fokus pada jalan.
Thana berjalan meninggalkan lelaki itu tanpa sepatah katapun. Ia benar-benar lelah, dan yang ia butuhkan sekarang adalah kasur.
Tapi, baru 2 langkah ia sudah berhenti. Memutar kepala kebelakang, ia melihat punggung kokoh berbalut kemeja biru yang berjalan menjauhinya.
'Dia.... Bukan guru disini kan? '
Menghempaskan pikirannya yang melayang, Thana kembali mengambil langkah menuju UKS.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mute Villainess
FantasíaR16+ Dulu, kupikir selama aku diam semua akan baik-baik saja. Kini aku sadar, bahkan dalam sunyi, tak ada tempat bagiku untuk bersembunyi. Dia mampu mengetahui keberadaan ku, bahkan di tempat paling sunyi, dengan bibir tertutup rapat. ➹➷ "Padahal a...