"Jadi sekarang lo....."
Belum sempat Adilla menyelesaikan ucapannya, Rea lebih dulu mengangguk pelan sembari menghapus air matanya yang mengalir.
Adilla menggeleng tidak percaya. "Lo becanda, Re?"
Rea tidak menjawab. Ia masih sibuk dengan rasa pedih yang datang kembali, batinnya masih bergulat dengan kepingan masa lalu yang seakan menghantui.
Adilla mengguncang bahu sahabat didepannya. "Kenapa lo gak cerita dari dulu, Rea. Kenapa?!" tanya Adilla setengah membentak. Matanya sudah tak sanggup lagi menahan cairan bening yang menumpuk dipelupuk mata indahnya. "Lo rahasiain semua ini dari kita. Lo lewatin hal sebesar ini sendirian. Lo anggap kita apa, Re?!"
Rea terus menggelengkan wajahnya sambil sesenggukan. "Gue belum siap, Dil. Belum siap." ujar Rea sambil terus menerus mengeluarkan air matanya. "Bukan hal gampang buat cerita hal sememalukan ini sama orang lain, bahkan sahabat gue sendiri."
Adilla menangis sambil menangkup wajah dengan kedua tangannya. Meski ia tahu ini salah. Seharusnya yang ia lakukan sekarang adalah menenangkan Rea. Namun apa daya. Jangankan menenangkan orang lain, dirinya pun kini kalut akan kisah yang baru saja Rea beberkan.
"Gue kotor, Dil. Kotor."
Adilla mengangkat wajahnya, mendekat dan meraih kedua tangan Rea sambil menggeleng. "Nggak. Lo gak kotor. Tapi dia, Re. Dia yang udah renggut semuanya dari lo. Dia lah yang kotor."
Rea terus menggeleng. "Gue gak tau lagi harus gimana kalo orang lain tau. Bukan cuma gue yang malu, tapi semuanya. Abang gue, nyokap gue, semua kerabat gue pasti kecewa sama gue."
"Harusnya mereka kecewa sama bokap lo. Bukan sama lo. Mereka gak pantes marah ataupun nyalahin semuanya sama lo. Ini jelas bukan salah lo, Re. Semuanya murni kecelakaan. Percaya sama gue." isak tangis keduanya semakin terdengar.
Dengan rasa sakit yang teramat, keduanya berpelukan. Menyalurkan secercah semangat yang keduanya masih miliki.
Sebagai seorang sahabat, sebagai sesama wanita, tentu Adilla bisa merasakan apa yang dirasakan Rea saat ini. Ia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana mungkin sahabatnya bisa sekuat ini, setegar ini.
"Lo bisa lewatin semua ini. Gue yakin lo bisa lebih kuat dari ini." hanya itu yang bisa Adilla ungkapkan sebagai tanda support untuk Rea saat ini.
Adilla melepas pelukan. Ia memegang kedua bahu Rea, menatapnya dalam.
"Inget, Re. Dimana pun, sampai kapan pun." Adilla menghapus jejak air mata diwajah Rea.
"Kita selalu ada buat lo."
...
"Abis ini bersihin kamar mandi gue. Udah lama gak gue bersihin."Arga menoleh ke arah Maira yang tengah makan kentang goreng kesukaannya.
Jangan lupakan kedua adik terbangsatnya yang kini tengah menertawakan nasib dirinya sambil bersila ria diatas ranjang milik adik tertuanya, dengan Maira berada ditengah tengah.
"Lo gila, Mai. Mereka juga makan ice cream lo. Kenapa cuma gue yang lo hukum?" tanya Arga tak terima.
Dengan cepat Revan berhenti tertawa. "Kalo kita ikut makan, mana berani kita ngadu sama yang punya." Revan beraksi.
"Lo bener bener ya!" geram Arga. Tak lama wajahnya dramatis kembali. "Adik saya... Hanya cinta... Kepada ice creamnya sajaaaa."
"Ini baru gila." celetuk Elden yang juga tengah mencomoti kentang milik Maira sambil menikmati pandangan didepannya, dimana abangnya tengah mengepel lantai kamar kakak perempuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IK HOU VAN JE
Novela Juvenil[Complited] "Alita jawab tante. Siapa yang hamilin Rea?" Dengan terbata Alita menyebutkan nama yang membuat dunia Arshita hancur dalam sekejap. "O-om Angga. Pelakunya om Angga, tan. Om Angga yang udah rusak Rea hari itu." Seketika Arshita terdiam. I...