5. Truth or Dare

154 20 3
                                    

   Pengaruh zaman memang berdampak buruk bagi anak anak jaman now yang selalu menyalah gunakan tempat. Contohnya saat sedang berkumpul dengan teman, sahabat atau bahkan keluarga. Tidak jarang kebanyakan dari mereka yang akan selalu sibuk dengan dunia ponselnya masing masing. Hanya 1 dari 10 orang anak anak, anak muda, dewasa, tua, nenek, kakek bahkan manusia bau tanah sekalipun yang akan fokus pada perkumpulan tanpa gadget disuatu pertemuan.

   Namun, lain halnya dengan segerombolan remaja yang duduk disebuah kafe ternama secara berbondong bondong. Hampir 50% murid kelas 12 IPA 1 yang berjumlah 46, kini sedang berada ditempat lesehan yang sengaja mereka pesan agar mereka lebih leluasa. Tanpa ponsel tentu saja. Mereka sengaja berkumpul diluar rumah, berniat ingin menghilangkan jenuh yang melanda. Maka akan sangat sia sia jika waktu mereka habiskan dengan bermain ponsel.

   "Biasa. Kesepakatan gak pernah kita ubah. Siapapun yang ngambil hp duluan, tandanya dia kalah. Dan artinya orang tersebut kudu bayarin makanan kita kita semua. Setuju?"

   Semua serempak berteriak. "SETUJU!!"

   Bagai teriakan sebuah kampanyeu, semua orang menoleh dan memperhatikan meja mereka. Namun yang menjadi objek justru tidak memperdulikannya sama sekali. Mereka sudah biasa menjadi tontonan orang orang, disekolah maupun diluar sekolah.

   Sombong memang.

   "Oke. Kita mulai permainannya. Permainan kali ini adalah Truth or Dare."ujar Sesil.

  Adrian menepuk pundak Satya jauh dari kata lembut. "Cari botol, kuy!"

   "Nah! Permainan kali ini bakal beda. Gue bawa gitar, jadi mainnya pake musik bukan botol."ucapan Devon sontak membuat semua cukup merasa tertarik.

   "Oke. Gue jelasin. Disini, Devon bakal mainin gitarnya. Sementara gitar dipetik, apel ini bakal berkeliling disini lewat tangan kita. Saat lagunya berhenti, siapa yang megang apelnya dia yang harus milih Truth or Dare. Dan orang yang bakal nanya pertama kali adalah Devon sendiri. Sedangkan selanjutnya, korban sebelumnya lah yang bakal nanya. Ngerti?"

   "Kuylah! Seru nih pasti."

   "Nah. Yang gak mau jawab atau lakuin tantangannya dengan benar, bakal dikasih hukuman. Yaitu harus makan jeruk lemon ini tanpa tambahan apapun. Gimana?"tambah Naura.

   Semua bersorak. "Setuju!!!"

   "Oke. Kita mulai."

   Sesil memberikan kain hitam berupa syal yang ia bawa dari rumah kepada Devon. "Pake, Von. Biar lo gak tau siapa yang bakal megang buahnya."

   Devon pun menerimanya dengan senang hati. Permainan pun dimulai dengan penuh minat.

   Dengan mata tertutup kain yang sudah dipastikan tak memiliki celah untuk mengintip, Devon pun mulai memetik gitarnya menjadi sebuah alunan lagu.

Tuhan ku cinta dia.
Ku ingin bersamanya.
Kuingin habiskan nafas ini, berdua dengannya.
Jangan rubah takdirku.
Satukanlah hatiku dengan hatinya.
Bersama sampai, akhir.

   Lagu pun berhenti. Dan semua melirik pada orang yang berhasil mendapatkan apel tersebut.

   Ternyata orangnya Adilla.

   "Ck. Baru juga pemanasan."gerutu Adilla.

   Semua terkekeh. "Yang sabar ya nak."ujar Arif.

   "Von!"panggil Al. "Sikat!"

   "Siap jon!"jawabnya sambil mengangkat dua jempolnya. "Jadi, Truth or Dare, nona?"

   "Truth."

IK HOU VAN JETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang