Part 50 | Keputusan

6.1K 1.2K 47
                                    

Langkah tegas Chaffinch bawa saat dirinya berjalan ke sel bawah tanah. Di didepan nya, Clein menatap tajam ke arah Chaffinch.

Tubuhnya tak lagi terurus, rambut yang selalu terawat kini terlihat kaku dengan posisi tak beraturan. Tubuhnya perlahan mulai mengurus, membuat tulang rusuk pria itu terlihat jelas.

"Sampai kapan kau akan mengurungku? " geramnya di tengah-tengah napas yang tak lagi beraturan.

Chaffinch terdiam tak menjawab. Matanya memandang sinis Clein yang terlihat mengenaskan.

"Aku tak peduli dengan keadaanmu. Bahkan jika kau mati saat ini, itu bukanlah suatu hal yang luar biasa. "

Chaffinch melangkah pergi meninggalkan ruangan itu.

...

Tok... Tok... Tok...

Chaffinch mengalihkan pandangan ke depan, dimana pintu yang diketuk perlahan terbuka setelah ia mengizinkan seseorang masuk.

"Ada apa, Angel? "

Angel menunduk, terlihat gugup melingkupi dirinya. Matanya bergerak liar mencoba menemukan kekuatan sebelum membuka suara.

"Eum.. Aku... "

Dia menahan suaranya, mencoba mengumpulkan lebih banyak keberanian. Chaffinch melihat dalam diam tingkah aneh gadis didepannya.

"Jika tak ada yang ingin kau ucapkan, keluarlah. "

Angel kembali gugup, jika bukan sekarang, kapan lagi ia mampu mengeluarkan pendapatnya?

"Bisakah... Bisakah kau melepaskannya? " ucapnya pelan.

"Siapa yang kau maksud? " tanya acuh Chaffinch, matanya masih sibuk membaca dokumen dari laptop didepannya.

"Aku tahu kau sudah tahu siapa yang ku maksud. "

Chaffinch menghentikan jarinya yang berselancar di atas keyboard. Kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya ia turunkan. "Setelah itu, apa yang akan kau lakukan? Kembali bersamanya? "

Angel terdiam. Mampukah? Mampukah ia menghadapi Clein sendiri?

Dia memang dokter psikolog, tapi bukan berarti ia mampu menangani masalah yang di alami Clein seperti dia menangani Thana.

Pada dasarnya mereka berbeda. Angel bukan adiknya yang pernah terkurung bersama Clein. Tapi mengingat permintaan terakhir adiknya untuk menjaga pria itu, membuat Angel mau tak mau harus melakukannya.

"Anggap ini sebagai balas budi yang ku lakukan untuk gadis itu. "

Angel mengingatnya, saat dimana ia diselamatkan gadis kecil saat dirinya berada di titik terendah dalam hidup.

5 tahun lalu, ia berjalan lontang lantung tidak urus di tepi trotoar. Mendudukkan diri di halte bus sambil menatap kosong jalanan didepan.

Keadaan tubuhnya kacau, baju yang tak lagi rapih, rambut yang tak tertata, juga mata bengkak. Lebam dapat ditemukan dengan mudah saat seseorang menyingkap lengan bajunya hingga siku.

Bibir cerahnya pucat dengan sudut yang terluka. Jejak air mata masih dapat di lihat dengan jelas di pipi putihnya.

Disaat ia ingin mengakhiri hidupnya dengan melemparkan diri ke jalan yang ramai, seorang gadis dengan seragam putih biru menarik bajunya pelan.

Angel menoleh, menatap tanya pada gadis itu. Senyum manis menyapanya, tangan gadis itu terulur ke arahnya dengan permen Lollipop.

"Kakak, aku punya permen satu. Kakak aku tidak memperbolehkan ku untuk memakan permen lebih dari satu, tapi aku lupa dan membelinya di kantin siang tadi. Aku tak tahu harus memberikannya pada siapa. Kakak, kau mau kan memakannya? " Senyum polos di torehkan gadis itu.

Mute VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang