Pernikahan Penuh Haru

119 7 0
                                    

Hari H.

Hari ini telah tiba. Hari yang paling dinanti nanti. Hari dimana semua rasa lelah, penat, kesedihan, kecemasan dan ketakutan akan berubah menjadi kebahagiaan. Hari dimana semua orang tak akan pernah melepaskan senyuman dari bibirnya. Hari dimana sanak saudara berkumpul dan mendoakan kebahagiaan pasangan yang akan menjadi raja dan ratu di hari ini. Dan hari ini, hari dimana Rea dan Elden akan melepas masa lajang mereka dengan penuh sukacita dan air mata yang keluar dari pelupuk mata sahabat sahabatnya.

Alita yang memang sudah dasarnya manja sejak tadi terus menerus mengeluarkan air mata melihat sahabat yang selama ini selalu menemaninya tengah di rias oleh MUA ternama. Sebentar lagi ia akan menjadi milik orang lain. Seseorang yang dengan tulusnya rela melakukan sandiwara besar, sandiwara yang mempertaruhkan harga dirinya demi seorang Edrea Kyra Arundati.

Wanita berbadan dua itu kini tengah menatap pantulan dirinya di cermin. Ia terharu saat mengingat respon keluarga besar terhadap pernikahannya. Baik keluarga besar Elden maupun dirinya. Mereka tak segan memeluknya saat tiba di lokasi kemarin meski tau apa yang terjadi diantara dirinya dan Elden. Mereka sama sekali tidak mengungkit apalagi mempermasalahkan kehamilannya. Mereka justru menangis dan meminta maaf ribuan kali sambil terus mengusap punggungnya, membuat Rea mau tak mau ikut menangis sakit mendengar ungkapan rasa bersalah yang keluar dari mulut kerabat Elden.

Andai mereka tau apa yang terjadi, apa mereka bakal tetep nerima gue?

Rea tidak sanggup membayangkan bagaimana jadinya jika semuanya yang telah ia tutup rapat selama ini terkuak ditelinga semua keluarga.

"Udah, Re. Gak usah mikirin hal lain. Fokus ke acara lo hari ini," ucap Adilla sembari memegang bahu Rea. "Ini hari special. Jangan sampe ada air mata keluar dari mata lo. Cukup kemarin aja lo nangis, sekarang biarin kita semua liat wajah bahagia lo."

Rea memegang tangan Adilla. "Gue emang lemah, Dil. Gue gak bisa," lirihnya pelan.

Adilla menggeleng. "Lo gak lemah. Justru lo adalah wanita terkuat yang gue kenal. Lo kuat ngelewatin semua ini. Lo kuat sampe ada di titik ini aja gak mudah, Re. Gak semua orang bisa bertahan kaya lo. Gue bangga jadi sahabat lo."

Adilla terus menguatkan hati dan mental Rea. Sedangkan Alita saat ini tengah keluar mencari mbak Devi untuk melakukan sesuatu yang sudah ia rancang sejak tiga hari lalu.

***

"Itu meja di depan kurang satu. Kalian ambil dari belakang aja, kayanya masih sisa," ujar Arshita pada mereka yang bertugas menyiapkan tempat.

Ia terus berkeliaran dengan kebaya silver miliknya, terus mencari kekurangan dan memperbaiki apapun yang harus di perbaiki. Meski make up dan sanggul sudah menyempurkanan kecantikannya yang tidak luntur termakan usia, tapi Arshita tak sedetik pun diam di tempat. Ia ingin acara ini berlangsung lancar sebagaimana mestinya.

Saat dirinya berjalan ke arah depan, tiba tiba Alita dan mbak Devi menghentikan pergerakannya.

"Ada yang mau Alita bicarain sama tante."

***

Sejak tadi Elden mengerang tak suka saat sang MUA memaksanya untuk menggunakan seusap bedak pada wajahnya.

"Astaga, Den. Gak tebel kaya make up si Rea ini. Udah cepet nurut aja," ujar Ara jengah.

"Masa gua kudu turun tangan," semprot Arif.

Gerald terkekeh samar melihat betapa enggannya Elden memakai bedak. "Ruqyah aja, Rif."

"Anjing," desis Elden. "Gak usah pake gituan. Saya gak pake dempul juga udah ganteng."

IK HOU VAN JETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang