34

310 57 47
                                    

Re-publish: Sabtu, 6 Mei 2023.

***

"Gue ngerasa gue nggak pernah penting buat lo, Sei. Gue terima setiap apa pun perlakuan lo ke gue, termasuk pukulan dan makian, nggak pernah gue bales. Tapi gue pun manusia, gue juga punya batasan dalam bertahan, dan sekarang mungkin udah batasan gue nerima semuanya."

Kalimat panjang lebar Vino seperti sebuah kata-kata perpisahan di telinga, dengan kata lain baru saja mengutarakan niat untuk mengakhiri hubungan. Bahkan Sherly tidak ingin mendengarkan lebih lanjut, jadi lebih dulu berlari menjauh.

Sekarang, di sinilah berada, koridor kampus untuk mencari mading yang katanya ada foto VA saat mabuk, berjalan lunglai dengan tatapan kosong. Sherly tidak peduli pada gerutuan orang-orang yang disenggol, atau pun cibiran yang dilewati, karena hanya ingin segera melihat sumber bencana pada hubungan hari ini.

"Selama ini keinginan gue cuma satu, yaitu lo, VA, kalian jadi cewek baik. Gue nggak akan ngatur lo ini itu, nyuruh lo harus bisa ini atau itu, tapi kayaknya itu terlalu muluk, ya."

Kata-kata Vino terus berputar dalam kepala Sherly, aliran air mata samar terlihat di pipi, sesekali diseka sambil berpura pura membenahi rambut.

Bagi Sherly, Vino dalam hidupnya memang biasa saja, tapi sama sekali tidak pernah menganggap pelampiasan pukulan. Lalu sekarang, saat Vino mengatakan ragu pada hubungan mereka, detik itu juga Sherly seakan merasakan sebuah godam raksasa menghantam dada. Sesak langsung menyerang pernapasan, tidak pernah menyangka situasi itu akan terjadi.

Seperti raga tanpa jiwa, Sherly linglung sepanjang jalan.

***

"Selain itu, gue pikir juga kan selama ini VA dikelilingin banyak cowok, jadi mungkin gue bisa mun-"

"STOP!"

Fia memotong perkataan Afka dengan berteriak serta menggebrak meja kafe, membuat berjengit kaget dan para pengunjung lain menoleh, mengernyit terganggu.

"Fi, sssttt, kita ngomong pelan-pe-"

"Gue ngerti sekarang, tapi gue nggak mau dengerin! Lo mau ninggalin gue, kan?! Lo sekarang benci sama gue? Jijik? Iya?! Lo nggak mau lagi sama gue karena gue murahan? Lo mikir gitu? Iya, kan?! Gue tau lo mikir gitu karena gue gampangan meluk cowok, bener kan?!" cecar Fia sengit sekali lagi memotong bujukan Afka untuk menurunkan volume suara, malah naik satu oktaf tapi bergetar.

Afka kelabakan, meringis dalam hati merasakan tatapan semua pengunjung kafe menyorot mereka. "Fi, bukan gitu-"

"Harus berapa kali gue bilang, gue sama yang lain itu mabuk. Kita nggak tahu kejadian itu, bahkan kalo kita keluar dari basecamp DK malam itu, VA bisa aja tiduran di trotoar, atau kecelakaan. Iya, ini emang salah gue, salah VA yang keras kepala mau minum tanpa mau mikirin efek samping. Gue ... gue ngerti lo sekarang ilfeel, lo sekarang nggak mau lagi sama gue," bisik Fia dengan kepala menunduk, tangan terkepal dan setetes air mata jatuh ke atas paha.

Fia meredam isakan dengan menggigit bibir dalam, memejamkan mata sejenak sambil menarik napas, tidak ingin dilihat sedang menangis oleh Afka.

Fia tidak ingin terlihat lemah apapun situasinya.

Meraih tas tergesa-gesa, Fia bangkit berdiri berniat meninggalkan Afka di kafe. Berjalan cepat keluar tanpa menghiraukan teriakan Afka memanggil di belakang.

"Fi, kita belum selesai," kata Afka begitu berhasil menangkap pergelangan tangan Fia.

Membuat langkah terhenti di sisi jalan raya. Namun, sesaat kemudian cekalan tangan ditepis tanpa menatap oleh sang empunya.

Villain Angels { Sudah Terbit }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang