Kita Yang Dulu Kemana, Ma? Pa?
_____
Tidak terasa satu semester berlalu begitu cepat. Selama itu pula Aurora menabung rindunya untuk Bryan.
Tepat tadi pagi adalah hari pembagian rapor yang akan menentukan siswa siswi akan naik atau tinggal kelas.
Untuk pertama kalinya Aurora merasakan bagaimana rasanya masuk keperingkat dua puluh lima besar. Rasanya seperti.... Ah tidak bisa digambarkan dengan kata kata, karena bagi Aurora itu sudah sangat luar biasa.
Aurora menatapi rapornya lagi dan lagi dengan mata yang berkaca kaca seakan benda tersebut adalah berlian yang ia temukan di padang pasir yang tandus dan gersang.
Aurora ingin sekali memberi tahu kabar gembira ini kepada Bryan, tapi sayangnya laki laki itu tidak bisa Aurora hubungi. Bryan sedang sibuk dua minggu belakangan ini karena laki laki itu juga melaksanakan ujian, tapi Aurora tidak tahu ujian seperti apa yang dimaksudnya.
Sekarang sudah hampir tengah malam, tapi Aurora sama sekali tidak mengantuk. Ia masih asyik memandangi rapornya, dan sesekali melirik ponsel yang berada di sampingnya.
Uhuk...
Tiba tiba Aurora terbatuk, tapi tidak ia hiraukan.Uhuk... Uhuk...
Aurora terbatuk lagi, dan tenggorokannya terasa gatal. Untuk kali ini, ia tidak bisa menghiraukan batuknya. Aurora butuh minum.Ia tutup rapornya, menaruhnya di atas meja samping tempat tidur. Gadis itu melangkah keluar kamar, menuju dapur untuk mendapatkan segelas air.
"Kok gelap ya?" gumam Aurora ketika ia sudah sampai di anak tangga terakhir. Biasanya lampu di ruang bawah akan ada satu yang dinyalakan agar tidak terlalu gelap, tapi malam ini tidak ada satu pun lampu yang menyala di lantai bawah.
Lagi, Aurora tak menghiraukannya, gadis itu terus berjalan menuju dapur dengan meraba raba dinding agar tidak menabrak sesuatu. Masalahnya jika Aurora harus menghidupkan lampu ruang tengah dulu, itu akan menghabiskan banyak waktu sedangkan tenggorokan sudah benar benar gatal.
Ia tekan saklar lampu dapur, dan mulai mengambil gelas serta air.
Glek... Glek... Glek...
Air mengaliri tenggorokan Aurora. Yang semula berada di dalam gelas, sekarang sudah berpindah ke dalam perut gadis itu."Ah... Lega!"
Aurora menaruh gelas di tempat cuci piring, dan kembali melangkah menuju kamar. Tak lupa sebelum itu Aurora matikan lampu dapur.
Ketika Aurora ingin menginjak anak tangga pertama, tiba tiba...
"HAPPY BIRTHDAY!!!" teriak beberapa orang dan seketika lampu menyala.
Aurora menoleh ke belakang dan mendapati sang Mama tengah membawa sebuah kue ulang tahun dengan angka '17'.
Aurora melirik sebentar jam dinding besar yang menggantung beberapa meter dari tempatnya berdiri. Sudah pukul 12 malam lewat dua menit, berarti sudah berganti hari. Aurora baru ingat bahwa ia berulang tahun. Yang lebih tidak menyangka lagi, bahwa Adena --Mamanya-- berdiri beberapa langkah di hadapannya dengan membawa kue ulang tahun untuknya.
"Happy birthday, Sayang!" seru Adena lagi dengan senyuman yang paling lebar.
Aurora tak menyangka bahwa Adena masih mengingat hari ulangtahunnya, secara beberapa waktu belakangan wanita itu tampak memusuhinya. Aurora tersenyum senang.
"Ma--"
"Sweet seventeen, Blytha sayang!"
Deg!
Sontak kedua mata Aurora melebar, Adena berjalan menaiki tangga melewati dirinya, menghampiri seorang gadis yang berada di tangga ketiga paling atas. Senyum Aurora perlahan memudar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prescience (END)
Teen Fiction(Follow dulu yaaa.... Sebelum membaca 🤗) -- REVISI SETELAH TAMAT --- Judul Awal : - Geminorum - Ethereal Of Athena Author cerita : Mamih Athena Pengetik : Aku ⚠⚠ young adult ⚠⚠ "Lo udah ambil Papa Mama gue. Lo udah ambil se...