Part 23 | Hari Tenang

11.1K 1.8K 53
                                    

Pagi ini, upacara berlangsung dengan damai. Setelah mendengarkan pengumuman singkat dari kesiswaan, barisan upacara dibubarkan. Siswa-siswi yang sudah berjemur selama 30 menit berhamburan menuju kelas mereka.

Begitu pula dengan Thana dan Cabel. Mereka berjalan beriringan dengan langkah santai.

"Cecil, ku dengar tutor olimpiade kali ini seorang mahasiswa yang tampan? "

Thana tak tertarik dengan pembicaraan ini, tapi melihat betapa antusiasnya Cabel, ia ingin memberikan sedikit respon padanya.

"Oh ya? "

Cabel mengangguk semangat, membuat kedua cepolan rambutnya bergerak naik turun seiring kepalanya yang bergerak.

"Aku tidak tahu. " Thana tersenyum tipis tak berarti.

"Apa kamu tidak mengikuti Olimpiade, Cecil? "

Thana menggeleng, "tidak. "

"Ah~ sayang sekali. Padahal aku mengetahui jika nilai mu jauh lebih dari cukup untuk mengikuti Olimpiade. "

Thana tersenyum tipis mendengar ucapan Cabel.

"Masih belum cukup. "

Ya. Masih belum cukup untuk Thana berhadapan dengan banyak orang. Ia masih membutuhkan lebih banyak keberanian didalam dirinya.

"Nilai mu tidak kurang. Bahkan jika dibandingkan dengan siswi di kelas 11 MIPA 1, nilai mu masih unggul. "

Cabel benar. Tapi, bukan itu permasalahannya. Cabel tak mungkin mengerti mengenai ini. Hanya ia yang tahu sejauh apa potensinya.

"Kamu akan tahu saat gadis itu maju. "

Yang dimaksud sudah jelas. Hanya ada satu perwakilan yang akan dikirim sekolah, yaitu Tata. Alasan mengapa Cecil tidak diikut sertakan meski nilainya jauh lebih baik dari Tata adalah etitudenya.

Citra seorang Cecil sudah melekat kuat di dalam diri warga sekolah. Jika ada yang bertanya mengenai Cecil, maka sebagian besar dari mereka akan menjawab jika ia sosok yang harus dihindari.

"Aku tak percaya jika gadis itu yang akan menjadi perwakilan sekolah. "

Cabel bergumam tak suka. Menurutnya, Thana jauh lebih pantas dari dia. Tapi, Cabel tak mengerti dengan pemilihan guru yang tak mendasar itu.

Thana tersenyum. Bersama Cabel, Thana menyadari jika ia lebih mudah tersenyum. Tak jarang, ia akan tertawa kecil atas guyonan receh gadis itu.

"Tidak perlu kecewa. Dia memiliki seseorang yang akan membimbingnya ke tahap yang lebih tinggi. "

Thana sadar jika ucapannya akan menjadi kenyataan. Yah, menurut novel yang dibacanya, itulah yang akan terjadi.

"Kamu terlalu optimis akan hal itu, Cecil. "

Saat Cabel mengatakan itu, tanpa sadar mereka telah sampai di depan kelas. Semua siswa-siswi sudah mengisi tempat duduk mereka. Hanya tersisa bangkunya juga Cabel yang belum terisi.

Semua menjadi hening saat mereka masuk. Atmosfer ruang kelas menjadi berubah, tidak lagi sehangat tadi. Semua berubah saat Thana menginjakkan kaki di sini.

Ketakutan mereka pada Cecil membuat suasana kelas berubah. Tapi, itu hanya spekulasi mereka saja. Nyatanya, Cecil yang mereka takutkan tidak lain hanyalah benteng kokoh yang dalamnya hanya terisi danau jernih.

Saat benteng itu hancur, hanya akan ada air mata dan kekosongan dalam diri yang menghiasi tubuh ini. Tapi, itu masih lebih baik dari pada tidak memiliki apa-apa.

Thana berjalan menuju bangkunya, diikuti oleh Cabel di belakangnya. Menempatkan diri di dekat jendela, lantas Thana mulai menenggelamkan pikiran bersama dengan tatapan yang jauh ke depan.

Mute VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang