--Geminorum 53--

621 90 251
                                    

Traktir Men-traktir

_____

Hari ini adalah hari pembagian rapor untuk semua murid SMA Airlangga, sekaligus pengangkatan anggota osis baru. Setelah menerima rapor, tentunya akan ada libur panjang yang sangat ditunggu tunggu oleh semua murid dimana pun mereka bersekolah.

Seperti biasa, Bryan lah yang akan menjadi juara umum untuk angkatan 11 IPA. Sudah hal yang wajar itu terjadi.

Sedangkan untuk juara umum 11 IPS jatuh kepada Zuyu Azuya. Gadis polos yang sayangnya berotak cerdas.

Untuk penerimaan rapor diharuskan orang tua datang ke sekolah untuk mengambilnya.

Dan disinilah Adena pagi menjelang siang ini, bersama suami tercintanya, Albert. Wanita paruh baya itu senang karena salah satu anaknya ada yang meraih peringkat dua, ya siapa lagi kalau bukan Blytha? Aurora tidak mungkin bukan? Blytha mendapat peringkat kedua untuk kelas 11 B Ipa. Tentu saja Alden yang pertama.

Bryan dan Alden itu sama sama pintar cuman yah Bryan sedikit lebih di atas Alden.

Namun di lain sisi Adena juga tidak senang karena anak satunya lagi selalu mengecewakannya. Aurora mendapat peringkat 28 dari 34 murid kelas 11 A Ips. Wah mantap, Ra! Pertahankan prestasimu itu, Nak!

"Kamu itu kenapa selalu mengecewakan Mama, Ra? Contoh Blytha! Andai aja dia nggak sakit waktu ujian, dia udah pasti bisa dapetin juara satu. Kamu gimana? Jangankan sepuluh besar, dua puluh besar aja kamu nggak sanggupkan?" maki Adena ketika wanita paruh baya itu keluar dari kelas Aurora.

Albert sudah berusaha menenangkan istrinya yang seakan ingin meledak. Muka Adena sudah memerah karena amarah.

Aurora menatap Mamanya dengan pandangan bertanya tanya. Bukan kah ini sudah ada kemajuan? Sebelumnya ia mendapat peringkat 29 dan sekarang naik satu tingkat menjadi 28, bukan kah itu hebat?

"Kamu tuh bikin malu aja!" dengus Adena tajam.

Lagi Aurora menatap Mamanya dengan bingung. Benar bukan? Mamanya sudah berubah! Sebelumnya Adena tidak pernah memarahi Aurora seburuk apa peringkat gadis itu, malah ketika SMP ia pernah mendapat peringkat terakhir, Adena biasa biasa saja. Atau setidaknya Adena akan menasihatinya ketika di rumah agar lebih giat lagi belajar, tak lupa menyemangati Aurora berulang kali. Tapi untuk kali ini tidak sama sekali, malahan Adena tak segan segan memarahi Aurora di sekolah yang mana sama saja wanita itu memarahi anaknya di depan umum.

"Udah, Ma! Aurora udah ada kemajuan kok! Ini peringakatnya udah naik satu nih," hibur Albert menunjuk nunjuk peringkat Aurora di rapor yang terbuka.

"Belain aja terus anak kamu!" tukas Adena semakin marah, sedikit membuat Albert terdiam.

"Aku juga anak Mama!" seru Aurora tak suka jika Papanya disalahkan seperti itu, padahal Aurora juga anaknya. Bukankah begitu?

Adena mengalihkan pandangannya pada Aurora. "Bikin malu keluarga aja! Dibesarin susah susah malah ini balasannya." Tanpa sepatah kata lain, wanita itu langsung melangkah menjauh dari kelas Aurora.

Albert menatap anaknya, Aurora. Pria paruh baya itu langsung memeluk putrinya dengan penuh kasih sayang. Dibelainya rambut Aurora dengan lembut.

"Bagaimana pun kamu. Bagi Papa, Aurora tetaplah putri terhebat Papa. Maafin Mama ya, Ra! Mungkin Mama lagi emosi aja makanya sampe marah gini. Jangan ambil hati. Papa bangga banget sama anak Papa yang satu ini." Albert mengusap pipi Aurora yang ternyata sudah basah. Aurora menangis.

Apa gadis itu menangis karena ucapan Adena? Atau terharu karena kasih sayang Papanya?

Sadar atau tidak mereka sudah menjadi tontonan gratis para manusia yang berada di sekitar tempat kejadian. Percayalah, andai saja Adena bisa menahan emosinya sampai mereka tiba di rumah, maka semua orang tidak akan berpikiran negatif mengenai keluarga Allen yang termasuk jajaran keluarga terhormat di Ibu kota.

Prescience (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang