= Banjarmasin, 2036=
Ruang pertemuan tersebut terisi penuh oleh mahasiswa kedokteran Universitas Lambung Mangkurat yang tengah menjalani kepaniteraan klinik ilmu kedokteran jiwa. Sedari memasuki ruangan tadi, mata Faisal tak henti-henti mengarah pada seraut wajah bulat telur yang rambutnya diikat ekor kuda. Sebagai dosen yang tengah membimbing mahasiswa, sikap tersebut kemungkinan bisa menimbulkan ketidaknyamanan. Faisal tahu benar itu. Meski demikian, matanya ternyata lebih bandel dan liar dari burung pipit yang bersarang di atap gedung RSJ Sambang Lihum ini. Maunya hinggap di tempat yang tidak terduga. Sudah diusir pun, tetap nekat kembali dengan mencuri-curi.
Arman, ketua regu Yunida telah selesai membacakan laporan kasus pasien yang datang tadi malam. Kini giliran Faisal untuk menanggapi.
"Sebentar, kenapa kamu tegakkan diagnosis skizoafektif tipe mania?"
Arman yang sedari awal sudah menatap dengan ragu, semakin gelisah. "Mmm, karena ditemukan ciri-ciri skizofrenia dan gangguan afektif, Dok."
"Ya, benar memang begitu. Tapi apa ciri khas gangguan afektif pada skizoafektif?"
Dengan bingung, Arman membalik-balik buku catatan. Entah catatan apa. Dalam hati, Faisal seperti melihat dirinya sepuluh tahun yang lalu, saat berada dalam posisi Arman. Ah, berurusan dengan mahasiswa selalu menyenangkan. Membuat mereka berpikir kritis, membantu mengarahkan pemahaman, dan menggelitik rasa penasaran akan ilmu, selalu membuat hari-harinya cerah.
"Kok jadi sunyi macam kuburan?" seloroh Faisal. "Ada yang bisa bantu?"
Sebuah tangan terangkat. Seketika, dada Faisal berdentum, untuk kesekian kali dalam waktu kurang dari satu jam.
"Ya, kamu, Yun. Silakan."
Ada suara tawa kecil di antara mahasiswa.
"Nida, Dok," protes Yunida. Wajahnya memerah karena ditertawakan teman-temannya.
"Terserah! Ayo dijawab, Yun!" Faisal tak mau kalah. Wajah yang memerah dan kucir yang bergerak-gerak itu membuat hatinya girang.
Tawa tertahan pun pecah. Yunida terpaksa memelototi rekan-rekannya.
"Gejala-gejala skizofrenik dan afektifnya harus sama-sama menonjol pada satu episode penyakit yang sama, Dok."
"Naah, betul! Terima kasih, Yun." Faisal meringis penuh kemenangan. Entah mengapa, menggoda gadis bermata bulat itu sangat menyenangkan. Ia tidak keberatan seisi kelas mentertawakan atau mencurigai ada maksud tertentu. Toh ia hanya menyebut nama, bukan melakukan pelecehan seksual.
Faisal segera menguasai kelas dan meredam tawa mereka dengan melempar pertanyaan kepada Arman. "Gimana, Man? Ada nggak ciri khusus itu pada pasienmu?"
Arman kontan meringis. "Ehehe, maaf, Dok. Saya perbaiki laporannya."
"Siapa lagi yang mau menyampaikan laporan?"
Tangan Yunida kembali terangkat.
"Yak, silakan."
Yunida berdiri sambil memegang kertas laporan. "Nama pasien Nyonya N, umur 38 tahun, alamat Jalan Sutoyo Banjarmasin, datang diantar keluarga karena gelisah dan mengamuk ...."
Faisal memperhatikan dengan saksama gadis yang sejak kemarin menyita perhatiannya. Wajah dan postur tubuh sangat mirip Yun, gadis dari masa lalu. Namun, gerak-gerik Yunida berbeda. Cara menatap dan berbicara sama sekali lain. Yun yang ini sangat percaya diri. Lihat saja, digoda seisi kelas, ia cuma membalas dengan memelotot dan mencibir. Suaranya tegas, tidak terasa keraguan sama sekali. Sikap itu mengingatkan Faisal pada ibunya, seorang wanita karir yang tangguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magamon Insaf
RomanceMagamon. Manusia Gagal Move On. Faisal Elvano, dokter ahli jiwa sekaligus dosen FK, telah menyandang gelar itu sejak cinta pertamanya kandas lima belas tahun yang lalu. Sekarang usianya 33 tahun dan masih belum ada tanda-tanda ia akan melepas masa l...