Jennie tak ingin perduli soal Jongin. Entah Jongin mencintainya atau tidak, Jennie tak ingin ambil pusing. Yang jelas sekarang ia adalah istri dari Arvi. Dan ia hanya akan fokus pada Arvi saja.
Kembali ke rutinitas sehari-hari, Jennie sudah menyiapkan keperluan Arvi. Mulai dari baju, tas, sepatu, hingga aksesoris seperti jam tangan. Tapi kali ini seperti ada yang berbeda. Jennie terlihat lebih acuh untuk pertama kalinya.
"Ini tas mu."
"Ini ponselmu."
"Apa ada lagi yang tertinggal?"
"Tidak."
"Ya sudah, pergilah."
Kening Arvi berkerut heran, "Apa kau baru saja mengusirku?"
"Aniyo. You only have 10 minutes. Bukankah kau tidak suka datang terlambat?"
Arvi menatap Jennie cukup lama. Sedangkan Jennie mulai duduk seraya menyantap sarapannya. Tak ingin membuang waktu lagi, Arvi pun berbalik untuk keluar dari kamar. Namun baru berjalan beberapa langkah, Jennie tiba-tiba mengatakan sesuatu.
"Jika bisa, pulang lah lebih cepat."
"Kenapa?"
"Just go home."
"Aku bertanya, kenapa?"
"Aku tidak akan memberitahumu, Arvi. Jika ingin tahu, pulang lah. Jika tidak, ya sudah." Jelas Jennie.
Arvi yang melihat kelakuan aneh Jennie langsung memutar bola matanya. Lalu ia pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Jennie juga kelihatan tidak terlalu memperdulikan kepergian Arvi. Bahkan ia tidak menawari Arvi sarapan untuk sekedar berbasa-basi.
Mungkinkah Jennie sudah muak diperlakukan tidak pantas oleh lelaki itu?
Who knows?
°°°
Arvi masih bertanya-tanya didalam hati, tentang apa yang menyebabkan Jennie menjadi aneh seperti hari ini. Tidak ada perhatian berlebihan dan tidak ada senyuman lebar yang ia tunjukkan. Hal tersebut sukses membuat Arvi menjadi kebingungan."Apa dia begini karena aku menyuruhnya menangis di luar?"
"Apa dia marah padaku karena hal itu?"
"Tetapi aku tak salah. Kenapa dia harus marah?"
"Dan untuk apa dia memintaku cepat pulang?"
"Sebenarnya ada apa dengan Jennie?"
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU KILLING ME SOFTLY ✓
Fanfiction[18+] When you have two loves, but you can only repay one of them. Orang bilang, cinta itu buta. Yang waras bisa menjadi gila, sementara yang pintar bisa menjadi bodoh. Tapi pernahkah kau berpikir bahwa cinta itu sama seperti obat? Kau bisa sembuh...