13

451 54 35
                                    

Re-publish: Senin, 15 Agustus 2022.

***

Selangkah si mahasiswa maju, maka dua langkah mundur diambil tiga gadis itu, tampak sekali tidak ingin berada dekat dengan lawan bicara. Menatap tidak suka pada laki-laki berambut cepak dan berjaket merah itu.

"Sorry, gak kenal," kata Fia kembali mencoba memasang ekspresi acuh.

Ketiganya serempak berbalik ingin pergi, tapi pergelangan tangan Mina kali ini yang dicekal.

"Tunggu," tahan laki-laki itu lagi, tidak menyerah.

Mina menarik paksa tangan yang dicengkeram cukup kuat, menyeka kulit seakan jijik pada skinship itu.

"Apa sih?! Gak usah pegang-pegang deh!" Nenden membentak sinis, menarik Mina dan Fia mundur sedikit ke belakang, bersikap seperti pelindung.

Laki-laki itu tidak melunturkan senyum ramah meski mendapat penolakan jelas dari tiga gadis itu.

"Oke oke, aku gak akan megang. Tapi, kalian pasti kenal aku, aku Irfan," kata laki-laki itu memperkenalkan diri setelah menyembunyikan tangan ke belakang, tanda tidak akan melakukan sentuhan lagi.

"Sorry, gak inget, gak kenal." Nenden menggeleng, menarik dua sahabatnya berbalik pergi berniat meninggalkan laki-laki bernama Irfan itu.

"Gak mungkin! Kalian pasti inget aku! Kalian itu kenal sama aku." Irfan menyusul cepat langkah gadis-gadis itu di depan dan merentangkan tangan seakan memblokir jalan.

Nenden, Mina dan Fia sontak mengkeret benar-benar seperti takut bersentuhan dengan Irfan, menatap orang di depan seakan virus menular berbahaya. Bahkan sejak tadi berusaha menjaga jarak dua meter, tapi tidak dihiraukan Irfan yang masih kukuh mendekat.

"Gak usah ngeyel! Kita gak kenal lo, lo salah orang." Mina menghentak kaki mengancam, ingin laki-laki itu mundur dari jarak yang sekarang kurang dari satu meter.

"Gak! Aku gak salah orang. Kalian Mina, Nenden, sama Fia, kan? Kalian bahkan noleh pas aku panggil." Irfan tetap keras kepala tidak mundur, suara meninggi hingga berhasil menarik perhatian segelintir mahasiswa.

Nenden memejam sejenak menahan gejolak emosi di hati, mencoba setenang mungkin karena ini di kampus Zulvy, tidak ingin membuat keributan besar yang malah akan semakin memantik rasa penasaran orang-orang, sekarang sudah cukup mencolok dengan pertikaian kecil ini.

Nenden juga menyadari dua sahabatnya melakukan hal yang sama, meremat kaos belakang Nenden erat dengan tangan sedikit gemetar saking kuatnya menekan rasa amarah.

Satu tangan Mina mengepal kuat hingga kuku panjang mengoyak kulit, menahan agar tidak melayangkan pukulan ke wajah yang dianggap kuman itu saking geramnya.

Fia menggertakkan gigi dengan lidah digigit agar tidak mengeluarkan kalimat umpatan kasar yang mengandung banyak unsur hewan di kebun binatang.

"Gak usah sok kenal!" bentak Nenden geram.

Saat ini si pirang yang paling bisa melawan Irfan, dua sahabatnya jelas tidak akan sudi meladeni lebih dari lima menit saja.

"Aku gak sok kenal. Kita emang pernah kenal. Kita temen pas SMP, inget?" Irfan masih kukuh mengingatkan.

Sekali lagi Irfan mencoba meraih tangan Nenden, memang tidak mengarang, memang teman satu angkatan di SMP, hanya berbeda kasta karena tiga gadis itu lumayan populer sejak dulu.

"Najis!"

Satu tendangan sekuat tenaga Nenden berikan sambil menghardik, telak mengenai dada hingga termundur dan jatuh terduduk, Irfan mengerang kesakitan memegang dada yang langsung nyeri.

Villain Angels { Sudah Terbit }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang