10. Kita coba (revisi)

135 15 3
                                    

a/n: Nah ini salah satu part yang harus author revisi.

Erick berjalan dari parkiran ke arah kantin. Dengan jeans biru, kaos putih yang dibalut kemeja maroon dengan lengan yang sengaja digulung, berhasil membuatnya terlihat tampan. Ditambah lagi caranya membawa tas yang hanya disampirkan dipundak kanannya, memberi kesan tersendiri bagi mereka yang tengah menatapnya.

Hari ini ia ada kelas siang, tapi sengaja ia datang pagi karna temannya yang lain mengajaknya untuk nongkrong dikantin kampus.

Sambil menyelam minum air. Selain nongkrong untuk membuang rasa penat yang ada, mereka juga sering kali menggoda cewek satu semester ataupun adik kelas mereka.

Sungguh, melihat wajah mereka yang malu malu bagong saat digoda itu menjadi kesenangan tersendiri bagi mereka.

Bangsat memang.

Tapi itulah faktanya.

Jika kalian tidak percaya, silahkan coba sendiri.

"Tumben gak ngaret." sindir Zio saat Erick mendaratkan pantatnya dikursi sebelah Aji.

Tanpa rasa bersalah, Erick menyambar jus milik Tia. "Adek gue udah punya doi. Jadi gak nyusahin gue lagi."

Tia menggeplak tangan Erick. "Tai lo!"

"Nama lo dong." celetuk Jian.

Tia hanya mendelik.

Namanya adalah Sintya. Biasanya dipanggil Sinta agar lebih nyaman. Namun apalah daya para manusia kurang belaian ini malah mengambil nama belakangnya saja. Membuatnya sering mencak mencak merasa risih dengan panggilan 'Tia' meski memang tidak ada yang salah dengan nama itu. Hanya terdengar aneh saja untuk ukuran wajahnya yang cantik. Rambutnya lurus macam Ariana Grande, tubuhnya semok seperti Camila Cabello, dan kulitnya yang langsat seperti Dewi Perssik.

"Jangan panggil gue Tia!" protes Sinta.

"Iya, nggak lagi. Besok besok gue panggil sayang." jawab Erick santai. Kaki kirinya ia angkat keatas kaki kanannya.

"Anjirrr." cibir Jian.

"Btw Rea udah punya doi, Rick?" tanya Zio.

Erick mengangguk mengiyakan. Mulutnya sedang sibuk mengunyah kentang goreng yang entah milik siapa.

"Kalah cepet dah gue." ujar Zio.

Erick menoleh. "Masih ngebet juga lo sama adek gue?" tanya nya tak percaya.

"Emang gue keliatan kayak main main gitu?" Zio bertanya balik.

Erick menggeleng tak percaya. "Cewek datar kayak dia banyak yang ngejar juga ternyata. Ck ck ck."

"Yang kayak gitu tuh bikin penasaran, pea!" sergah Aji lalu tertawa. Entah apa yang lucu.

"Kalo gue sih gak suka yang kayak gitu. Gue lebih suka yang to the point, bukan yang bertele tele." celetuk Erick dengan nada songongnya.

"Justru yang dingin gitu yang gak suka bertele tele." balas Zio.

"Cowok dingin sama cewek dingin beda ya?" tanya Sinta yang sedari tadi fokus pada ponselnya.

"Bedalah. Kalo cowok dingin mah udah gak aneh. Udah banyak. Kalo cewek dingin tuh jaman sekarang udah hampir punah." jawab Jian.

"Kebanyakan yang so nyabe gak jelas. Yagak?" sambung Erick.

Sinta hanya manggut manggut gak jelas. "Coba cariin gue cowok cool. Pengen tau rasanya diposesifin cowok dingin." celetuk Sinta tiba tiba, membuat ketiga cowok didepannya menatap horor kearahnya.

IK HOU VAN JETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang