Mengikat

87 5 6
                                    

Saat ini keluarga Elden sudah berkumpul diruang tengah berkat permintaan Elden. Dengan raut wajah yang sama.

Tegang.

Karna apa? Karna si tampan Elden tiba tiba nyeletuk "Mah, Pah, Elden mau lamar Rea besok." gitu katanya.

Jelas saja mendengar itu Bimo dan Wilda terkejut bukan main. Dengan langkah tergopoh keduanya meneriaki ketiga anaknya yang lain sambil mengoceh kalo Elden mabuk sampai berkata demikian.

Arga tak henti hentinya mengumpati adiknya karna berusaha melangkahi dirinya yang hingga kini masih melajang.

Kini, Elden tengah dirempug oleh lima orang.

Bimo.

Wilda.

Arga.

Amaira.

Dan Revan.

"Bisa kamu jelasin kenapa tiba tiba minta Mama sama Papa buat lamar Rea besok?" tanya Bimo memulai perbincangan malam ini.

Diam diam Elden mengumpat dalam hati. Kenapa ia selemah ini dihadapan keluarganya sendiri? Perasaan saat dirumah Rea tadi ia tidak segugup ini.

"Elden, kamu gak mabuk kan?" tanya Wilda malah heboh bahas mabuk.

"Ck enggak Mah. Elden baik baik aja, Elden sadar."

Mendengar itu sontak Wilda menghela napas lega. "Jadi kenapa tiba tiba kebelet lamar Rea? Emang kamu udah siap mental buat ngiket Rea? Yakin dia orang yang tepat buat kamu?"

Merasa mendapat lampu kuning, tanda orang tuanya akan memberinya kesempatan untuk bersiap siap sebelum melesat, Elden pun mengangkat wajahnya dengan cepat. "Iya Mah. Elden siap," jawabnya penuh keyakinan.

"Lo gila? Lo masih sekolah. Ngapain lamar anak orang sembarangan?" semprot Amaira tak terima.

Revan mengangguki ucapan kakaknya itu. "Gimana kalo tiba tiba lo ngerasa gak cocok sama kak Rea? Atau kalian berantem terus seenak jidat bilang putus? Kan gak lucu udah libatin dua keluarga."

Elden membenarkan ucapan kakak dan adiknya itu dalam hati. Tapi masalahnya genting. Ini darurat. Jika dibiarkan terlalu lama besar kemungkinan kehamilan Rea akan terbongkar, menyebarlah aib Rea bahwa ia tengah hamil tanpa ayah.

"Elden pengen nikahin Rea secepetnya, Pah."

Semua terbelalak kaget. Terutama Arga.

"Astaga lo kobam Den? Gila aja lo mau nikahin anak orang sembarangan. Mau dikasih makan apa bini lo nanti?" tanyanya tak percaya.

Bimo merasa ada yang tidak beres. Ini sama sekali bukan Elden anaknya. "Bisa jelasin ke Papa ini ada apa Elden?" tanyanya tegas.

Seketika kerongkongan Elden terasa kering. Ia bingung harus bicara apa. Rea menyuruhnya untuk bicara jujur sejujur jujurnya pada keluarganya disini, tapi ia tidak mau membuka aib kekasihnya bahkan kepada keluarganya sekalipun. Ia tidak mau Rea merasa malu.

Elden menundukan wajahnya. "Maafin Elden, Pah. Elden udah gagal jadi anak yang baik. Elden gagal jagain Rea."

Semua terkejut mendengarnya. Opini opini mulai bermunculan dipikiran masing masing.

"Elden....Elden udah rusak Rea, Pah. Elden khilaf."

Semua terkesiap saat Maira tiba tiba menampar wajah adiknya itu.

"Kak! Lo gila?!" sentak Revan.

"Abang lo yang gila! Lo gak waras rusak anak orang lain hah? Diajarin apa lo sama Mama sama Papa?" tanya Maira dengan emosi yang sudah memuncak.

IK HOU VAN JETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang