= Jakarta, 2021 =
Di rumah kakeknya di Jakarta, Faisal kalang kabut. Sudah beberapa hari Yun tidak menjawab panggilannya. Pesan teks pun hanya dibaca, tidak dibalas. Pasalnya mereka sempat bertengkar.
Semua bermula ketika Faisal merasa perilaku Yun terlihat semakin aneh. Gadis itu sering tidak fokus. Baru bicara satu hal, tiba-tiba berubah topik. Lantas yang paling mencemaskan adalah kecurigaannya pada segala macam hal. Dari mulai teman sekantor yang meremehkan dirinya, hingga kepala Puskesmas yang katanya mengerikan bak nenek sihir.
"Yun, mana obatmu? Aku mau lihat sisanya," ujar Faisal saat video call malam itu.
Yun merengut. "Kamu curiga terus. Aku minum rutin, kok."
"Iya, aku percaya. Aku cuma mau lihat. Kenapa nggak boleh?"
"Itu sama aja kamu nggak percaya aku, Faisal." Mulut Yun semakin manyun.
"Bukan begitu. Aku sayang kamu, makanya aku mau lihat obatmu. Kan kata Bu Sur obat itu masa depanmu. Jadi, aku mau lihat masa depanmu, cerah apa enggak," bujuk Faisal.
Dengan mulut masih manyun, Yun akhirnya menunjukkan kantong obatnya ke depan kamera. "Ini! Udah berkurang, 'kan?"
Faisal hanya bisa mendesah. "Kalau begitu, yuk diminum sekarang, aku mau lihat," ujar Faisal, mengikuti ajaran Suryani.
"Aku udah minum sebelum kamu vidcall," kilah Yun.
Faisal menjadi kesal. Ia berharap Yun tertib minum obat. Kalau begini, ia tidak tahu obat itu benar sudah diminum atau tidak. "Aduuuh, kenapa kamu minum duluan? Aku kan udah bilang tunggu aku vidcall baru minum," tegur Faisal agak keras.
"Kok kamu nggak percaya aku, sih?" keluh Yun. "Aku minum beneran, kok."
"Yun, aku nggak suka kamu begini. Obat itu demi masa depan kamu sendiri!" Suara Faisal mulai meninggi. Matanya menatap tajam. "Kamu seharusnya merawat diri sendiri, Yun. Kalau udah tahu harus minum sesuai dosis, ya harus dilakukan, dong!"
"Aku tahu apa yang aku butuhkan, kok. Kamu nggak usah curigaan begitu!" Yun ikut sewot karena dimarahi Faisal. Tatapan tajam Faisal menusuk tepat ke jantungnya.
"Aku nggak curigaan. Tapi kamu memang pernah curang minum obat. Gimana aku bisa percaya begitu aja?"
Yun juga kesal terus menerus dicecar soal obat. "Faisal, bisa nggak kita ngomong hal lain aja? Aku pusing kalau terus-terusan membahas obat."
"Enggak. Sekarang ini yang paling penting buat kamu adalah minum obat, Yun. Ayo dong, sadar!"
"Kapan sih, kamu percaya sama aku?"
Faisal ngotot. Rasa cemas membuatnya bersikap keras. "Aku baru percaya kalau kamu udah minum di depanku! Ayo, dong, jangan seperti anak kecil begini, Yun!"
Yun semakin kesal. Semua orang yang ia kenal di Pegatan seperti menekan dan memandangnya aneh. Sekarang Faisal juga marah-marah. "Aku bukan anak kecil! Kamu perlakukan aku seperti anak TK! Yang anak kecil itu kamu! Aku udah lulus sarjana. Kamu kan masih SMA."
Diungkit-ungkit statusnya yang masih SMA, Faisal tidak terima. "Kalau bukan anak TK, seharusnya kamu tahu, nggak boleh curang minum obat seperti ini! Aku memang masih SMA, tapi paling enggak aku tahu mengurus diri sendiri!"
Yun mulai berkaca-kaca. "Kamu pikir aku nggak bisa mengurus diri sendiri? Sampai minum obat aja harus ditunggui? Kamu segitunya meremehkan aku, Faisal."
Faisal terkesiap melihat air mata Yun meleleh. Ia tidak bermaksud membuat ceweknya menangis. Ia keras karena terlalu mencemaskan kesehatan Yun. "Yun, bukan begitu maksudku. Aku sayang kamu. Aku kepingin kamu sehat terus. Kamu mulai aneh akhir-akhir ini. Karena itu, aku pikir kamu nggak minum obat sesuai dosis lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Magamon Insaf
RomanceMagamon. Manusia Gagal Move On. Faisal Elvano, dokter ahli jiwa sekaligus dosen FK, telah menyandang gelar itu sejak cinta pertamanya kandas lima belas tahun yang lalu. Sekarang usianya 33 tahun dan masih belum ada tanda-tanda ia akan melepas masa l...