--Geminorum 15--

928 190 185
                                    

Gavin Ganteng

_____

Setelah berpikir semalaman, disinilah Bryan pagi ini.

Laki laki itu turun dari motornya tepat di depan rumah Aurora, bukan lagi di depan gerbang.

Ia menekan bel bermaksud memberi tahu kedatangannya pada siapa pun yang ada di dalam rumah besar tersebut.

Tak lama pintu rumah terbuka dan menampilkan sosok Blytha yang rapi dengan balutan seragam sekolahnya. Gadis itu cantik, Bryan akui itu. Tapi ia tidak menyukai gadis yang kini menjadi tunangannya.

Blytha tersenyum lebar. "Ngapain? Jemput aku ya?"

Pede banget lo, desis Bryan dalam hati, namun ia tidak bisa mengucapkannya langsung entah kenapa Bryan tidak tahu juga.

"Bu--"

Ucapan Bryan terpotong. "Eh ada Bryan! Masuk masuk!" suruh Adena yang tadi juga mendengar bel rumah berbunyi dan ternyata yang datang adalah calon menantu kesayangannya.

"I-iya tante." Bryan merutuki dirinya sendiri yang tiba tiba saja gugup.

"Kok masih manggil tante sih? Mama don!" ujar Adena terdengar merajuk. Bryan hanya mengangguk tersenyum canggung.

"Bryan udah sarapan?" tanya Adena yang sedang menyiapkan sarapan di atas meja makan.

"Belum Tan, eh Ma," jawab Bryan jujur.

"Ya udah sarapan dulu sini!"

Mau tak mau akhirnya Bryan ikut duduk di lingkaran meja makan. Blytha sudah duduk tepat di samping Bryan.

Tak lama Papa Aurora masuk ke ruang makan, dan duduk di tempat biasanya.

"Eh, Bry!" sapa Albert. Pria paruh baya yang tak kalah tampan dengan anak muda itu tersenyum hangat mengetahui calon menantunya itu ikut sarapan bersama mereka pagi ini.

"Hai Om, eh Pa." Maklum Bryan belum terbiasa.

Albert terkekeh singkat. "Jemput Blytha ya?" godanya.

"Bu--"

Lagi lagi ucapan Bryan terpotong, namun kali ini dipotong oleh gadis yang merupakan tujuannya menginjakkan kaki di kediaman Allen dan family ini.

"Ma, Pa! Aurora berangkat dulu." Gadis yang tak lain adalah Aurora itu berjalan menuju rak mengambil sepatu tanpa menoleh ke arah meja makan dimana tempat itu terdapat seorang anggota baru. Aurora pikir hanya akan ada Mama, Papa serta gadis perusak seperti biasa.

Aurora memakai sepatunya tanpa mengindahkan tatapan semua orang terhadap dirinya.

"Bareng gue ya!" Bryan berdiri dari duduknya, menghiraukan tatapan orang di meja kini beralih padanya.

Bryan mendekati Aurora yang kaget mendengar suara bariton milik laki laki tampan itu.

"Eh? Sejak kapan lo disini?" tanya Aurora kembali melanjutkan memasang sepatunya setelah mengembalikan kesadarannya.

Tidak menggubris, Bryan malah berucap, "Bareng gue ya!" ulangnya.

"Hmm... Ayen, maaf ya gue nggak bisa. Gapin udah nunggu di depan," ujar Aurora tak enak hati. Lagi pula sejak kapan Bryan mau berbarengan dengan dirinya tanpa ada paksaan dari Aurora. Otaknya lagi konslet kali makanya agak aneh gitu. "Bareng Blytha aja tuh!" Aurora menunjuk Blytha dengan dagunya.

"Gue duluan ya!" Aurora menepuk singkat pundak Bryan bermaksud mengatakan bahwa ia akan pergi dahulu.

Seakan bisu, Bryan tidak dapat mengeluarkan sepatah kata pun. Ia tidak tahu kenapa rasanya begitu sakit dibagian dada. Ada apa dengan dirinya? Apa benar dia sudah menyukai Aurora sedalam itu, hingga ditolak gadis itu demi orang lain sungguh terasa menyakitkan?

Prescience (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang