Rea dan Elden memutuskan untuk pulang ke rumah saat jarum jam sudah menunjuk pada angka 7 kurang sedikit. Mereka keluar dari cafe pada jam 4, namun dengan tanpa dosanya seorang Elden Aldrick Fahreza malah membawa Rea berkekeling mall dengan alibi ingin mencari sesuatu yang bisa ia berikan kepada adiknya, Revan Anggara. Katanya sih kemarin Elden gak sengaja nginjek stick ps punya Revan, jadi dia mau ganti rugi.
Rea refleks mengangkat tangannya guna melihat angka yang ada di jam putih miliknya.
20.13
Gila gue bolos sampe seharian gini.
Bisa ia rasakan motor telah berhenti. Rea pun turun dengan menekan pundak Elden yang tidak terbalut jaket.
Saat keluar dari cafe tadi Elden baru sadar kalau Rea tidak bawa jaket, alhasil ia berkorban dengan memberikan jaket hitam yang ada di jok belakang motornya kepada Rea.
"Thanks udah ngajak bolos seharian," sindir Rea sambil berniat membuka jaket Elden yang ia pakai.
Melihat itu Elden mengerang pelan. "Gak usah dibuka udah pake aja."
Rea mengangkat wajahnya, ia pun mengangguk tanpa mendebat. "Duluan." baru saja Rea berbalik, tiba tiba Elden memegang tangannya membuat langkahnya terhenti. "Apa?"
Tatapan Elden fokus ke depan, kearah garasi rumah Rea. "Dia sering dateng kesini?" tanyanya pelan.
Rea mengerutkan keningnya bingung, ia pun mengikuti arah tatapan Elden dan detik itu juga matanya terbelalak lebar melihat motor hitam terparkir digarasi rumahnya dengan manis. Dengan cepat ia menolehkan pandangannya pada Elden yang bisa dirasakan wajahnya telah berubah kaku.
"Enggak gitu," ujarnya dengan nada sedikit panik. "Dia paling kesini karna tadi disekolah aku gak ada, makanya dia nyusul." entah sadar atau tidak, Rea menjawab ucapan Elden dengan bahasa aku - kamu.
Elden menurunkan tatapannya pada Rea. "Udah sejauh mana hubungan kamu sama dia?" tanyanya dengan nada yang berubah dingin.
"Elden," erang Rea dengan nada jengah.
"Jawab Rea," desaknya penuh intimidasi. "Meskipun aku ngasih kamu kelonggaran dengan ngebiarin kamu berhubungan sama dia itu karna aku tau ada sesuatu, bukan karna aku nganggep hubungan kita udah berakhir. Jadi aku berhak tau sejauh apa hubungan kalian berdua."
Rea diam dengan pikiran berkecamuk. Baru saja mereka merasakan kembali kehangatan yang selama beberapa hari ini sirna hanya karna ucapan Regha dicafe waktu itu, sekarang mereka berdua kembali harus bertengkar dengan alasan yang sama.
"Kamu gak usah berlebihan, lagian tiap dia ke rumah pun aku jarang turun ke bawah. Paling yang nemuin dia kalo bukan Mama ya pasti bang Arka," sahut Rea mencoba menjelaskan.
Bisa Elden rasakan urat urat emosi yang semula menegang kini mulai mengendur mendengar ucapan Rea. Tapi Elden tetaplah Elden, setan egois telah merasuki tubuhnya. "Aku mau masuk," ujarnya sambil menyalakan kembali motornya dan memasukannya ke pekarangan rumah Rea. Ia berhenti tepat disamping motor Regha.
Melihat itu sontak Rea melongo kaget. Dengan cepat ia menggosok wajahnya dengan gusar. "Astaga Re hidup lo emang ada cuma buat ngadepin masalah," gumamnya sambil berjalan menghampiri Elden yang sudah turun dan berdiri tegak disamping motornya.
Elden menatap Rea yang tengah berjalan kearahnya. Ia pun berjalan duluan kearah pintu membuat Rea menghela nafas pasrah.
Sejenak Rea diam menatap Elden di depan pintu masuk. "Kamu yakin mau masuk?"
Seketika ego milik Elden tersentil mendengar pertanyaan Rea. "Kenapa? Kamu gak mau aku ganggu waktu kamu sama Regha, iya?" tanyanya sinis.
"Bukan gitu ish yaudah kalo mau masuk." Rea pun membuka pintu dengan perasaan dongkol luar biasa. "Cuma nanya doang padahal," gumamnya pelan yang masih bisa di dengar oleh Elden.
KAMU SEDANG MEMBACA
IK HOU VAN JE
Fiksi Remaja[Complited] "Alita jawab tante. Siapa yang hamilin Rea?" Dengan terbata Alita menyebutkan nama yang membuat dunia Arshita hancur dalam sekejap. "O-om Angga. Pelakunya om Angga, tan. Om Angga yang udah rusak Rea hari itu." Seketika Arshita terdiam. I...