***
Hari Senin, Salsha sudah harus bekerja seperti biasa. Duduk manis di kubikel dengan layar laptop yang menyala juga kacamata baca yang bertengger di hidungnya adalah kegiatannya sehari-hari. Tidak peduli dengan kebisingan sekitar, tentang obolan heboh Mugi dan Cici yang cekikikannya bisa mengganggu konsentrasi. Salsha yang biasanya tidak telat untuk ikut nimbrung, kali ini memilih mengabaikan.
Saking fokusnya, dia bahkan sampai tidak menyadari kehadiran sosok Satria yang sudah berdiri di samping kursinya. Tubuh jangkung pria itu sedikit menunduk, membuat Salsha tersentak dan sedikit berjengkit.
"Ini sampel dari Tone make up?" tanya pria itu dengan tubuh membungkuk. Jaraknya yang begitu dekat mampu membuat Salsha menghirup samar parfum yang dipakainya.
Dengan gugup, Salsha mengangguk. Membiarkan saja saat telapak tangan Satria mengambil alih mouse dan mulai meneliti.
"Berhubung ini produk baru kita, lo bikin review nya harus semenarik mungkin." Satria masih menatap ke depan. Fokus menggulir halaman yang ditampilkan layar laptop milik Salsha. "Ini udah bagus, sih. Cuma pemilihan layar biar glitter nya keliatan jelas, agak kurang. Jadi gambar yang ini kurang detail bentuknya."
"Ah, iya-iya." Salsha mengangguk gugup. Dia segera memalingkan wajahnya yang memanas. Berdekatan dengan Satria memang selalu menimbulkan efek sehebat ini. "Nanti biar gue pilih warna yang paling tajam. Hehe."
Satria terkekeh sebelum tubuhnya menegak. Seperti biasa, dia selalu menghadiahkan Salsha tepukan singkat di kepala sambil bergumam, "Good," sebelum pergi untuk mengecek pekerjaan yang lain.
Dan seperti biasa pula, Salsha berbunga.
"Ekhem!" Suara Mugi diiringi dengan tendangan pelan pada kaki kursi Salsha menyadarkan Salsha dari kehaluan sesaatnya. "Masih pagi udah berseri-seri aja."
"Siapa yang berseri-seri?" Salsha melotot. Masih merasa malu mengakui perasaannya secara gamblang kepada seniornya itu.
"Itu, muka lo udah merah merekah gitu." Telunjuknya berada tepat di depan hidung Salsha.
Salsha berdecak, masih mencoba menyangkal. Dari ujung matanya, dia bisa melihat Abhi yang keluar dari ruangannya, seperti biasa pula, dia datang ke meja Satria.
Dan kalau diperhatikan lebih jelas, meskipun sama-sama mempunyai postur tubuh yang tinggi, dari belakang sini, dia bisa melihat perbedaan antara keduanya dengan sangat jelas. Abhi memiliki bahu yang lebih lebar, ternyata.
Untuk kali kedua, Salsha kembali tersentak saat seseorang yang menjadi objek perhatiannya menoleh tiba-tiba. Abhi, pria itu mengangkat sebelah alis saat sadar tengah diperhatikan.
Salsha membuang wajah segera, yang entah kenapa kini terasa lebih panas dibanding sebelumnya.
"Indahnya pagi ini buat orang yang lagi jatuh cinta~" Mugi yang salah paham kembali ke mejanya dengan dramatis.
***
Jam makan siang kali ini dia habiskan bersama Seva di Warteg setelah beberapa hari jarang melakukannya. Ini makan siang pertama sejak perjanjian gila itu muncul ke permukaan.
"Jadi gimana, Cha? Sama sekali belum ada tanda-tanda?" Sevanya, yang kali ini memakai jilbab simpel berwarna krem bertanya. Wajah bulatnya tampak semakin cantik.
Salsha menggeleng. "Belum ada."
Sevanya tampak menghela napas. Dia menyeruput teh hangatnya sekilas. "Padahal menurut dokter, masa subur itu terjadi setelah sekitar empat hari setelah haid. Itu udah kalian coba kan, kemarin? Dan kalau masih belum berhasil, coba lo makan tauge yang banyak. Itu bisa membantu mempercepat efek penyuburan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Wedding [SELESAI]
Romance[PART MASIH LENGKAP] *** Menurut Salsha, hal yang paling berharga setelah dia kehilangan harta, warisan, atau bahkan orang tuanya adalah Nia. Adik semata wayang dan juga keluarga satu-satunya yang dia miliki. Saat usianya 20, kehidupannya jungkir b...