'Semua ini, aku ingin menghindarinya. Tapi jika aku melakukan itu, kemana aku akan pergi? '
...
Mengerjap pelan, jari-jarinya mengusap mata yang terlihat sayu. Thana, gadis itu baru saja terbangun dari tidurnya.
Begitu matanya mulai berfungsi, ruangan yang di tempatinya berbeda. Ia tak lagi berada di ruangan terbuka yang berisi taman di belakang sekolah, melainkan ruangan tertutup berdinding putih dengan tirai penyekat di kanan kirinya dan sebuah ranjang tempatnya terbaring.
Ia mengenali ruangan ini. UKS sekolah. Tempat yang belum ia masuki sejak menginjakkan kaki di sekolah ini.
Mengenai siapa yang membawanya kesini, ia tak perlu bertanya lagi. Jelas itu Caden. Meski alasannya ia tak tahu apa, tapi ia cukup berterimakasih atas niat baiknya karena telah memindahkannya ke dalam ruangan nyaman ini.
Tapi, mungkin ucapan terimakasih nya tak ada artinya. Nyatanya, ia tidak begitu dekat dengan Caden. Caden dan ia memiliki garis batas yang terbentang jauh.
Visi misi mereka berbeda jauh. Hal itu membuat Thana enggan mencarinya untuk berterima kasih.
Jikapun ada kesempatan, Thana hanya bisa mencoba untuk melupakannya. Bukan maksud untuk tidak tahu terimakasih, tapi saat ini ia bukan Thana. Identitasnya sebagai Cecil membuat gerak tubuhnya terbatas oleh ruang tak kasat mata.
Mereka yang membencinya akan mulai mencari celah untuk lebih menghancurkannya.
Belum cukup di jauhi satu sekolah karena sikapnya, mereka masih sering bergosip dibelakangnya. Mengenai betapa buruk sikapnya.
Untuk mempertahankan hidup di dunia yang kejam ini, tidak bisakah ia mencoba untuk lebih kejam?
Ia bukan orang naif. Segala sesuatu yang menjadi langkah awalnya selalu memiliki pondasi yang kuat. Termasuk, hal pertama yang ia lakukan saat ia mulai menjalankan peran sebagai Cecil.
Semua sudah ia pikirkan. Mengenai apa yang bisa dan tidak bisa ia gapai. Ia tahu betul semua itu.
Melihat jam yang telah menunjukkan pukul 3 sore, Thana mulai bergerak.
Kelasnya berada di lantai 2, tapi UKS berada di lantai satu dekat lapangan upacara. Hal itu membuat Thana lemas. Setelah bangun tidur, memang tubuhnya lebih ringan dari sebelumnya, tapi karena ia baru saja bangun hal itu membuat tubuhnya belum benar-benar mampu menerima beban tubuh saat ia berdiri.
Rasa lemas masih ia rasakan akibat dari mengistirahatkan tubuhnya. Dengan sedikit dorongan, ia akhirnya keluar dari UKS menuju kelas.
Tangga yang tak pernah ia hitung terasa sangat panjang di pandangannya. Ia ingin berdiam disini, tapi itu bukan solusi.
Ia harus bergerak sekarang atau rasa malas kembali memeluknya seperti lintah.
Satu-persatu langkah kaki yang dibawanya sampai pada kelas yang di tuju.
Tersisa satu tas dengan peralatan tulis di atas meja. Hanya miliknya. Ya, semua sudah membubarkan diri. Entah pulang ke rumah mereka atau ketempat lain, ia tak perduli.
Yang ia inginkan, cepat mengambil tas itu dan bergegas ke depan pagar untuk melihat keberadaan sopirnya.
Sepanjang perjalanan menuju gerbang depan terasa sangat lambat. Letak gedung sekolah dengan gerbang depan sangat jauh.
Thana tak pernah mengerti jalan pikiran orang yang membuat segala sesuatu dengan berlebihan seperti ini.
Jika di uraikan, sekolahnya cukup merepotkan. Sekolah ini memiliki 4 gedung dengan fungsi masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mute Villainess
FantasíaR16+ Dulu, kupikir selama aku diam semua akan baik-baik saja. Kini aku sadar, bahkan dalam sunyi, tak ada tempat bagiku untuk bersembunyi. Dia mampu mengetahui keberadaan ku, bahkan di tempat paling sunyi, dengan bibir tertutup rapat. ➹➷ "Padahal a...