Bab 9
***
Seharusnya tidak seperti ini.
Semarah apapun Abhi kepada dirinya, tidak seharusnya pria itu meninggalkannya seorang diri di dalam kamar asing yang bukan miliknya ini.
Dan memang Salsha mengaku salah setelah otaknya kembali mencerna apa yang dikatannya tadi. Tentu dia tidak boleh sok tahu dan merasa paling benar dengan analisis sepihaknya. Dia tidak berhak. Dan pria itu pantas marah atas ke tidak sopanannya.
Salsha menggerakkan tubuh terlentang, memeluk erat selimut hitam itu di depan dada. Matanya menatap nyalang ke atas.
“Saya selalu nggak bisa menolak meski saya sendiri tertekan.”
Ucapan Abhi beberapa saat lalu kembali terngiang.
Pria itu tertekan. Secara tidak langsung dia mengatakan kalau dia terpaksa menikahi Salsha hanya demi Sevanya, kan? Entah karena terlalu sayang atau apa, tapi dari kalimat yang Abhi ucapkan tadi, secara garis besar Salsha jadi tahu kalau pria itu memang jarang menolak permintaan-permintaan orang yang dia sayangi. Dengan tambahan, meskipun aslinya dia tertekan.
Dan mengetahui fakta bahwa Abhi merasa tidak nyaman dengan semua ini membuatnya gelisah. Tentu pikiran pria itu tidak sama seperti dirinya yang merasa harus baik-baik saja karena nyawa Nia dipertaruhkan.
Tapi bagaimana dengan Abhi? Dia mencintai Sevanya. Dan sayangnya, istri yang dicintainya justru menyodorkan perempuan lain untuk dinikahi demi mendapat keturunan, tentu harga dirinya sebagai suami hancur, serta cinta yang mungkin merasa disepelekan.
Salsha mendesah. Dia menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan mata. Merasa bersalah atas pria itu.
Seharusnya ... Dia menolak sejak awal. Jika dia keras kepala menolak tawaran gila Sevanya, tentu dia tidak harus terjebak dalam rasa bersalahnya terhadap Abhi.
Salsha kembali mengubah posisinya, kini berbaring miring.
Tapi dia tidak menyesali ini. Karena Nia.
Dan belum sempat dia memikirkan lebih jauh, pintu di belakangnya terbuka. Salsha berbalik dengan segera menemukan pria itu masuk, masih mengenakan pakaian yang sama.
“Belum tidur?” tanya Abhi mendudukan diri di tepi ranjang.
Salsha menggeleng.
“Kenapa?” Abhi kembali bertanya.
“Nunggu Bapak.” Salsha menjawab. Sedikit menggeser diri saat melihat pria itu mulai memasukkan satu persatu kakinya ke dalam selimut.
“Kenapa nunggu saya?” Suara dalamnya kembali terdengar.
Dan Salsha semakin memeluk selimutnya. Tidak berani balas menatap mata hitam itu. Meskipun posisi Abhi masih sedikit di atas karena pria itu duduk menyandar pada kepala ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Wedding [SELESAI]
Romance[PART MASIH LENGKAP] *** Menurut Salsha, hal yang paling berharga setelah dia kehilangan harta, warisan, atau bahkan orang tuanya adalah Nia. Adik semata wayang dan juga keluarga satu-satunya yang dia miliki. Saat usianya 20, kehidupannya jungkir b...