Pertengkaran

104 8 5
                                    

Elden melihat Rea tengah mencatat sesuatu diatas buku. Dengan earphone yang menyumpal kedua telinganya, gadis itu terlihat santai tanpa beban. Melihat itu, Elden yang baru saja masuk ke dalam kelas melangkah ke arah bangku gadisnya dengan rahang mengeras.

Melihat ada pergerakan mendekatinya, Rea mendongak. Detik itu juga hatinya berdesir. Ia berusaha acuh dan kembali menunduk, walau setelahnya ia mendongak kembali akibat tangan manis Elden yang dengan sopannya mengangkat dagu Rea. Meski tidak kasar, tapi tetap tersirat amarah dari gerakannya.

Awalnya Rea yakin akan memulainya hari ini. Namun saat matanya menangkat tatapan Elden yang amat sangat tajam bak burung elang membuatnya sedikit gemetar.

"Berangkat sama siapa?" tanya Elden dingin.

Rea berusaha melepaskan tangan Elden dari wajahnya. "Lepas." desis Rea yang justru membuat Elden semakin emosi.

Dengan kasar Elden menyimpan tasnya dikursi, membuat hampir seluruh orang yang ada dikelas menengok kearahnya. Tapi Elden tidak peduli. Ia menarik lengan Rea yang berusaha memberontak. Tapi kekuatan seorang ketua basket yang handal memang tak perlu diragukan. Ia berhasil digeret paksa oleh Elden keluar kelas. Anak kelas hanya diam melihat kejadian itu. Pengalaman pertama bagi mereka bisa melihat dua es itu bertengkar sampai tarik tarikan macam film india seperti itu.

"Elden lepas!" sentak Rea. Elden diam tanpa menjawab. Wajahnya sangat tegang. Saat ini dirinya sedang tidak bisa diajak kompromi. Sedikit saja Rea membuat kesalahan, bisa dipastikan Elden akan meledak saat itu juga.

"Lo mau bawa gue kemana sih?!" bukannya bibir yang menjawab, justru langkah kaki Elden lah yang berkata.

Elden membawa Rea ke UKS. "Keluar." titahnya pada penjaga UKS pagi itu. Semua yang ada disana menoleh takut melihat wajah sang ketua basket itu. Secepat kilat mereka keluar berhamburan tanpa menunggu perintah kedua.

Elden menutup pintu sedikit keras. Ia menatap tajam gadisnya. Melihat itu Rea berusaha untuk tidak melihat kearah Elden.

"Jelasin."

Mendengar ucapan yang lebih ke perintah itu Rea menoleh. "Apa?" ia menjawab dengan santai seolah Elden tidak butuh penjelasan apapun darinya.

"Jangan bersikap seolah olah semuanya baik baik aja, Rea." desis Elden berusaha menahan amarah.

"Emang kenapa? Semuanya baik, kan?" tanya Rea balik.

"Lo berangkat bareng siapa tadi?" tanya Elden langsung.

Rea diam. Ia bingung harus jawab apa.

"Cowok, kan?" desak Elden.

Rea menoleh cepat. Namun tak satu pun kata terucap dari bibir itu. Hanya saja ekspresinya terlihat kaget, dan membuat Elden tersenyum sinis. Ia yakin kekasihnya itu memang pergi ke sekolah dengan cowok lain tadi.

Ia kecolongan.

"Siapa dia?" tanya Elden lagi. Suara semakin seram.

Gila. Ternyata Elden marahnya kayak gini.

"Jawab, Rea."

"Gue berangkat bareng Regha." jawab Rea akhirnya.

Elden melebarkan matanya. "Regha?" tanyanya memastikan. "Regha anak basket?"

Rea hanya mengangguk.

"Ngapain lo sama dia? Gak bisa nungguin gue sampe lo berangkat bareng cowok lain?" marah Elden. Ia sudah tidak peduli lagi dengan perasaan Rea saat ini. Mendengar kekasihnya berangkat dengan cowok lain yang Arshita kira itu dirinya saja hampir membuatnya kalap. Apalagi saat tau orang itu adalah Regha. "Dia musuh gue, Rea. Apa lo lupa?"

IK HOU VAN JETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang