Jennie membulatkan matanya ketika Arvi menyebutkan nama Kim Jongin. It's been five years, and suddenly Jongin comes again? Jennie pun merebut ponselnya dari Arvi, lalu ia membaca kata demi kata yang Jongin ketikkan.
"Apa orang yang mengirimkan pesan ini benar-benar Kim Jongin?" Tanya Jennie seraya mendongakkan kepalanya menatap Kim Arvi.
"Aku rasa." Jawab Arvi singkat.
Arvi pun meraih sebuah sendok untuk menyantap sepiring dessert. "Dia ingin menepati janjinya untuk menemui kalian. Jika kau ingin bertemu, aku mengizinkannya. Aku sama sekali tidak masalah apalagi keberatan." Ujar Arvi dengan senyuman manis di akhir kalimatnya.
Jennie sedikit terkejut. Apa semudah ini mendapatkan izin dari suaminya?
"Sejujurnya aku tidak memiliki alasan untuk menolak ajakan Jongin. Tapi jika aku menemuinya, apa kau tidak akan cemburu? Ummm... Maksudku, kita sudah menikah, sedangkan dulunya aku dan Jongin sempat-"
"Jennie." Arvi mendekat lalu ia memegang tangan Jennie. "It's fine." Ucapnya dengan sungguh-sungguh.
"Kemarin kau yang bilang, past for past and future for both of us. Jongin yang sebaik itu tidak akan melukaimu walau untuk segores. Aku mempercayainya. Jika kau bertanya tentang perasaanku yang cemburu atau tidak cemburu, ya jelas jawabannya tidak cemburu."
"Kenapa kau tidak cemburu?" Tanya Jennie dengan alis sedikit terangkat.
Lalu dengan cepat Arvi menjawab, "Kau kan milikku. Jadi, aku tak perlu menaruh rasa cemburu selagi kau masih mencintaiku."
Jennie pun tersenyum sembari mengusap tangan Arvi sesekali. "So... should I text him back?"
"Ya. Tanyakan padanya ingin bertemu dimana. Aera pasti sangat senang jika tahu Jongin akan datang. Mengingat sedekat apa mereka dulu, mereka berdua pasti saling merindukan. Omong-omong soal rindu, apa kau tidak merindukannya?"
Jennie terdiam cukup lama. Ia tampak ragu untuk menjawab pertanyaan Arvi. Arvi yang menyadari hal itupun kembali angkat suara. "Katakan saja, sayang. Kalaupun rindu, aku tidak akan marah. Lagipula, hal yang wajar bila merindukan seseorang yang menghilang dalam waktu yang tidak singkat."
"Kau memang benar. Tapi alih-alih menyimpan rasa rindu, sepertinya aku lebih banyak menyimpan rasa bersalah. Disaat aku mencoba untuk mengobati luka ku... tanpa sengaja, aku ikut melukainya. My biggest mistake is only one, Arvi. Aku tidak bisa memberinya feedback yang sebanding. Aku kehabisan cara. Yang seharusnya aku membalas cintanya, aku justru tidak bisa melakukannya."
Arvi pun menatap Jennie dengan dalam. "I understand how you feel, dear. Tapi kau tak boleh bersedih. Sebesar apapun rasa bersalahmu, takdir sudah membawa kita sejauh ini. Jika memang begini yang tuhan gariskan, apalagi yang bisa kita perbuat? Kita hanya bisa menjalaninya saja kan? Sekarang hentikanlah pembahasan ini. Lebih baik kau mencoba untuk bertukar pesan dengan Jongin."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU KILLING ME SOFTLY ✓
Fanfiction[18+] When you have two loves, but you can only repay one of them. Orang bilang, cinta itu buta. Yang waras bisa menjadi gila, sementara yang pintar bisa menjadi bodoh. Tapi pernahkah kau berpikir bahwa cinta itu sama seperti obat? Kau bisa sembuh...