Fyi, part ini masuk kedalam list favoritnya author, hihi❤
Elden begitu gelisah memikirkan jalan pikiran gadisnya yang kini begitu sesak memenuhi hati dan pikirannya. Bagaimana bisa gadis itu meninggalkan dirinya dengan alasan yang tidak akan pernah bisa ia terima sampai kapan pun?
"Gue gak bisa diem gini aja kayak orang bego," gumam Elden pada dirinya sendiri. Ia menggapai ponsel hitam yang berada disamping bantal dengan gambar bendera inggris miliknya itu. Saat ponsel menyala, ia melihat jam digital yang tertera dilocksreen. "Jam setengah sembilan," gumamnya. "Dia masih bangun gak ya?"
Jari jarinya yang besar mulai menari diatas layar, ia pun mendial nomor dengan nama 'Manusia Kutub' itu.
"Nomor yang anda tuju sedang sibuk."
Elden mengernyit. "Sibuk? Sibuk sama siapa dia?" tanyanya sambil menurunkan ponsel dan memandangi nomor gadisnya itu.
Tak ingin menyerah. Ia kembali mendial nomor Rea dan menempelkan ponselnya ditelinga.
"Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Silahkan lakukan panggilan beberapa saat lagi."
Elden berdecak keras. "Sial! Lagi telponan sama siapa sih," umpatnya pelan. Ia benar benar penasaran dengan kegiatan gadisnya itu. Biasanya mereka sering bertukar chat guna mengetahui apa yang tengah dilakukan satu sama lain.
Sebenarnya hanya Elden yang kepo. Rea kadang terlalu cuek, hanya sekedar mengajukan pertanyaan sesederhana "Lo lagi apa?" saja bisa dihitung jari.
Dengan rasa penasaran yang luar biasa Elden terus menelpon Rea hingga berkali kali. Sampai akhirnya ia tersadar. "Regha," desisnya pelan.
Dengan keyakinan penuh bahwa gadisnya itu tengah bertukar panggilan dengan musuh besarnya, Elden kembali mendial Rea dengan rasa kesal luar biasa.
Tersambung.
Ia menunggu. "Angkat Rea," gemasnya karna gadis itu tak kunjung menerima panggilan darinya. Setelah hampir satu menit menunggu,
Aigo!
Rea mengangkat panggilannya. Dengan cepat Elden menegakan tubuhnya. Tanpa basa basi Elden langsung to the point. "Lagi sibuk sama siapa?"
✴️✴️✴️
Rea baru saja selesai mandi. Ia berniat turun ke bawah untuk makan. Ia memang sudah makan saat pulang dari lapang futsal dengan Regha. Tapi itu tadi, sekitar jam 5. Sekarang sudah hampir jam 8. Perutnya kembali berbunyi minta diisi.
Rea pun menuruni anak tangga dengan baju kebangsaannya. Kaos polos berwarna abu yang dipadu dengan celana tidur bahan katun dengan corak polkadot.
Saat ia melangkahkan kaki dibeberapa anak tangga terakhir, tiba tiba pintu depan terbuka. Refleks ia menoleh. Ternyata Erick. Abangnya itu baru pulang. "Masih inget rumah?" sindirnya mengutip perkataan Erick yang diajukan kepadanya beberapa hari lalu.
Erick mendengus. Ia berjalan kearah Rea yang masih berdiri di undakan tangga. "Gue kuliah. Pulang malem ya wajar. Kalo anak sekolah kayak lo pulang malem, patut dipertanyakan," tuturnya sambil menyangga tubuhnya pada pegangan tangga. "Laper. Ada makanan gak?"
Mendengar itu sontak Rea mendelik. "Lo kira ini hotel?" tanyanya nyalang.
"Wo wo santuy dong. Gue cuma nanya." sela Erick sambil tertawa.
Rea membuang muka. Tanpa menjawab pertanyaan sang abang, ia kembali melanjutkan langkahnya kearah dapur.
"Dasar adek kurang ajar. Gak ada akhlak," umpatnya sambil naik keatas.
KAMU SEDANG MEMBACA
IK HOU VAN JE
Teen Fiction[Complited] "Alita jawab tante. Siapa yang hamilin Rea?" Dengan terbata Alita menyebutkan nama yang membuat dunia Arshita hancur dalam sekejap. "O-om Angga. Pelakunya om Angga, tan. Om Angga yang udah rusak Rea hari itu." Seketika Arshita terdiam. I...