Hi semua watty readers... I'm a newcomer writer on this site, so maklum aja ya kalau masih ada kekurangan. Sebagai newcomer writer, saya butuh masukan dari semua watty readers yang mumpung nangkring di cerita saya he.. he... happy reading all and pls leave comment :)
Author POV:
Changi Airport, pukul 11.00 waktu setempat.
"Here...." salah seorang laki-laki berkacamata bening dengan jas coklat menyerahkan tiket dan paspor yang telah selesai di check-in barusan kepada laki-laki bertopi yang sedang duduk sambil membaca koran The Wall Street Journal, sekedar mengecek-ngecek saham yang lagi turun saat ini. Tampang laki-laki yang sedang duduk itu seperti teroris yang akan kabur ke luar negeri demi menghindar dari serangan di negaranya. Dengan mengenakan topi Lakers dan jaket Lakers yang dibelinya saat musim pertandingan Lakers tahun lalu di Los Angeles, serta mengenakan sunglasses hitam yang menutupi seluruh bagian mata indahnya itu. Tapi percayalah, dia bukan teroris profesional seperti Noordin M Top ataupun Dr. Azhari. Profesinya lebih 'ganteng' daripada menjadi teroris yang kurang kerjaan itu.
"Are you sure you wanna do this, sir?" laki-laki berkacamata bening itu bertanya lagi seakan nggak yakin apa yang akan dilakukan bosnya ini. "Please... think about it again, sir. You're ruin everything." Sambungnya.
"It's worthless. I don't have any choice."
"Okay... if it's your decision. But it's dangerous if you stay there, sir. Maybe you should hiding in German or Sweden. It's kinda safe."
"No, they know my plans to go there. And this country I picked, they didn't believe I'll stay there. They think it's ridiculous if I stay there."
Logat melayu yang kental dengan sedikit aksen british di dalamnya menggambarkan kalau dia benar-benar orang melayu tulen campuran british.
"Okay, sir. Take care. And let me know if you have arrived." Si laki-laki berkacamata bening yang sepertinya asistennya itu menepuk bahu orang yang disebut sebagai bosnya itu. Si bosnya itu hanya memberikan lambaian bersama koran yang dilingkari di tangannya itu dan langsung membawa beberapa bawaannya yang akan ditaruh di bagasi atas pesawat nanti. Saat berjalan ke ruang tunggu, dia bisa melihat dari kaca bandara terparkir pesawat airbus yang cukup besar yang akan ditumpanginya hari ini.
"Garuda Indonesia." Gumamnya dengan suara kecil sambil menghela napas berat dari mulutnya. Ada nada penyesalan dalam suaranya itu. Dia bukannya menyesal karena bakal naik pesawat maskapai Indonesia itu ataupun menyesal karena akan meninggalkan Singapura, tetapi menyesal karena terlahir sebagai dirinya yang sekarang. Terlalu banyak aturan yang harus diikutinya tanpa membantah. Padahal semua orang tau bahwa membantah ada ciri khas dirinya. Petugas yang memeriksa paspornya itu langsung terperangah kaget saat melihat siapa yang akan berangkat hari ini. Si laki-laki ini langsung memutar bola matanya dan mengeluarkan pecahan seratus dollar lima lembar lalu menyelipkannya di kaca yang terbuka sedikit lubangnya. Sang perempuan petugas bandara tampak terkejut.
"Just shut up." Uang itu cukup untuk menutup mulut si petugas bandara, lalu perempuan itu hanya bisa mengangguk dengan tatapan mata yang menyiratkan kata 'terima kasih banyak' serta senyuman yang mengembang di wajahnya. Laki-laki itu mengambil bawaannya lagi dan beranjak ke ruang tunggu untuk menunggu giliran di gate A4.
***
"Gue udah nyampe... di parkiran selatan."
Sungguh bego kakaknya Nesa markir di parkiran selatan, itu artinya Nesa harus berjalan berlawanan arah dari mobil kakaknya dengan jarak yang lumayan jauh.Dia melanjutkan pembicaraannya di telepon, sementara Nesa dengan kesusahan membawa barang-barangnya ke parkiran selatan."Hape gue lobet nih, lo buruan ke parkiran! CEPETAN!!!" kok malah Choki yang marah-marah? Harusnya AKU yang marah-marah ama dia, abis markirnya kurang jauh sih. Batin Nesa kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Love-Line
Teen FictionSelalu dia. Entah kenapa selalu wajah dia yang muncul di otakku ini. Walaupun track recordnya sebagai musuh udah aku hapuskan semenjak dia minta maaf. Dia-lah yang terpenting. Hal yang nggak boleh hilang di hidupku, bahkan ketika aku mencintai lagi...