Jika 8

6K 637 11
                                    

Bab 8

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 8

***

Range rover hitam itu keluar dari pelataran parkir sempit dari sebuah bangunan apartemen sederhana. Tampak mencolok dan kontras. Rodanya berdecit elegan saat memasuki jalan raya yang sedang ramai-ramainya.

Ini malam minggu, bung. Tentu para manusia-manusia yang biasa sibuk saat weekdays tidak mau ketinggalan untuk menghabiskan malam liburnya bersama orang-orang tercinta. Apalagi para muda-mudi dengan jiwa yang masih menggelora, tidak peduli sudah dilarang oleh orang tua karena pamali keluar malam, tapi masih mencari seribu alasan agar bisa hang out bersama teman-teman atau sekedar ke taman bareng pacar.

Hihihi, Salsha jadi malu sendiri karena dulu juga pernah melakukan itu. Mengarang sejuta alasan untuk keluar di malam minggu.

Abhi melirik dari samping saat melihat seseorang di sebelahnya sibuk senyum-senyum sendiri dengan kepala menoleh ke arah jendela. Tampak menikmati pijaran lampu sore yang baru menyala juga macet di jalan raya. Dia jadi sedikit asing, jika biasanya yang dirinya dengar adalah gerutuan Sevanya di saat macet seperti ini, kali ini yang didapatinya hanya hening.

Suara adzan magrib sudah berkumandang di mana-mana. Lampu-lampu yang bertengger di sekeliling pohon palem pun sudah menyala. Namun macet ini seolah tidak mau usai, dan entah kenapa, melihat Salsha tersenyum menikmati suasana yang menyebalkan ini menimbulkan sesuatu asing dalam diri Abhi.

Dia takjub, tidak, lebih tepatnya terheran-heran.

Dari cerita yang dirinya dengar dari Nia tadi pagi, Salsha kehilangan kedua orang tuanya saat memasuki umur dua puluh. Perusahaan milik keluarganya bangkrut, tidak ada saudara yang mau menolong mereka. Dan Salsha bekerja serabutan demi membiayai hidup mereka berdua dan biaya kuliahnya.

Dan seolah belum cukup, dia harus mendengar diagnosa sialan dokter yang mengatakan kalau adiknya menderita kanker otak. Kurang apalagi, coba?

Sekarang, dia mempertaruhkan diri dengan mengikuti kemauan egois dari Sevanya maupun dirinya. Semua demi kesembuhan Nia, dia tahu. Dan Abhi merasa, semua yang dikorbankan gadis itu, harga dirinya, darah dagingnya kelak, serta keperwanannya tentu tidak setara dengan segepok uang untuk perawatan adiknya.

Untuk itu, meskipun memiliki batas waktu yang hanya beberapa tahun, dia ingin memperlakukan Salsha dengan baik. Tidak membeda-bedakan antara Salsha dengan Sevanya. Dia ... Ingin menjadi salah satu dari segelintir orang yang bisa Salsha andalkan. Meskipun hanya sebentar, meskipun waktu mereka tidak banyak.

Abhi kembali melirik ke samping. Lihat? Setelah masalah bertubi-tubi yang datang, setelah sekian banyak cobaan yang perempuan itu alami, dia bahkan masih bisa tersenyum karena hal kecil. Luar biasa, kan?


***

Mobil itu kini sudah memasuki pekarangan rumah setelah gerbang hitam yang menjulang kokoh dengan gagahnya terbuka.

Second Wedding  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang