Desir lembut angin senja yang terperangkap di peletakan rotasinya hari. Membubus dari setangkai dahan yang ranggas, hingga gelepurlah dalam sekubangan waktu di detak persembunyian sunyi ini, Nona. Faktanya, selarik alunan angin itu masih meniruskan takjubnya untuk membelai mahkotamu yang terindah. Sesaji yang dihaturkan lewat serangkai prosesi jamuan mimpi, telah dikecupkan pada sebidang lembaran takdir; berpayet pun kemudian mendera pamit sebelum saga itu menjemput malamnya. Iya, Nona. Perguliran takdir itu telah menyelengkan rindu paling angkuh dari sekedar tarian ilalang yang bertajuk mesra.
Hingga meski perbatasan malam itu membentang di pelataran ufuk, angin tetaplah angin! Dibuai dalam ingin pun ditelanjukkan segersang musim. Tak layak jika bersanding dalam megahnya segugus malam. Lantas, biarlah detak waktu itu kian menanakkan rindu di relung paling sunyi; menunggingkan mimpi, pun memulangkan sepi.
Madura, 26 Desember 2020
Pengagum Sajak
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN SAJAK
PoetryPuisikan Jiwa Liarkan kata Maka, lihatlah! Keindahan sastra