= Banjarmasin, 2020 =Seperti melayang ke awan-awan, perasaan Faisal bercampur aduk tidak karuan. Tapi yang diaduk itu semua hal yang bagus-bagus; senang, bahagia, bangga, kangen, dan berdebar-debar. Bayangkan, ia baru saja diterima oleh cinta pertama! Dunia kontan berwarna-warni bagai pelangi.
Faisal meraih sebuah kotak kecil berbentuk hati yang bagian luarnya dilapisi beludru berwarna merah menyala. Di dalamnya terdapat sebuah perhiasan sederhana. Itu adalah cincin yang terbuat dari batu giok berwarna merah. Biarpun sederhana dan harganya tidak seberapa, benda ini dibeli dengan uang hasil jerih payah sendiri, bukan sisa uang jajan pemberian orang tua.
Oh, buat gadisnya, ia harus berusaha sendiri. Masa untuk menyenangkan pacar harus menadahkan tangan pada orang tua? Gengsi, dong.
Sudah lama Faisal jengah dengan sikap ayah dan ibunya. Mereka saja bisa pergi seenak perut sendiri. Masa ia dikekang? Yang paling parah adalah perlakuan ibunya. Sedikit-sedikit takut anak semata wayang ini celaka atau sakit. Saking paranoidnya sang ibu, Faisal sampai terpengaruh. Saat kanak-kanak dulu, ia sempat merasa tidak akan berumur panjang.
Hal yang lebih menyakitkan adalah tuntutan untuk menjadi yang terbaik.
"Tuh, sepupumu aja bisa. Masa kamu enggak?" Ibunya selalu membandingkan dengan saudara yang lain.
Untung ia punya sifat memberontak. Otaknya tergolong encer. Banyak ide meletup untuk melawan kekangan. Jangan lupa, kata 'takut' tidak ada dalam kamusnya. Ditekan di sini, ia akan mencari jalan lain. Kalau perlu, menjebol tembok.
"Kamu itu satu-satunya harapan Mama dan Papa. Jangan bikin malu orang tua." Nasehat ayahnya selalu sama. Apakah lelaki itu tidak memiliki perbendaharaan kata yang lebih banyak?
Papa?
Faisal mendengkus. Ayahnya hanya satu, yang sekarang sudah tenang di surga. Ayah yang ini hanya bapak sambungan yang tidak pernah ia setujui. Jadi, orang luar jangan coba-coba ikut mengatur hidupnya.
Faisal mengeluarkan sepeda motor. Setelah pamit pada asisten rumah tangga, ia melaju ke rumah Yun.
🌺🌺🌺
Yun kaget. Panggilan Faisal berdering tidak sampai lima belas menit setelah dirinya menyatakan rasa sayang.
"Yun, aku udah di depan."
"D-depan mana?"
"Di depan gerbangmu. Cepetan keluar. Banyak nyamuk, nih."
Mata Yun melebar. Faisal datang? Gawaaaat! Ia antara senang dan bingung.
Yun bergegas ke halaman. Di sana, Faisal duduk di sepeda motor, tepat di depan gerbang. Mengenakan jaket hitam, dan disorot lampu taman yang temaram, sosoknya tidak seperti anak ABG. Begitu melihat Yun, ia bangkit dari duduk, dan berjalan mendekat pintu gerbang.
"Haduuuh, ntar aku dimarahi Ibu. Malam-malam ketemu cowok," keluh Yun, hanya pura-pura. Padahal hatinya girang.
"Nggak usah buka gerbang, biar nggak dicurigai macam-macam," kilah Faisal. "Habis, aku nggak mau nunggu sampai besok. Ntar perasaanku kedaluwarsa."
Yun mengerjap.
"Mana tanganmu?" tanya Faisal.
"Emang kenapa?"
"Udah, deh. Ntar juga tahu. Mana?"
Dengan diiringi tatapan keheranan, Yun mengulurkan tangan melewati pintu gerbang yang tingginya hanya sepinggang. Tangan itu langsung diraih oleh Faisal. Cincin batu berwarna merah darah diselipkan di jari manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magamon Insaf
RomanceMagamon. Manusia Gagal Move On. Faisal Elvano, dokter ahli jiwa sekaligus dosen FK, telah menyandang gelar itu sejak cinta pertamanya kandas lima belas tahun yang lalu. Sekarang usianya 33 tahun dan masih belum ada tanda-tanda ia akan melepas masa l...