a/n: Jadi guys, ada sedikit perubahan dialur cerita ini. Awalnya insident ini saya buat throwback 3 bulan yang lalu, tapi saya berubah pikiran. Setelah dipikir matang matang, sepertinya throwback 3 bulan itu terlalu lama. Jadi saya putuskan untuk merubahnya jadi 1 bulan yang lalu. Ini memang perubahan yang gak terlalu besar, tapi akan sangat berpengaruh untuk kedepannya. Jadi kalo kalian terlalu malas membaca ulang part ini dan part lainnya yang akan saya revisi nanti, kalian cukup men-skip saja karna yang dirubah hanya pas dikata 'Tiga bulan yang lalu' saja jadi 'Satu bulan yang lalu'.
Oke. Happy reading!!!
"Mau ngerjain kapan?" tanya Rea.
"Terserah." jawab Elden.
"Sekarang aja yuk?"
Elden mengangguk, tanda setuju. "Dimana?"
Rea terdiam sebentar. "Jalan aja dulu." jawabnya kemudian.
Tanpa ba bi bu lagi, Elden segera memasang helm merahnya. Setelah Rea duduk anteng dijok belakang, motor sport merahnya pun melesat keluar area sekolah.
Saat ini, mereka tengah dijadikan satu kelompok pada pelajaran bu Marlina, selaku guru bahasa inggris. Mereka ditugaskan untuk mencatat tanggapan tanggapan pengunjung tentang suatu tempat yang akan dijadikan objeknya nanti.
Dikarnakan Rea tidak suka menunda nunda tugas, maka ia ingin tugas itu selesai hari ini juga.
Mereka pun mulai mencari tempat yang tepat untuk dijadikan objek juga cocok untuk pengerjaannya.
Saat Rea tengah fokus menengok ke kanan dan ke kiri, ia dikagetkan oleh seseorang yang tiba tiba mengahalangi jalan. Elden pun sama, tak kalah kaget dengan Rea. Refleks Elden menarik remnya mendadak.
Dilihatnya disana berdiri seorang lalaki yang sudah cukup berumur, kira kira berkepala lima.
Elden kira pria itu ingin meminta pertolongan padanya. Karna kebetulan jalanan disini juga sepi. Jarang ada kendaraan lewat. Selain karna lingkungan disini jalannya agak kecil, disini juga terdapat sebuah gedung tua yang sudah lama tak berpenghuni. Biasanya sering dijadikan tempat orang bunuh diri. Maka dari itu kebanyakan orang yang percaya mistis terkesan selalu menghindari kawasan ini.
Tapi tidak dengan Rea. Matanya masih sehat untuk melihat sosok apa yang berada didepannya kini. Dengan cepat Rea turun dari atas motor, membuka helm guna memperjelas penglihatannya.
Saat tatapan keduanya bertemu, mata Rea terbelalak lebar. Ia kaget, shock luar biasa. Nafasnya memburu. Dadanya naik turun. Keringat tiba tiba bercucuran, seakan berlomba bersama dengan air mata yang datang tanpa diminta. Rea berusaha untuk tidak percaya pada sosok didepannya.
Tapi kenyataan tidak membiarkannya menepis kebenaran. Pria itu justru melangkah, mendekat kearah Rea. Membuat Rea semakin tidak percaya.
Tangannya terangkat, dengan gerakan pelan dan diiringi getaran yang hebat, Rea mengarahkan telunjuknya pada sosok dihadapannya.
"Pap-Papah?" lirihnya pelan.
Elden terkejut. Ia pun dengan cepat menolehkan pandangannya dari Rea pada pria yang Rea sebut 'Papah' tadi.
Sama seperti Rea. Elden pun terkejut. Ia bahkan menggeleng tak percaya akan apa yang ia lihat.
Setaunya, Rea ini anak yatim. Ia sudah tidak memiliki ayah. Ayahnya sudah lama meninggal akibat kecelakaan pesawat saat berada dipenerbangan menuju luar negeri.
Tapi ini?
"Bagaimana bisa, Pah?" tanya Rea semakin gemetar.
Alih alih menjawab keheranan keduanya, pria tadi justru melangkah semakin mendekat kearah Rea. "Saya akan balaskan dendam saya pada Arshita." ujarnya dengan seringaian licik.
KAMU SEDANG MEMBACA
IK HOU VAN JE
Teen Fiction[Complited] "Alita jawab tante. Siapa yang hamilin Rea?" Dengan terbata Alita menyebutkan nama yang membuat dunia Arshita hancur dalam sekejap. "O-om Angga. Pelakunya om Angga, tan. Om Angga yang udah rusak Rea hari itu." Seketika Arshita terdiam. I...