36. Ikatan Masa Lalu

293 86 43
                                    

= Banjarmasin, 2036 =

Mulut Yunida terus manyun walau mobil sudah berjalan beberapa waktu. Mula-mula, Faisal membiarkannya. Tapi setelah beberapa menit, ia bosan didiamkan terus.

"Kamu marah?"

Yunida mendengkus. "Enggak, Bang. Aku nggak marah!"

Faisal melongo. Siapa yang seharusnya marah? Harusnya ia, yang menangkap basah gadis itu tengah pegangan tangan dengan mantan pacar. Faisal berusaha menahan senyum. Ia ingin memencet hidung runcing gadis itu. Gemas sekali! Yunida berhasil menyeretnya ke masa remaja yang menggelora.

"Kalau nggak marah, bibir manyun itu karena apa? Bukan disosor Arman, kan?" tanya Faisal santai.

"Aku nggak berbuat apa-apa sama Arman. Abang jangan menuduh sembarangan. Dia aja yang main pegang nggak pakai bilang!" Yunida masih sewot dengan menggebu.

"Loh, emang aku nuduh kamu apa, sih? Aku udah ngomong apa?" balas Faisal.

Hmm, Raja Ngeyel kamu lawan, Yun!

Yunida terkesiap. Nyalinya mulai mengerut. Agaknya, ia tak akan menang berdebat melawan Faisal.

"Loh, tadi pagi waktu visit, kenapa memelototi aku, terus maksa pindah ke samping Abang? Bukan cemburu itu?"

"Oooo, kamu marah karena itu? Masalah kalau berdiri di sampingku?" tanya Faisal dengan nada enteng.

"Masalah, kalau sedang visit. Itu kan rumah sakit! Abang nggak malu kelihatan mesra di depan semua orang? Nggak profesional, tahu!"

Faisal mengangkat alis. "Masa cuma berdiri sebelahan aja mesra? Kamu pegangan tangan sama Arman apa namanya? Mesum?"

"Bang! Arman maksa megang! Aku nggak ngapa-ngapain sama dia!" geram Yunida. "Tapi Abang cemburunya norak. Ngapain lihat gitu aja terus ikutan gandeng aku?"

Alis Faisal kembali terangkat. "Gandeng pacar sendiri masa norak? Kalau kamu nggak mau kugandeng, gimana kalau aku gandeng Syahrini aja? Lebih norak mana, gandeng kamu atau Syahrini?"

Yunida diam, tapi Faisal tahu gadis itu menahan tawa. Faisal tidak menyiakan kesempatan.

"Tuh, kan! Kamu juga nggak rela aku sama Syahrini. Ya udah, kita damai aja."

"Iiiiih, Abang! Aku tuh mau ngambek lama. Kenapa Abang bawa-bawa Syahrini, sih? Aku jadi kepingin ngakak, tahu!"

Faisal tidak menjawab. Sambil tetap memandang ke depan, tangan kirinya meraih tangan Yunida, lalu mengelusnya dengan lembut sejenak. Tawa Yunida lenyap seketika, berganti dengan debaran jantung yang menggila. Faisal selalu berhasil membuatnya jatuh. Walau tangan Faisal telah kembali memegang setir, hatinya masih bergemuruh.

"Jangan pergi ke orang lain, Yun. Aku bisa mati berdiri kalau kehilangan kamu," ujar Faisal dengan nada dalam.

Ada sesuatu yang menyentak kesadaran Yunida. Ucapan Faisal yang dalam seperti menyiratkan kesedihan yang lama dipendam.

"Tapi Abang bisa bikin aku mati berdiri kalau cintanya cuma setengah-setengah," protes Yunida lagi.

"Siapa yang cinta cuma setengah?" tanya Faisal, sambil tersenyum lebar dan tetap berkonsentrasi ke jalan.

"Hiiih! Emang dari tadi aku ngomong sama siapa, sih, Bang? Monyet Pulau Kembang[1]? Ya Abanglah! Sekarang Abang sedang sama aku, tapi aku kok merasa hati Abang ada di tempat lain." Nyinyiran Yunida meluncur deras.

Faisal tidak menoleh. "Nuduh sembarangan," gumamnya.

Yunida merasa kasihan juga. Mungkin apa yang belum ingin diceritakan itu sesuatu yang sangat berat. "Kenapa sih, Abang nggak pernah mau cerita masa lalu dan keluarga Abang?" tanya gadis itu dengan hati-hati. Disentuhnya punggung tangan Faisal yang memegang persneling. "Coba diceritain, siapa tahu bisa sembuh luka hatinya."

Magamon InsafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang