= Banjarmasin, 2020 =Pikiran Faisal masih terganggu karena kedatangan ibunya. Ia cuma makan dengan Yun. Masa iya, seheboh itu reaksinya? Lebay. Kalau pacaran santun masih saja dihujat, nanti ia akan membawa Noni ke rumah. Hmm, barangkali semua rambut mamanya akan berdiri tegak.
Seringai jahanam merebak di wajah tampan Faisal. Tangannya meraih potongan kepiting. Saat itulah, ia baru sadar bahwa Yun tidak baik-baik saja.
Gadis itu duduk dengan tegang. Napasnya satu-satu. Pipi sudah basah karena air mata yang meluber dari pelupuk.
"Yun, kamu kenapa?"
Yun menggeleng dengan cepat. "Ma-mama kamu be-benci sama aku!" Kalimat Yun terbata karena napas yang tersendat.
Yun benar-benar merasa ngeri. Mata Widya tadi membelalak dan tajam menatap padanya. Hanya dengan melihat itu saja, ia tahu hubungan mereka tidak direstui.
Ya, ibu mana yang akan merestui hubungan sangat tidak seimbang ini? Bahkan ibu angkatnya saja meragukannya. Oh, Yun sangat ngeri. Takut sekali bila esok berjumpa Widya, ia akan disembur habis-habisan. Kritik proposal saja sudah membuat menangis. Jangan-jangan dirinya akan dicuci habis karena pacaran dengan putranya.
Yun, kamu sih, kegenitan. Siapa coba yang suruh pacaran sama anak SMA? Gini nih hasilnya. Tahu rasa, 'kan?
Sebuah suara bergaung di sudut kepala yang gelap. Sakit sekali mendengarnya. Benar, ia hanya debu bila dibandingkan dengan keluarga Faisal.
Kamu anak lonte! Kamu nggak pantes buat cowok baik-baik!
Pergi! Jauhi dia!
Suara dari masa lalu itu membuncah ke permukaan ingatan. Seketika, lantai yang dipijak Yun seperti berisi paku. Di mana pun kaki diletakkan, terasa tidak nyaman.
"Ju-jujur sama aku, Sal. Mama kamu nggak setuju sama kita, 'kan?" Yun berusaha bertanya, walau suaranya bergetar dan serak.
Faisal tidak segera menjawab karena sebenarnya tidak mau berbohong. Tapi, ia ragu bila kejujuran akan menyakiti Yun. Sikap diam itu justru semakin menguatkan dugaan Yun.
"Berarti bener. Mama kamu nggak setuju," rintih gadis itu.
Udara mendadak terasa dingin. Angin yang berembus menerpa kulit terasa tajam menusuk. Hati Yun membeku seketika. Ia menutup wajah dengan kedua tangan dan menelungkup di meja. Tangis sesenggukan pun pecah kembali.
Faisal berpindah duduk ke samping gadis itu. Tangannya melingkari pundak Yun, namun gadis itu menepis dengan tegas.
"Jangan sentuh! Nanti aku makin dimarahi Bu Wid!"
Faisal terpaksa menelan liur. "Loh, nggak ada mama di sini. Masa dimarahi?"
"Enggak, jangan!"
"Yun?" panggil Faisal seraya memberikan tisu. "Udah, ah, nangisnya. Mama tuh emang gitu. Setiap aku deket sama cewek, dia uring-uringan. Cemburu kali."
Yun mendongak untuk meneliti reaksi Faisal. "Tapi, tadi Bu Wid marah banget. Dia pasti nggak setuju sama hubungan kita, Sal!"
Faisal mengangkat bahu. "Ya, emang kenapa kalau mama nggak setuju. Kamu tuh cewekku, bukan ceweknya mama."
"Enak banget ngomongnya. Urusan ini bisa rumit, Sal."
"Rumit gimana? Aku suka kamu, sayang kamu. Kita sama-sama sayang. Kenapa nggak boleh pacaran? Salahnya di mana?"
Yun merintih. "Kamu bisa ngomong gitu karena kamu masih SMA. Kamu belum mikir jauh, tahunya seneng aja. Coba kamu ada di posisiku."
Faisal menghela napas. Masih SMA lagi yang diungkit-ungkit. Mengapa semua orang mempermasalahkan statusnya sebagai murid SMA? Apa kalau masih SMA, ia tidak bisa bertanggung jawab layaknya lelaki? Enak saja!
KAMU SEDANG MEMBACA
Magamon Insaf
RomanceMagamon. Manusia Gagal Move On. Faisal Elvano, dokter ahli jiwa sekaligus dosen FK, telah menyandang gelar itu sejak cinta pertamanya kandas lima belas tahun yang lalu. Sekarang usianya 33 tahun dan masih belum ada tanda-tanda ia akan melepas masa l...