= Banjarmasin, 2021 =
Sepanjang perjalanan pulang, Faisal kembali bungkam. Suryani yang tidak tega, memijat-mijat bahu anak itu untuk membantunya tenang. Faisal tidak menolak. Ia tidak peduli tengah dipijat atau dipukul. Ia bahkan telah kehilangan semangat untuk hidup.
"Pelakunya udah tertangkap, Faisal," ujar Suryani untuk menghibur.
Faisal menoleh. "Tiga-tiganya?"
"Iya. Satu ditangkap di Sampit. Yang dua di Kumai[1], waktu mereka mau melarikan diri ke Jawa pakai kapal. Ketiganya dari luar perusahaan. Semula niat mereka datang ke kamp buat jualan bensin dan kelontong. Tapi, lalu ... yah, seperti itu."
Faisal mengangguk. Memang benar, kabar itu memberi sedikit hiburan.
"Yun juga meninggalkan sesuatu buat kamu." Suryani merogoh tas. Dua benda itu ia dapat dari ibunda Yun setelah pemakaman di Basarang dan tidak pernah diutak-atik. Setiap melihat benda peninggalan Yun, hatinya miris membayangkan kembali kejadian tragis yang menimpanya.
Di malam nahas itu, pukul dua dini hari, bus yang ia tumpangi tiba di gerbang perusahaan sawit. Ayah Yun sudah menunggu di sana. Suryani kemudian diantar untuk beristirahat di mes perusahaan yang terletak di dekat situ. Yun akan dibawa ke situ setelah hari terang karena mereka khawatir bila membawa Yun saat tengah malam akan semakin membuat gadis itu ketakutan. Belum lama duduk di teras sambil menyesap kopi bersama ayah Yun, datanglah kabar dari kamp.
Jauh di kamp sana, petugas jaga pabrik kaget saat tahu ada yang terbakar di hutan dekat kompleks perumahan. Saat didatangi, ternyata seorang gadis tengah meregang nyawa dalam kobaran api. Rupanya, Yun menyelinap keluar dari rumah setelah ayah tirinya berangkat menjemput Suryani. Yun masih bernapas saat ditemukan. Namun malang, ia mengembuskan napas terakhir dalam perjalanan menuju klinik. Karena klinik itu terletak di samping mes tempat Suryani singgah, ia sempat melihat kondisi anak angkatnya dan nyaris pingsan saat tahu wujud jasad yang hangus dan menghitam.
"Apa ini, Bu?" tanya Faisal saat menerima kedua benda itu.
"Yang ini, surat Yun untuk kamu. Yang ini, ponsel Yun. Tadinya dikira hilang. Tapi ternyata ada yang menemukan. Waktu dinyalakan, ada wallpaper gambar kalian. Mungkin dia takut menyimpan barang milik orang yang sudah tidak ada. Makanya dikembalikan, setelah jenazah Yun ditemukan."
"Kenapa ponselnya untuk saya?"
Suryani mengembuskan napas. "Sebenarnya, orang tua Yun tidak mau memberikan ponsel Yun ke Ibu. Tapi entahlah. Ibu rasa kamu pasti ingin tahu hari-hari terakhir Yun. Jadi Ibu membelinya dari mereka."
"Makasih, Bu."
"Kamu tahu password-nya?"
Faisal mengangguk. Bersama Yun, ia menyetel password kedua ponsel mereka, sebagai janji tidak akan ada rahasia di antara keduanya. Ponsel Yun telah di-charge penuh. Faisal bisa membuka kotak pesan. Ada ratusan pesan tak terkirim. Faisal lemas saat membacanya.
"Ada apa di situ?" tanya Suryani.
Tanpa bicara, Faisal memberikan ponsel Yun ke Suryani. Wanita itu menangis saat membaca pesan yang semua hampir sama.
Faisal, aku kangen.
Faisal, kamu di mana?
Faisal, aku bingung. Orang dari perpustakaan itu sampai di sini. Aku takut.
Faisal, jawab. Aku takut.
Tangan Faisal beralih ke amplop kecil. Ia menemukan kertas kecil dan cincin giok merah. Air matanya kontan berhamburan saat tahu isinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magamon Insaf
RomanceMagamon. Manusia Gagal Move On. Faisal Elvano, dokter ahli jiwa sekaligus dosen FK, telah menyandang gelar itu sejak cinta pertamanya kandas lima belas tahun yang lalu. Sekarang usianya 33 tahun dan masih belum ada tanda-tanda ia akan melepas masa l...