45. Kotor

290 86 42
                                    

= Area perkebunan sawit PT. SS Jaya, Kotawaringin Barat, 2021 =

Saat ketiga orang itu meninggalkan Yun, ia tergolek tak berdaya di semak-semak. Hari sudah gelap. Tidak ada sinar yang menerobos hutan sawit. Tangan Yun menggapai-gapai sekitar, berusaha menemukan sesuatu yang bisa membantunya tenang. Akan tetapi, tangan itu hanya menggenggam rumput dan ranting semak. Alih-alih mendapat pegangan yang memenangkan, ia malah teringat pesan Faisal tentang ular.

Ular ... semak-semak banyak ular.

Sekarang udah gelap ....

Oh, Faisal bilang kalau malam ada ular.

Oh, tidak! Aku takut digigit ular!

Yun berusaha bangkit, namun rasa sakit membuat seluruh sendinya lemas. Sekujur badannya telah dijarah. Air liur berbau busuk tersisa di wajah, bibir, dan bagian tubuh yang lain. Ia tak sanggup membayangkan apa yang terjadi pada harta berharganya. Pasti semua sudah hancur.

Bau!

Ih ... kotor ... aku kotor!

Yun kembali menggapai sekitar. Ia menemukan bajunya. Dengan gerakan kalang kabut, ia menyeka seluruh tubuh dalam kegelapan.

Kotor!

Harus dilap. Harus bersih.

Faisal mau datang.

Yun menyeka dari atas. Bau liur itu berkurang sedikit. Ia meraba bagian bawah. Ada cairan berleleran di sana. Yun mengendus jari yang ternoda cairan itu.

Iiiiih! Bauuuu!

Aku nggak sukaaaa!

Jijiiiik!

Sambil menahan rasa mual, Yun menyeka bagian bawah tubuh. Rasa sakit mendera saat kain itu merambah bagian paling sensitif. Seketika, ia teringat telah kehilangan harta yang paling berharga. Ia tidak punya apa-apa lagi untuk dihadiahkan kepada Faisal.

Faisal ....

Faisal ....

Maafkan aku ....

Dipenuhi rasa bersalah, Yun terkulai lemas, meringkuk di semak-semak sambil sesenggukan. Entah berapa lama ia berada dalam kegelapan. Ia tidak takut gelap. Justru saat ini kegelapan itu menyembunyikan aibnya dengan sempurna sehingga tidak seorang pun tahu dirinya telah ternoda.

"Hei, hei, bangun!" Suara si pemuda menyeruak di antara nyanyian serangga hutan.

Yun membuka mata. Pemuda itu berjongkok di depannya. "Mau apa kamu?" tanyanya, lirih karena kehabisan tenaga.

"Ayo bangun! Jangan di sini terus!"

"Nggak mau. Aku mau di sini!"

"Sampai kapan? Ini sudah malam, Yun!"

"Nggak tahu. Selamanya ... mungkin." Yun memejamkan mata lagi.

"Yuuuuunnn!" Pemuda itu berteriak di telinganya sehingga Yun terjingkat. "Cepat lariiiii! Orang jahat tadi datang lagiiiiii!"

Rasa takut mencengkeram hati Yun. Ia berusaha bangkit dengan tenaga yang tersisa. Rasa nyeri di selangkangan segera mendera. Yun merintih kesakitan.

"Lariiiiiii!" seru pemuda itu.

Yun memaksa diri melangkah cepat walau hanya kegelapan yang terlihat. Hutan itu begitu gulita, tak ada penerangan sama sekali. Berkali-kali Yun terantuk semak atau menabrak pohon.

"Lariiiii!"

Yun berusaha mengayun kaki lebih cepat. Entah berapa lama ia begitu, yang jelas sepanjang malam. Karena saat ia berhenti, langit yang hitam mulai berganti warna menjadi biru tua.

Magamon InsafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang