Jika; 28

5.4K 795 94
                                    

SALSHA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SALSHA

***

Sebulan setelah aku hamil, mual-mual dan pusingku mulai sedikit berkurang. Aku sudah bisa makan meskipun itu hanya sedikiiit sekali setiap porsinya. Seringkali mertuaku sewot mengetahui porsi makan ku yang sedikit, tapi mau bagaimana lagi? Setiap aku memaksakan makanan bergizi itu masuk ke dalam mulutku, perutku tidak bisa berkompromi dan berakhir muntah.

Sudah tiga hari lamanya aku nggak lihat batang hidung Pak Abhi yang biasanya berkeliaran di sekitar ku tanpa tahu malu padahal aku sudah mengusirnya.

Bukan apa-apa, masalahnya, Mbak Seva pernah nge chat aku menanyakan suaminya yang sudah dua hari nggak pulang. Mana Pak Abhi nggak ngasih kabar, lagi. Makin nggak enaklah aku.

Sejak saat itu, aku mulai getol mengusirnya kalau sudah dekat-dekat dan nggak mau pergi.

Nah, kemarin, aku baru saja menemukan ruangan besar berisi satu piano klasik di atas lantai marmer berwarna putih bercorak coklat. Sebenarnya sudah lama sih aku melihat ruangan itu, tapi kata Muti, di situ tempat privatnya si putra sulung. Jadi aku takut buat masuk meskipun tanganku gatal sekali ingin memencet tuts-tuts piano karena sudah lama tidak memainkannya.

Dan ternyata, sikapku yang sering melirik-lirik ruang piano itu disadari sama Ibu Riana. Beliau mengizinkan ku masuk ke dalam kapanpun aku mau. Aku bahagia seketika.

Selanjutnya, di sini aku berdiri sekarang. Setelah menyelesaikan makan malamku dan minum susu di bawah tatapan laser mamanya pak Abhi itu itu, aku bergegas masuk ke dalam ruangan ini.

Aku menyentuh perlahan tutup grand piano yang memayungi tuts-tuts di dalamnya. Sebelum duduk di kursi dan membuka tutup itu dengan super hati-hati.

Senyumku melebar saat menyentuh tuts satu persatu sampai dentingan itu terdengar lembut.

Perlahan tanganku bergerak sesuai dengan nada yang masih aku ingat. Membentuk sebuah melodi yang merdu dan menenangkan.

Dulu, Kiss the Rain milik Yiruma ini berhasil menarik perhatianku untuk mempelajarinya.

Tubuhku mendadak ringan, suasana hatiku berubah bahagia. Untuk pertama kali dalam lima tahun hidupku yang pelik, aku merasa lepas begitu saja.

Sampai jariku menyentuh tuts terakhir, suasana bahagia tidak berubah. Senyum ku melebar.

Namun seketika lenyap saat mendengar suara tepuk tangan dari arah belakang tubuhku.

Aku menoleh, menemukan sosok putra sulung Subrata berdiri di sana sambil bertepuk tangan takjub. Aku baru ingat kalau dia dan Bhakti Subrata akan kembali dari Jambi hari ini.

Aku berdiri dengan canggung. Sial sekali nasibku, baru pertama kali menginjakkan kaki di ruangan ini saja sudah terpergok sama yang punya.

Namun bukan ekspresi marah, tidak suka, atau kesal yang kudapat dari wajahnya. Edwyn Subrata justru tersenyum manis sambil menyandarkan tubuhnya pada badan piano. Tatapannya nggak lepas dari mataku.

Second Wedding  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang