19

365 50 22
                                    

Re-publish: Rabu, 26 April 2023.

***

Mobil Diki berhenti di pekarangan rumah Nenden, tak lama pengemudinya keluar sambil berlari kecil menuju pintu samping.

"Gue bisa sendiri, gak usah lebay lagi," kata Nenden jengah saat Diki membukakan pintu.

Menepis tangan Diki yang terulur seperti seorang pangeran menyambut tuan putri di kereta kuda. Nenden merasa bisa turun dan berjalan sendiri tanpa dituntun lagi, kenapa masih saja diperlakukan berlebihan seperti ini.

"Ya elah, apa susahnya ngikut sih," balas Diki berdecak, memberi ruang untuk Nenden menapak tanah.

"Gue itu gak lumpuh, atau buta. Gue masih bisa jalan sendiri," kata Nenden mendengkus samar.

Berjalan ke arah teras rumah diikuti Diki yang masih siaga di belakang, bukan apa-apa, hanya khawatir Nenden tiba-tiba jatuh.

Membuka pintu rumah begitu sampai, lalu menoleh pada Diki yang terus mengikuti. "Ngapain? Gue udah nyampe," tanyanya berkerut alis.

"Gue mau nganter lo sampe kasur, mastiin kalo bener-bener aman," kata Diki tersenyum lebar.

Langkah Nenden terhenti, tidak bisa lagi menahan kedutan kesal di dahi, akhirnya hanya membuang muka dengan jengkel, menahan tubuh Diki sebelum berhasil melewati pintu.

"Lo bilang gue harus istirahat?" tanya Nenden pelan.

"Iya," angguk Diki belum menyadari gelagat lain gadis itu.

"Harus rileks? Jangan banyak pikiran, kan?" tanya Nenden lagi, menatap lempeng Diki yang manggut-manggut.

Sesaat Nenden menarik napas mengambil ancang-ancang sebelum mengeluarkan suara bervolume full. "KALO GITU SEKARANG LO PULANG. GUE GAK MAU DIINTILIN LO TERUS," teriaknya tepat di depan wajah Diki, membuat yang diteriaki terlonjak.

"Astaga! Anjing, copot jantung gue," keluh Diki mundur selangkah sambil mengelus dada yang berdebar karena suara toa masjid milik Nenden.

"Keluar!" usir Nenden ketus, menunjuk ke luar dengan wajah ditekuk.

"Buset deh, jangan marah-marah, entar kumat darah tingginya," kata Diki menghela napas pelan.

"Mau gue tendang?!" ancam Nenden geram.

"Iya, sayangku, iya. Ini keluar deh," balas Diki cepat pergi meninggalkan pintu rumah Nenden menuju mobil sebelum si pacar semakin marah.

Pintu rumah Nenden tutup dengan kasar, lalu berbalik ke arah kamar dengan langkah dihentak-hentak sebal, menjadi lebih lega hanya saat mendengar mesin mobil samar-samar menjauh.

***

"Istirahat, jangan ke mana-mana lagi, rebahan aja, kalo butuh sesuatu telpon gue aja," pesan Vino setelah mengantar Sherly hingga di ambang pintu rumah.

Gadis dengan rambut bob coklat itu memutar bola mata bosan, tapi mengangguk juga karena ingin Vino segera berhenti memberi wejangan yang hampir setiap hari di beberapa hari terakhir ini didengar.

"Jangan iya-iya aja, lakuin. Jangan abis gue pulang ini lo langsung kelayapan," kata Vino lagi, berkacak pinggang sebelah kanan dan tangan kiri berpegangan di pintu.

"Iyaaa, Paduka Raja!" balas Sherly geram, tinju menghampiri dahi Vino tidak begitu keras, ingin rasanya membogem sampai terpental ke samudera hindia.

Tubuh Vino terdorong ke belakang, sengaja tidak menghindari tinjuan sayang itu, terkekeh sambil menyentuh dahi.

Villain Angels { Sudah Terbit }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang