Part 10 | Mendekat

11.5K 2K 25
                                    

Bel berdering beberapa saat lalu, menandakan waktu belajar telah usai, diganti dengan waktu istirahat untuk warga sekolah.

Thana berjalan ke luar kelas menuju kantin. Satu tempat yang di penuhi puluhan siswa-siswi di sekolah. Tempat yang akan menjadi favorit setiap pelajar di sekolah.

Sepanjang jalan, ia terus menatap ke depan. Tanpa berniat untuk sekadar menoleh untuk memperhatikan lebih bangunan sekolahnya.

Saat ditengah perjalanan, satu panggilan di belakang mampu membuat Thana menoleh dengan lambat.

"Cecil! "

Sebelah alis Thana terangkat ditengah kebingungannya. Siswi baru itu, memanggilnya dengan kencang. Hal itu membuat beberapa siswa-siswi yang berada di Koridor mengalihkan perhatian ke arahnya.

Cabel terlihat berlari kecil untuk menjangkau langkahnya. Thana terdiam ditempat, menunggu sampai Cabel tiba didepannya.

"Tau dari mana? "

Pertanyaan pertama yang keluar dari bibir Thana yang tak terlihat sekalipun menarik sudutnya.

"Apanya? "

Wajah manisnya yang memerah terlihat menggemaskan saat matanya menatap bingung ke arah Thana.

"Nama."

Acuh, Thana mencoba acuh untuk terlihat biasa. Banyak kata yang ingin ia keluarkan dari bibirnya, namun, lagi-lagi ia harus menahannya.

"Oh~ aku mengetahuinya dari beberapa teman kelas. "

Tanpa melihat lebih, Thana memutar badan, kembali mengambil langkah yang tertunda.

"Aku tak tahu kamu sedingin ini. Ku kira, kamu tidak seperti ini. "

Dia berbicara dengan terus mengikuti langkah Thana. Sifat cerianya membuat pemandangan menjadi aneh.

Dia berbicara tanpa henti untuk membuka obrolan. Namun, Thana tak sedikitpun ingin menanggapinya.

Sampai tiba di kantin, Thana dengan cepat mengambil antrean. Kantin tidak terlalu ramai saat ini. Mungkin, hal itu karena ia yang datang lebih awal dari biasanya.

Cabel mengikuti di belakang, dengan wajah yang terlihat memindai ruangan ini.

Begitu Thana telah mendapatkan pesanannya, ia berbalik, berniat untuk langsung meninggalkan kantin. Tapi, cekalan di tangannya membuat ia tak dapat melanjutkan niatnya.

"Kenapa kamu terburu-buru? Lebih baik untuk memakannya di kantin. Suasana ramai bagus untuk mu. "

Thana ingin menolak, tapi melihat ekspresinya yang begitu imut membuat Thana mengikutinya dengan pasrah.

Satu langkah menuju kehidupan normal.

Itu yang di tanamkan Thana saat ia ragu dengan keputusannya saat ini. Ia mengambil tempat di bagian pojok kantin. Jauh dari keramaian namun dapat melihat seisi ruangan dengan jelas.

"Apa ini tempat yang biasa kamu gunakan? "

Thana menggeleng acuh pada pertanyaannya. Ia dengan pelan memakan makanannya. Tanpa perduli dengan kondisi di sini.

Melihat tanggapan Thana yang acuh, Cabel memilih diam dan melihat sekitarnya sembari sesekali menyuapkan makanan ke mulut.

5 menit dilalui keheningan di antara kedua orang itu, Cabel membuka suara tanpa mengalihkan pandangannya.

"Cecil, siswi itu, siapa dia? "

Thana mengangkat wajahnya, dan mengikuti pandangan mata Cabel. Melihat apa yang terjadi di sana, Thana hanya terdiam menyaksikan.

"Tata Maheswari. "

Cabel yang mendengar jawaban Thana sontak mengalihkan pandangan ke arah Thana yang terlihat acuh, kemudian menganggukkan kepalanya.

"Apa dia memang selalu di bully seperti itu? Ku pikir dia terlihat cantik dan baik. Apa alasannya menjadi bahan bully-an? "

Cabel menopang kepalanya dengan sebelah tangan tanpa mengalihkan pandangan dari adegan di sana. Sedangkan Thana, ia menyaksikan dengan seksama apa yang terjadi di sana.

"Cecil, tidak kah kamu ingin membantunya? "

Mendengar ucapan Cabel, Thana terdiam sejenak.

'Membantunya? Tidak. Ia tidak membutuhkan itu. '

"Dia tidak membutuhkannya. "

Cabel memandang Thana dengan bingung. Alisnya terjalin rapih dengan kening mengkerut.

"Kenapa? "

Thana tak menjawab. Fokusnya kembali pada makanan yang belum sempat ia habiskan.

Melihat drama di depannya membuat ia muak. Sebentar lagi, Pangeran sekolah akan datang untuk menyelamatkan ratu mereka.

Dan ia, tidak ingin terlibat dalam drama remahan seperti itu. Menurutnya, semua terasa memuakkan. Segalanya membuat ia mual.

Thana tau Tata itu baik, tapi jika kebaikannya di salah gunakan, maka orang seperti dirinya yang akan terkena imbasnya.

Ia tak ingin di jadikan kambing hitam. Hidupnya sudah cukup suram karena ini, jadi dia tak ingin menambah masalah kedalam hidupnya.

Jika ia bisa menghindarinya, maka ia akan menghindar. Tapi jika tidak, menghadapinya dengan logika merupakan solusinya.

Ia percaya pada otaknya. Kebanyakan yang ia tanam adalah kemampuan berpikirnya.

Dibandingkan perasaan, ia lebih menggunakan logika dalam mengambil keputusan. Thana tak ingin tersesat akan perasaannya yang mudah terombang-ambing. Logika lebih baik untuknya.

"Hah~"

Cabel mendesah pelan saat ia menemukan jawaban atas ucapan Thana barusan.

Dengan lemah dan bosan, ia membuka suara dengan pandangan yang tak lepas dari adegan didepannya.

"Kamu benar. Orang sepertinya tidak membutuhkan bantuan dari mu. Seperti dalam novel remaja lainnya, dia seperti karakter utama. Saat mendapat kesulitan selalu ada yang menolongnya. Mana mereka memiliki wajah yang tak dapat di katakan rata-rata pula. Betapa beruntungnya ia. "

Thana mengelap bibirnya dengan tisu begitu makanannya habis. Meminum sedikit air dalam botol, lantas ia melihat adegan di sana.

Sebuah drama yang pernah ia baca dulu. Semua terlihat sama, persis seperti apa yang ia baca.

"Tidak. Kamu akan merasakan kesepian saat semuanya menghilang. "

Setelah mengatakan itu, Thana beranjak dari tempatnya membawa bekas makanan yang akan ia buang.

Cabel masih terdiam mencerna ucapan Thana tadi. Semua yang keluar dari bibir merah gadis dingin itu tak satupun yang ia mengerti. Perkataannya tidak dapat di jangkau otaknya.

Setelah terdiam beberapa saat, Cabel ikut berdiri dan berjalan untuk kembali mengikuti Thana.

"CECIL! TUNGGU AKU! "

Teriakan memekakkan telinga menderu se antero kantin hingga sebagian besar siwa-siswi mendelik jengkel ke arahnya.

Cabel acuh, ia berlari mengejar Thana yang sudah lebih dulu hilang di telan tikungan koridor.

➹MuteVillainess➷

December 31 2020

Mute VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang