***
Pemakaman Nia selesai di lakukan di TPU setempat. Teman-teman yang datang hanya ada beberapa, karena memang adiknya itu tidak punya banyak teman di kampusnya. Jangan lupakan Satria, Mugi, Cici dan beberapa teman kantor Salsha lainnya yang ikut datang meskipun Salsha belum bisa menyambut baik kedatangan mereka karena dukanya yang belum hilang.
Hanya berdiam diri dengan mata sembab dipelukan Endra. Sama sekali tidak berani mengintip wajah Nia yang terakhir kali dilihatnya sangat pucat.
"Sabar, Cha. Allah ternyata lebih sayang Nia," kata Seva setelah mereka kembali ke apartemen. Gadis berhijab hitam itu mengelus bahunya. Memeluknya memberi ketenangan.
Salsha hanya sanggup tersenyum tipis. "Makasih, Mbak," jawabnya dengan suara bindeng karena kebanyakan menangis.
Meskipun sudah berusaha tabah dan merelakan, namun semua orang tahu bahwa kehilangan tidaklah sesederhana itu.
Salsha kembali menangis saat masuk ke dalam kamar Nia. Meringkuk di kasur milik adiknya dengan tubuh bergetar hebat. Memeluk erat-erat selimut yang pasti dipakai Nia setiap malamnya. Mencium aroma Nia, membuat sakitnya terasa lebih hebat lagi.
"Jahat banget kamu, Dek ...." Dia terisak. "Tega banget kamu ninggalin Mbak sendirian kayak gini."
Tangisnya kian menjadi meski Salsha sudah berusaha membekapnya dengan sebelah tangan. Air matanya mengucur deras, dadanya terasa lebih sesak dibanding terakhir kali.
Dia kehilangan satu lagi keluarganya. Setelah kedua orang tuanya, kini adiknya pun turut menyusul. Apa setidak layak itu untuk Salsha mempunyai orang lain yang di sebut keluarga? Apa setidak pantas itu bagi Salsha?
Lalu, jika semuanya diambil ... Kenapa dia tidak ikut mati saja?
***
Beberapa saat kemudian, entah pukul berapa, Salsha terbangun dalam suasana gelap di dalam kamar milik adiknya. Matanya terasa perih, tubuhnya linu, perutnya sakit karena menahan lapar.
Dengan gerakan hati-hati, dia menyingkirkan selimut yang membungkus tubuhnya entah sejak kapan. Kemudian beranjak dan menyalakan saklar lampu.
Melangkah keluar, dia menemukan Endra sedang tidur terlentang sambil bersidekap di atas sofa.
Jika Endra tertidur lelap di sini, lalu siapa yang membunyikan suara aneh di dapur?
Salsha berjalan cepat menuju dapur. Ada lelaki lain di sana. Dengan kemeja hitam yang dipakainya saat pemakaman tadi, sedang sibuk dengan memotong sayur di dapur milik Salsha yang sempit. Tampak kontras dengan tubuhnya yang besar tinggi.
"Pak Abhi?" panggilnya memastikan.
Abhi menoleh, menghentikan kegiatannya sejenak. "Kamu bangun?"
Salsha mengangguk. Dia mendekat, duduk di kursi tinggi di hadapan meja pantri. Mengamati apa yang suaminya lakukan.
Dan melihat meja pantri di hadapannya ini, Salsha ingat, di sini dia menemukan Nia pingsan dengan hidung penuh darah terakhir kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Wedding [SELESAI]
Romance[PART MASIH LENGKAP] *** Menurut Salsha, hal yang paling berharga setelah dia kehilangan harta, warisan, atau bahkan orang tuanya adalah Nia. Adik semata wayang dan juga keluarga satu-satunya yang dia miliki. Saat usianya 20, kehidupannya jungkir b...