Re-publish: Jum'at, 28 April 2023.
***
"Udah gue bilang, kalian itu gak tau apa-apa. Gue yang tau tabiat empat cewek liar itu, gue yang paling tau gimana harus bersikap ke mereka," kata Zulvy tetap keukeuh menganggap sikap selama ini benar.
Nero menggeleng tidak habis pikir, memang untuk mengenali seluk-beluk kebiasaan gadis-gadis itu tidak bisa hanya dalam waktu beberapa bulan saja, tapi satu tahun lebih sudah dekat, cukup untuk mengerti tindak-tanduk VA.
"Gini, Zul, lo gak salah mau mereka jadi cewek baik, tapi cara lo yang salah. Ibarat mau orang masuk satu agama, lo cuma ngedorong mereka untuk nganut agama itu tanpa lo jelasin keindahan yang ada dalam anutan agama itu. Kalo gitu, apa menurut lo ada yang mau? Gak, kan?" terang Vino panjang lebar.
Hal ini sudah lama ingin disampaikan, hanya mencari waktu dan situasi yang tepat, seperti sekarang. Untuk pertama kalinya mereka berembuk bicara seserius ini, biasanya hanya candaan atau ledekan yang dikeluarkan, tapi sejak mendengar obrolan VA di rumah sakit hari itu, jadi memiliki pandangan lain.
"Lo selalu nyebut mereka cewek liar, nakal, berandal, preman, bengal, dan sebagainya. Tanpa lo tau, sebutan itu yang bikin mereka semakin ngerasa gak layak buat dimanusiakan, dan secara gak sadar membangun mindset buat gak memanusiakan orang lain juga," tambah Afka yang berdiri dengan tangan tenggelam di saku jaket.
"Mereka kuat, gak mungkin down, apalagi terpengaruh sebegitu buruknya cuma karena satu atau dua panggilan, biasanya juga cuek-cuek aja," balas Zulvy masih denial, bersedekap dengan tatapan ke arah gapura pintu masuk kantor polisi.
Waktu dini hari membuat tempat itu cukup sepi, meski lampu terang menghilangkan kesan remang.
"Itu yang juga harus lo tau. Mereka gak sekuat itu," sahut Diki yang ikut mengeluarkan vape beserta liquit dari saku jaket.
"Di luar keliatannya lo emang nganggep mereka kayak adek lo sendiri, tapi dari yang gue tangkep selama di SMA sampe sekarang, lo ... bersikap ke mereka kayak mereka itu barang investasi masa depan lo," lanjut Diki serius.
Diki adalah pengamat terjeli di antara tiga lainnya, dan sejauh ini memang seperti itu yang ditangkap dari perlakuan Zulvy pada VA.
Zulvy memperhatikan VA sangat memperhatikan, hingga terkesan seperti seorang pemilik sedang menjaga peliharaan berharga puluhan juta yang dibesarkan agar lebih mahal, bisa rusak atau hancur jika lengah.
Memperlakukan manusia bukan seperti itu.
"Gue ... mana mungkin gue mikir gitu! Gue kasar ke mereka buat ngelatih mental mereka tetep kuat," elak Zulvy pada kecaman Diki, tanpa sadar kalimat 'ngelatih' yang diucapkan menghadirkan gelombang senyum berbahaya dari lawan bicaranya.
Sadar atau tidak, alam bawah sadar Zulvy sudah mengakui perkataan Diki benar.
"Mental mereka kuat. Tapi sekuat apapun itu, mereka tetep cewek yang punya hati dan otak berakal buat mikir tentang semua yang mereka terima." Zaki menyeletuk lagi, tenang menghembuskan asap rokok yang hampir habis.
"Satu hujatan, dua makian, tiga hinaan, empat pukulan, itu mungkin masih bisa ditanggung setiap orang, tapi pernah gak lo mikir kalo dari semua itu numpuk dalam diri mereka, gak pernah terlampiaskan, sampe akhirnya meledak suatu hari nanti. Apa efeknya?" Zaki melanjutkan diakhiri bertanya dengan alis terangkat.
Sama-sama terdiam ... mendadak suasana hening karena masing-masing berpikir serius.
Apa efek dari semua hal negatif yang diterima seseorang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Angels { Sudah Terbit }
Teen Fiction[ 🔞 Dewasa ] [ Sequel Troublemaker Girl ] [ Tamat: Bab utama lengkap; bonus bab ada di Karyakarsa ] . . ~~~}{~~~ Villain Angels hanyalah kumpulan empat gadis normal biasa, hanya saja cara menjalani hidup yang berbeda, tidak ingin terikat pada apapu...