Seoul, 30 November 2014
Jongin terus menutup kedua telinganya karena tak tahan mendengar Jennie berteriak setelah membaca pengumuman kelulusan yang tertera di papan mading. "Ya ampun Kim Jongin.... Aku di terima di Universitas Stanford!! Aaaaaaaaaaaa.... Aku akan pindah ke California sebentar lagi!!! Astaga, ya ampun. Aku senang sekali!" Ucapnya sambil berjingkrak-jingkrak kegirangan.
"Iya-iya. Selamat untukmu. Aku juga lulus."
"Benarkah? Tapi tidak ada namamu disini." Ucap Jennie sembari mencoba meneliti selembar kertas yang menempel begitu rapih.
"Namaku ada disini." Ucap Jongin sembari membawa telunjuk Jennie ke arah kertas yang lain.
Mata Jennie langsung melotot kaget. "Universitas Yonsei? Kau akan kuliah di Korea? Aku tidak mau berpisah denganmu. Kenapa tidak mencoba untuk mendaftar di Stanford juga?"
"Aku tidak bisa meninggalkan ibuku disini. Kau tahu sendiri bukan, hanya dia satu-satunya anggota keluarga yang aku punya."
Jennie menghela napas, "Tapi aku—"
"Aku tahu kau takut jika tak bisa mencari sahabat seperti diriku di tempat baru. Tapi Jennie, kita punya jalan masing-masing. Setiap natal dan liburan semester, kita masih bisa bertemu. Jadi kau tak perlu khawatir. Aku akan setia menunggumu pulang." Jelas Jongin tersenyum.
Jennie berdecih, "Omong kosong. Jika kita berpisah terlalu lama, kita pasti akan sibuk dengan kegiatan masing-masing."
"Siapa yang bilang? Aku tidak begitu ya... Aku akan meluangkan waktuku untukmu sesibuk apapun aku nanti. Seharusnya aku yang berkata seperti itu padamu. Setelah tiba disana, kau pasti akan melupakanku."
Jennie mulai berjalan keluar dari sekolah, diikuti oleh Jongin dibelakangnya. "Kenapa aku harus melupakanmu? Kita bersahabat dari semenjak kita masih duduk di bangku sekolah dasar. Jika aku amnesia, mungkin aku akan melupakanmu. Tapi jika tidak, berarti kau akan selalu menjadi seseorang yang aku ingat."
Jongin terkekeh geli, "Perempuan dingin sepertimu sangat aneh kalau berbicara puitis." Ledek Jongin.
"Begini-begini aku sering ikut lomba penulisan sastra kau tahu?!" Sergah Jennie menyombongkan diri.
"Tapi kan tidak pernah menang..." Cicit Jongin pelan.
"Tapi olimpiade matematika aku menang."
"Karena lawanmu waktu itu sakit perut. Biasanya kau suka kalah kan?"
"Kurang ajar!"
Merasa terhina karena kemampuannya tak diakui, Jennie pun kesal lalu ia langsung mengambil sebuah payung yang terletak diluar rumah seseorang. Jongin pun berusaha untuk menghindar dengan menjadikan tas ranselnya sebagai tameng untuk melindungi dirinya dari serangan brutal seorang wanita berpayung kuning.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU KILLING ME SOFTLY ✓
Fanfiction[18+] When you have two loves, but you can only repay one of them. Orang bilang, cinta itu buta. Yang waras bisa menjadi gila, sementara yang pintar bisa menjadi bodoh. Tapi pernahkah kau berpikir bahwa cinta itu sama seperti obat? Kau bisa sembuh...