Bab 7
***
Jam makan siang.
Salsha makan siang di warteg seperti biasa. Selain karena harganya aman di dompet, berjalan ke sini tentu tidak membutuhkan ongkos sepeser pun.
Dirinya makan bersama Cici dan Mbak Mugi siang ini. Menolak ajakan makan siang Mbak Seva yang seperti biasa mengantar bekal untuk suaminya.“Hooh dulu, sebelum Mas Satria yang jabat jadi tim leader kan ada Mbak Rima. Gila orangnya, nggak bisa di nego kalau soal kerjaan.” Mbak Mugi bercerita sambil sesekali menyuap.
Cici yang menjadi teman mengobrolnya bergedik. “Untung gue belum kerja di sini waktu itu. Udah dapet pimpinan kayak Pak Satria udah bersyukur banget gue. Friendly banget. Sayang-able orangnya.” Cici nyengir.
“Hush, jangan asala muji gitu! Lo nggak tau kalau Chaca lagi di pdkt-in Mas Satria?!”
Salsha melotot mendengar kalimat Mugi.
Cici malah lanjut tertawa. “Siapa yang nggak tau, Mbak? Meskipun sifat Mas Satria sayang-able untuk cewek lain, tetep aja sikapnya ke Mbak Chaca itu beda.
Salsha tersedak teh hangatnya. “Beda gimana? Sama aja, ah!”
“Beda lah! Di divisi kita yang ditepokin kepalanya Cuma karena pekerjaannya selesai dengan sempurna siapa? Elo doang, Mbak. Yang lain mana pernah.”
“Itu doang?” Salsha mencibir.
“Karena dari itu, Cha. Biasanya cowok sering ngasih perhatian-perhatian kecil ke cewek yang mereka anggap menarik. Meskipun kadang si cewek cuma nganggap biasa. Ya, kayak lo gini.” Mugi menyahut.Salsha malas menyahut. Hanya melanjutkan makannya dalam diam.
Entah kenapa, meskipun biasanya dia merasa antusias jika membahas tentang Satria, sepertinya hari ini adalah pengecualian. Dia merasa malas membahas apapun. Merasa tidak.tertarik dan hampa.Seolah kehadiran Seva atau pun Abhi adalah pusat yang menyedot seluruh energi positif yang dimilikinya.
***
Tiga hari kemudian.
Kekesalan Salsha seribu kali lebih banyak saat pagi-pagi sekali, saat dirinya terbangun di dalam kamar apartemennya setelah sakit yang amat hebat melanda perut. Lalu menemukan bercak darah di celana dalam.
Demi apa pun! Bagaimana dirinya masih bisa menstruasi setelah malam itu melakukannya berkali-kali sampai membuat seluruh tubuhnya seolah dilucuti? Sia-sia saja!
Salsha yang sudah membersihkan diri segera meraih ponselnya. Memberi kabar singkat kepada Abhi sebelum beranjak ke rumah sakit.
Adiknya, Nia, besok akan melakukan operasi pengangkatan tumornya. Dan tentu sekarang yang dia butuhkan hanyalah semangat dari Kakak semata wayang yang dia punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Wedding [SELESAI]
Romance[PART MASIH LENGKAP] *** Menurut Salsha, hal yang paling berharga setelah dia kehilangan harta, warisan, atau bahkan orang tuanya adalah Nia. Adik semata wayang dan juga keluarga satu-satunya yang dia miliki. Saat usianya 20, kehidupannya jungkir b...