49. Ingin Mati

312 89 56
                                    

= Banjarmasin, 2021 =

Tiga hari sudah Faisal menghilang. Kedua orang tuanya dan Suryani sudah mencari ke mana-mana. Semua tempat yang mungkin dikunjungi Faisal di Banjarmasin sudah diperiksa. Mereka sampai membayar orang untuk mengawasi makam Yun. Bila Faisal datang ke sana, agar segera diajak pulang. Mereka juga menanyakan pada Mulyono dan Artini, siapa tahu Faisal nekat datang ke TKP Yun diperkosa dan bunuh diri. Namun, semua upaya itu nihil.

Teman-teman Faisal telah diminta membantu. Begitu pula Sopian, teman setawuran anak itu. Sopian bahkan mengantar Widya dan Ismet ke tempat Noni. Orang yang sakit hati bisa saja mencari hiburan dalam pelukan dada hangat, bukan? Widya nyaris pingsan saat tahu kelakuan anak tunggalnya di masa lalu.

"Tapi setelah punya cewek, dia udah nggak main-main lagi, kok, Tante," ujar Sopian. "Udah tobat. Malah merokok aja berhenti, kok."

"Faisal merokok juga?" Mata Widya terbelalak.

Sopian cuma bisa mengangguk sambil tersipu-sipu, karena merasa aib dirinya ikut terkuak. "I-iya, Tan."

"Ada lagi, nggak, tempat main Faisal yang lain?"

Sopian menggeleng. "Pokoknya sejak punya cewek, Faisal cuma main ke tempat ceweknya itu. Oh, iya. Om dan Tante udah cek rumah di Jakarta? Siapa tahu dia udah balik ke sana."

Ismet menggeleng. Ayah mertuanya sudah mengkonfirmasi hal itu. "Faisal pernah cerita nggak, dia suka main ke mana aja pas di Jakarta?"

Sopian menggeleng. "Dia kayaknya nggak keluar-keluar deh, Om. Kalau kami vidcall, dia di rumah, tuh. Habis punya cewek, Faisal banyak berubah, Om. Udah nggak mau geng-gengan, nggak mau tawuran, terus ngomongnya masa depan melulu."

Baik Ismet maupun Widya tertohok mendengar penuturan Sopian. Ternyata pengaruh gadis yang mereka anggap penyakitan itu demikian besar pada diri putra tunggal mereka. Diam-diam, Yun telah mengubah Faisal menjadi lebih baik.

"Tolong diingat-ingat, kira-kira dia bisa ke mana aja?" tanya Ismet.

"Waaah, Faisal mah bisa ke mana aja, Om. Uangnya banyak! Dia jualan macam-macam. Main saham juga."

"Main saham? Dari mana dia punya modal?" Widya terbelalak. Agaknya Suryani benar. Ia tidak benar-benar mengenal anak sendiri.

"Dapat dari kakeknya, katanya."

"Aduh, papaku!" Widya merasa kecolongan. "Kenapa anak kecil dikasih uang banyak?"

"Ma, kita lupa kalau Faisal bukan anak kecil lagi," ujar Ismet. Segunung rasa sesal menyertai kata-kata yang diucapkan dengan lirih itu.

Widya menangis. Kalau sudah begini, ia bisa apa? Mana mungkin menjelajah ke semua tempat untuk mengejar anak yang punya uang dan tidak takut apa pun?

"Faisal, maafkan Mama. Pulanglah, Nak," rintih Widya.

☆☆☆


Hari keempat, orang yang bertugas menjaga makam Yun mengabarkan ada orang yang ciri-cirinya seperti Faisal datang ke makam. Ismet segera menghubungi Suryani. Setelah berdiskusi sejenak, akhirnya diputuskan Suryani saja yang menyusul ke sana.

Dengan diantar mobil dan sopir Ismet, Suryani pergi ke Basarang. Menurut orang suruhan itu, Faisal tidak ada tanda-tanda akan pergi dari makam. Benar saja. Dua jam kemudian, saat Suryani tiba di sana, Faisal masih bersila di samping makam Yun. Ia duduk beralas plastik bekas karung beras. Ia mengenakan jaket biru tua yang ia pakai saat mengunjungi makam Yun pertama kali dulu. Hanya saja, sekarang hoodie-nya terpasang.

Mendengar ada langkah kaki mendekat, Faisal menoleh. Suryani pun menemukan wajah pucat yang lusuh. Kantung matanya menghitam. Segala pikiran buruk segera mengisi benak wanita itu.

Magamon InsafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang